Opini
Opini: Fenomena Overqualified ASN di Tempat Kerja
Namun realita terlihat bahwa masih banyak ASN yang kurang optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Hal ini dapat menghambat inovasi dalam pelayanan publik dan menyebabkan organisasi kehilangan peluang untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas kerja.
ASN yang mengalami overqualified cenderung mencari peluang lain, baik dalam bentuk mutasi ke instansi lain maupun berpindah ke sektor swasta yang lebih memberikan tantangan dan apresiasi terhadap kualifikasinya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam organisasi.
Dalam sistem birokrasi yang nampak rigid, promosi jabatan sering kali didasarkan pada masa kerja, bahkan ada juga karena faktor kedekatan/‘orang dalam’, dan bukan pada kualifikasi atau kompetensi yang dimiliki individu.
Akibatnya, ASN yang memiliki pendidikan lebih tinggi tetapi belum memenuhi syarat administratif, (bahkan tidak ada kedekatan dengan pimpinan) akan sulit untuk mendapatkan posisi yang sesuai dengan kemampuannya.
Ditambah lagi, saat ini banyak ASN yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan harapan dapat memberikan kontribusi lebih besar dalam pekerjaannya.
Namun, jika kualifikasi yang lebih tinggi tersebut tidak dapat diterapkan di tempat kerja, maka biaya pendidikan yang telah dikeluarkan menjadi tidak memberikan manfaat maksimal bagi individu maupun organisasi.
Berbagai permasalahan yang sudah digambarkan di atas menunjukkan bahwa fenomena overqualified ASN bukan hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang tepat agar kompetensi ASN dapat dimanfaatkan secara optimal dalam sistem birokrasi.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Prof. Zudan Arif telah menyampaikan kabar baik bagi para ASN Guru, Dosen dan Tenaga Kependidikan, yang rencananya akan diberikan kemudahan prosedur kepegawaian Izin Belajar, Tugas Belajar dan Pencantuman Gelar.
Langkah ini diambil untuk mempercepat pengembangan karier ASN, termasuk dalam hal capaian jabatan puncak, dengan tetap menjaga kualitas kompetensi dan kinerja.
Kebijakan ini patut diapresiasi, namun pertanyaan selanjutnya adalah, setelah izin dan tugas belajar, serta gelar dicantumkan, apakah ada jaminan pemanfaatan kompetensi? atau, apakah ASN akan tetap stagnan di posisi yang tidak sesuai kapasitas?
Memang benar bahwa ASN seharusnya meningkatkan pendidikan dan keterampilan melalui tugas/izin belajar, meski ekspektasi organisasi tidak sejalan, karena belajar adalah bagian dari self-actualization dan pengembangan professional.
Akan tetapi, yang jadi masalah justru ketika organisasi tidak memberi ruang yang luas untuk mengaktualisasikan hasil belajar yang sudah diperioleh, tidak ada komunikasi yang jelas tentang dampak belajar terhadap karir.
Bahkan lebih parah lagi, ASN belajar dengan harapan A, sedang organisasi berpikir ke arah B. Inilah realita yang tidak bisa kita pungkiri saat ini.
Solusi yang dapat diterapkan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.