Opini
Opini: Alarm Peti Jenazah PMI asal NTT
Mencari akar persoalan utama dan bagaimana mengatasinya agar bisa memitigasi bahkan mencegah mafia TPPO di NTT.
Oleh: Yosep P. Seran
Alumnus IFTK Ledalero, tinggal di Malaka
POS-KUPANG.COM - Tidak lagi mengherankan. Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah menjadi langganan peti jenazah Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural setiap tahun, bulan bahkan minggu.
Rentetan peti jenazah masuk ke NTT tak kan putus selagi mafia human trafficking (perdagangan orang) masih terus berkeliaran dan mendarahdaging di tanah Flobamorata.
Meskipun pemimpin terus bergantian setiap musim politik, tak mengurangi banjir peti jenazah yang kian terus berdatangan bagai wisatawan. Miris memang, tapi itulah realita saat ini.
Sejak lima tahun terkahir, kematian PMI asal NTT terus meningkat. Terhitung dari tahun 2020 sebanyak 87 jenazah, meningkat pada tahun 2021 menjadi 121 jenazah, tahun 2022 sebanyak 106 jenazah, 2023 sebanyak 151 jenazah, dan tahun 2024 sebanyak 125 jenazah.
Angka kematian PMI yang dipulangkan ke NTT tidak kurang dari 100 peti jenazah sejak empat tahun berturut-turut. Angka sebanyak itu sungguh menyayat hati serentak menjadi alarm keras bagi kepala daerah se-NTT.
Data dari Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) per Maret 2025 ini, sudah sebanyak 28 peti jenazah PMI non-prosedural yang dipulangkan ke NTT. Artinya, dalam sebulan mencapai 10 peti jenazah.
Maka dapat diprediksi dalam tahun 2025 bisa melonjak mencapai angka di atas 100 seperti empat tahun belakangan ini. Bayangkan betapa derasnya angka kematian PMI asal NTT. Siapa yang bertanggungjawab?
Peti jenazah yang dipulangkan ke Indonesia, terkhusus ke NTT hanya sekian persen dari jumlah PMI yang masih mengadu nasib di luar negeri.
Data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pada tahun 2024, tercatat sebanyak 4,9 juta PMI yang bekerja di luar negeri.
Tak kurang juga sebanyak 2.000 lebih PMI dipulangkan karena tidak sesuai prosedur atau ilegal. Dan sebanyak 2.345 peti jenazah yang dipulangkan ke Indonesia terhitung sejak tahun 2020 hingga 2023 lalu (Bdk. Siwi Nugraheni, Kompas, 11 Maret 2025).
Melawan Mafia Human Trafficking
Wajar jika publik menduga ada mafia besar perdagangan orang di NTT. Diduga ada jaringan kuat yang merangsek masuk hingga ke kampung-kampung.
Masyarakat di pelosok desa menjadi target sasaran para mafia. Mereka (warga) tertipu akibat rayuan gombal para mafia dengan diiming-imingi gaji, jaminan hidup yang menjanjikan, bahkan mengkultuskan agama sebagai instrumen untuk merekrut Tenaga Kerja Ilegal (TKI).
Belum lama ini, Harian Kompas (3 Maret 2025) menerbitkan berita terkait dugaan aparat terlibat dalam mafia perdagangan orang. Jika dugaan ini menguat maka tugas utama aparat dalam mengayomi masyarakat menjadi gelap.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.