Opini
Opini: Paradoks Migrasi dan Sumber Daya Manusia
Pada umumnya orang NTT bermigrasi ke luar NTT karena faktor ekonomi yakni kemiskinan di daerah asalnya.
Etika kerja atau budaya kerja merupakan prinsip moral kemasyarakatan dan merupakan warisan budaya yang terwujud dalam etos kerja. (Rachbini, Didik J, 2001,p.113-147). Dengan kata lain inilah faktor pendidikan dan psikokultural.
Paradoks Migrasi
Dari segi geografi pariwisata, NTT sangat kaya dengan modal pariwisata pada alam, laut, budaya, kearifan etnik, agama dan masyarakat yang berdiam dalam lingkungan geografi itu.
Semua unsur geografi pariwisata itu dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat bila unsur sumber daya manusianya inovatif dan kreatif mengelolanya. (Arjana I.G.B. 2015,p.8-11).
Untuk itu ada empat masalah sosial perlu ditangani yakni faktor budaya (psikokultural), pendidikan, political good will pemerintah dan motivasi religius.
Sukarno, presiden pertama RI. dalam hubungannya dengan pentingnya faktor sumber daya manusia mengelola kekayaan alam, budaya, di Indonesia pernah berkata: “kalau terus menerus kekayaan-kekayaan itu terpendam mati, karena kita sendiri tak mampu menggalinya, maka nanti dapat terjadi, kita ini tetap miskin di tengah-tengah kekayaan itu, ibarat ayam mati kelaparan di lumbung padi, itik mati dahaga pada waktu berenang di air sungai”. (Ir. Sukarno, 1965, Di Bawah Bendera Revolusi, jilid 2, p. 206). Kemiskinan di tengah kekayaan.
Migrasi keluar orang NTT mengindikasikan NTT ini miskin, dan migrasi masuk orang luar ke NTT mengindikasikan NTT ini kaya. Ini suatu paradoks migrasi di NTT.
Masalah migrasi dan tenaga kerja migran NTT tidak menjadi topik hangat dalam kampanye pemilu provinsi dan daerah 2024 lalu.
Kini NTT memiliki kepemimpinan baru untuk lima tahun ke depan (2025-2030). Akan berlanjutkah nanti paradoks ini ke depannya dengan lebih banyak tenaga kerja migran keluar dari NTT? (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.