NTT Terkini
Kelesuan Dunia Usaha di NTT, Pengamat Ekonomi: Efisiensi Anggaran Membunuh Rantai Ekonomi Lokal
Pengamat ekonomi Thomas Ola Langoday menilai bahwa penyebab utama situasi ini adalah kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan oleh pemerintah
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eugenius Suba Boro
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Dunia usaha di sektor perhotelan dan rumah makan di Kota Kupang dan wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) tengah menghadapi tekanan berat. Penurunan drastis jumlah pengunjung, okupansi hotel yang kian sepi, dan lesunya aktivitas restoran menjadi gambaran umum kondisi saat ini.
Pengamat ekonomi Thomas Ola Langoday menilai penyebab utama situasi ini adalah kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah daerah dan pusat.
“Hotel dan resto rumah makan di Kupang dan NTT telah mengalami masa lesu sejak diberlakukannya efisiensi anggaran oleh pemerintah. Kebijakan efisiensi perjalanan dinas, efisiensi rapat, seminar, bimtek, hingga diklat, telah membawa dampak cukup luas dan sistemik,” kata Thomas Ola Langoday saat dihubungi reporter POS-KUPANG.COM, Selasa (30/4/2025).
Ekonomi Berbasis APBD: Ketergantungan yang Menghancurkan
Menurut Thomas, akar persoalan dari lesunya sektor usaha ini adalah struktur ekonomi NTT yang sangat bergantung pada belanja pemerintah.
“Masalah dasarnya adalah ekonomi NTT adalah ekonomi APBD. Dunia usaha kita digerakkan oleh APBN dan APBD. Ketika pos anggaran itu tidak lagi dialokasikan untuk aktivitas seperti rapat di hotel, konsumsi makan minum, atau sewa ruang pertemuan, maka siapa yang akan datang ke hotel? Siapa yang akan makan di rumah makan besar? Hampir tidak ada,” jelasnya.
Ketiadaan aktivitas pemerintah di hotel dan restoran mengakibatkan okupansi kamar hotel menurun tajam. Aula-aula hotel kosong. Restoran kehilangan pesanan.
“Efisiensi anggaran telah memutus banyak rantai pasok atau supply chain dalam dunia perhotelan dan makanan,” ujarnya.
Baca juga: Imbas Efisiensi Anggaran, Semua Pekerjaan Jalan dan Jembatan di NTT Tidak Bisa Dikerjakan
Efek Domino: Dari Hotel ke Sawah dan Laut
Thomas memaparkan lebih jauh bahwa dampak dari kelesuan ini bukan hanya dirasakan oleh pemilik hotel dan restoran saja, tetapi menjalar hingga ke petani dan nelayan. Ketika tidak ada lagi yang memesan makanan dalam jumlah besar, maka hotel dan restoran tidak membeli bahan baku dari pasar. Akibatnya, beras hasil panen petani tidak laku, penggilingan padi sepi, produksi tahu dan tempe menurun, serta hasil tangkapan nelayan tidak terserap.
“Ini bukan hanya soal tidak adanya tamu hotel atau pelanggan rumah makan, ini adalah keruntuhan rantai ekonomi lokal. Petani, peternak, nelayan, pedagang, semuanya terdampak. Semua pelaku usaha mengalami kelesuan yang berat,” terang Thomas.
Situasi ini juga memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai hotel dan restoran. Dampaknya, banyak keluarga kehilangan penghasilan.
“Ketika pendapatan rumah tangga menurun, daya beli ikut jatuh. Kesejahteraan masyarakat makin merosot. Ini efek domino yang tidak bisa dianggap enteng,” tambah Thomas.
Kritik Keras ke Pemerintah: “Untuk Siapa Negara Ini Ada?”
Fraksi Demokrat DPRD Sebut APBD NTT Banyak Biayai Rutinitas Birokrasi Dibanding Produktif |
![]() |
---|
Horeka di NTT Didorong Kelola Sampah Mandiri, Targetkan 51,20 Persen Tercapai 2025 |
![]() |
---|
Pejabat Publik yang Enggan Beri Informasi ke Publik, Dengarkan Penagasan Komisi Informasi Pusat |
![]() |
---|
BERITA POPULER- Terduga Pelaku Penikaman Warga, Kajari Rote Ndao Sebut Tersangka, Sosok Violeta Baun |
![]() |
---|
LLDIKTI XV Bantah Tuduhan Penyalahgunaan Fasilitas Negara hingga Proyek Fiktif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.