Opini
Opini: Flobamora Tak Gentar, Ketika Perempuan Jadi Arsitek Ketangguhan
Kebahagiaannya melihat desanya semakin peduli lingkungan, tercermin dari berkurangnya kebiasaan membakar sampah, adalah bonus dari upaya kolektif.
Oleh: Angel Christy Patricia, S.I.Kom dan Dr. Syukur Muhaymin Adang Djaha, S.Sos., M.A.P
POS-KUPANG.COM - Deburan ombak yang biasanya menenangkan, gemuruh angin yang akrab di telinga, dan tanah yang menjadi tumpuan hidup, terkadang berubah menjadi ancaman di Nusa Tenggara Timur.
Namun, di tengah kerentanan alam, muncul kekuatan tak terduga: perempuan-perempuan tangguh yang bukan hanya bertahan, tetapi juga aktif merajut ketangguhan dan kemandirian bagi komunitas mereka.
Yunita Bauk (30), dengan semangat mudanya, melihat Desa Tasain di Belu bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga arena untuk mewujudkan perubahan. Menyaksikan desanya yang akrab dengan banjir, puting beliung, rabies, dan longsor, ia tak hanya berdiam diri.

Sebagai anggota Kampung Siaga Bencana (KSB) dan staf kantor desa, Yunita memiliki gagasan sederhana namun brilian: mengarusutamakan kesiapsiagaan bencana dalam program desa.
Keberhasilannya melobi pemerintah desa untuk mengalokasikan anggaran khusus dan menggelar simulasi evakuasi pertama kali di tahun 2024 adalah bukti nyata kepemimpinannya.
Tindakannya bukan hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis bagi 35 anggota KSB, tetapi juga menumbuhkan kesadaran kolektif di masyarakat.
"Amat menyenangkan melihat perubahan di masyarakat dan kini paham bahwa bencana bisa dimitigasi," ujarnya, sebuah ungkapan yang merangkum dampak positif dari inisiatifnya.
Yunita menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil dan keyakinan yang kuat.
Di Desa Pasir Putih-Kabupaten Lembata, keterbatasan fisik tak menghalangi Agustina Theresia Sabu Beraf, biasa dipanggil Astin (45) untuk menjadi penggerak perubahan.
Sebagai sekretaris KSB, Astin justru menemukan kekuatannya dalam merangkul kelompok rentan.
Ia aktif sialisasikan jalur evakuasi kepada lansia dan penyandang disabilitas, memastikan tak ada seorang pun yang tertinggal dalam situasi darurat.

Lebih dari itu, keterlibatannya di KSB membuka matanya pada potensi sumber daya lokal. Kini, Astin mandiri dengan menanam hortikultura, membuktikan bahwa kesiapsiagaan bencana juga dapat memberdayakan ekonomi keluarga.
Kebahagiaannya melihat desanya semakin peduli lingkungan, tercermin dari berkurangnya kebiasaan membakar sampah, adalah bonus dari upaya kolektif.
"Materi-materi kesiapsiagaan bencana yang diajarkan membuka wawasan saya dan menjadi sosok yang diandalkan oleh kelompok disabilitas dan orang jompo dalam menghadapi bencana," kata Astin, menyoroti bagaimana pengetahuan memberinya peran yang berarti.
Sementara itu, di Desa Mokanatarak, Kabuapten Flores Timur, yang akrab dengan kekeringan, Maria Bunga Kleden atau Mama Meri (62) menemukan harapan baru melalui Pertanian Cerdas Iklim.
Dulu putus asa karena ladangnya tak lagi produktif, Mama Meri kini tersenyum lebar berkat teknik pemulsaan dan terasering yang dipelajarinya. Hasil panennya melimpah, memberikannya penghasilan lebih dan memungkinkan diversifikasi tanaman.
Transformasi lahan kering menjadi sumber kemakmuran bukan hanya menyelamatkan keluarganya, tetapi juga menginspirasi warga sekitar untuk mengadopsi praktik serupa.
Angel Christy Patricia
Syukur Muhaymin Adang Djaha
Kampung Siaga Bencana
Kabupaten Lembata
Yunita Bauk
Agustina Theresia Sabu Beraf
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.