Opini
Opini: Surat Untuk Kapolda NTT
Kasus ini mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, karena pelakunya adalah perwira kepolisian.
Bedah Pasal Hukuman Eks Kapolres Ngada
Oleh: Veronika Ata
Advokat dan Ketua LPA Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Kasus kejahatan seksual terhadap anak yang dilakukan eks Kapolres Ngada sangat mencederai harkat dan martabat anak, dan sangat melukai batin keluarga dan masyarakat (NTT).
Kasus ini mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, karena pelakunya adalah perwira kepolisian.
Kejahatan seksual anak oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman tidak cukup hanya disebut sebagai kasus asusila semata, tetapi perlu dibuka dengan mengedepankan Undang-undang Perlindungan Anak.
Eksploitasi seksual anak merupakan kejahatan luar biasa. Mengherenkan, dalam pemberkasan (BAP) oleh penyidik kepolisian pasalnya dibikin ringan.
Tulisan ini mencoba mengupas kelemahan-kelemahan penyidik kepolisian dalam menerapkan pasal tuntutan untuk ‘perwira polisi kriminal’ pelaku kejahatan seksual.
Mengurai fakta kriminal perwira polisi
Untuk melihat buramnya potret penegakan hukum dan keterlibatan aparat kepolisian sebagai pelaku kriminal, kita perlu membeda fakta kriminal.
Beberapa fakta adalah pelaku kriminal, AKBP Fajar diduga telah berhubungan seksual dengan “F“. Modusnya berkenalan dengan “F” melalui aplikasi MiChat kemudian pelaku membujuk korban melakukan hubungan seksual (Pos Kupang 14/3/2025).
Diketahui, pada bulan Juni 2024 pelaku memesan anak berusia 5 tahun (korban 1) melalui F, mengajak anak jalan-jalan dan makan.
Lalu F mengantar Korban 1 ke hotel menemui pelaku Fajar untuk melakukan aksi bejatnya.
Pelaku memberikan uang 3 juta kepada F, seorang mahasiswi yang tinggal di kos-kosan orang tua korban 1. Saat ini F sudah ditahan sebagai tersangka. Sedangkan dua korban lagi berusia 16 tahun (korban 2) dan 13 tahun (korban 3)
Setelah melakukan kekerasan seksual terhadap Korban 2, pelaku memesan agar dia mengantar Korban 3 ke hotel. Seusai melakukan aksi bejatnya, pelaku memberikan uang 1 juta rupiah kepada setiap korban.
Pelaku juga merekam kejahatan seksualnya lalu menyebarkan ke situs porno (dark web), dan terdeteksi kepolisian Australia.
Di bagian ini amat minim kemampuan Polri dalam melakukan deteksi aksi eksploitasi dan kejahatan seksual anak di ranah digital.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.