Opini
Opini: Koperasi Harian, Siklus Utang yang Tak Berujung
Menurut data Kompas (2023), NTT memiliki 4.291 koperasi yang berperan penting dalam perekonomian masyarakat.
Akibatnya? Masyarakat bukan hanya menghadapi masalah keuangan, tetapi juga ketegangan sosial yang lebih besar.
Persoalan utang kerap menjadi pemicu konflik antarwarga, bahkan di dalam keluarga sendiri.
Regulasi dan Solusi: Mencegah, Bukan Mengobati
Fenomena ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan otoritas terkait.
Pengawasan terhadap koperasi harus diperketat agar mereka benar-benar beroperasi sesuai prinsip kesejahteraan anggota, bukan hanya mencari keuntungan semata.
Selain itu, literasi keuangan harus ditingkatkan. Masyarakat perlu memahami cara mengelola keuangan, risiko pinjaman berbunga tinggi, serta pentingnya menabung dan berinvestasi.
Robert Kiyosaki dalam bukunya Rich Dad Poor Dad (1997) menekankan bahwa “orang miskin bekerja untuk uang, sedangkan orang kaya membuat uang bekerja untuk mereka.”
Filosofi ini seharusnya menjadi pegangan bagi masyarakat agar lebih bijak dalam mengelola keuangan.
Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan antara lain sebagai berikut.
Pertama, edukasi keuangan di Sekolah dan Komunitas – Pemerintah perlu memasukkan literasi keuangan dalam kurikulum sekolah dan program edukasi masyarakat.
Kedua, penguatan Pengawasan Koperasi – Otoritas terkait harus memperketat regulasi dan memberikan sanksi bagi koperasi yang terbukti menerapkan bunga mencekik.
Ketiga, peningkatan akses ke Lembaga Keuangan Resmi – Bank dan lembaga keuangan resmi perlu lebih aktif dalam memberikan akses kredit dengan bunga terjangkau bagi masyarakat kecil.
Bijak dalam Berutang
Berutang bukanlah sesuatu yang tabu, tetapi harus dilakukan dengan perhitungan matang dantujuan yang jelas.
Koperasi harian seharusnya menjadi solusi, bukan jebakan yang memperburuk kondisi ekonomi masyarakat.
Masyarakat NTT harus lebih bijak dalam mengambil keputusan finansial. Edukasi dankesadaran kolektif menjadi kunci utama untuk memutus siklus utang yang tak berujung ini.
Dengan demikian, kesejahteraan yang diimpikan bisa terwujud tanpa harus mengorbankanmasa depan karena beban utang yang terus menumpuk. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.