Opini

Opini: Menitip Lembata

Pada sisi lain, konsistensi Geryl juga patut dipuji. Bila selama pilkada sempat ‘miring sedikit’, kini ia tunjukkan konsistensinya. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI
BUPATI LEMBATA - Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lembata P. Kanisius Tuaq dan Muhamad Nasir (Paket Tunas). 

Oleh: Robert Bala
Diploma Resolusi Konflik Asia Pasifik, Universidad Complutense de Madrid Spanyol. Kini tinggal di Jakarta.

POS-KUPANG.COM - Kabar pengunduran diri dr Geryl Huar Noning dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata cukup mengagetkan. 

Meskipun informasi resmi bahwa hal itu karena alasan kesehatan, pengunduran diri tepat saat kedantangan Bupati dan Wakil Bupati berkembang isu yang ‘sexy’ di tanah Lomblen.  

Bila isu politik (tekanan timses) sebagai alasan, benar, maka pengunduran diri ini menjadi alarm. Aneka masalah lain lebih besar akan silih ganti berdatangan kalau masalah awal ini tidak ditangani. 

Pada sisi lain, konsistensi Geryl juga patut dipuji. Bila selama pilkada sempat ‘miring sedikit’, kini ia tunjukkan konsistensinya. 

Tetapi apa seharusnya yang sedang terjadi? Jawaban atas pertanyaan ini tidak bisa dipisahkan dari geliat pilkada yang barusan lewat. 

Pilkada Lembata yang menghadirkan 6 paslon membuat kabupaten dengan 141 ribu penduduk ini jadi beda sendiri.  Ada 105.806 yang punya hak pilih. Pada akhirnya hanya 72.100 yang gunakan hak memilih. 

Itu berarti, paslon yang memperoleh 12 ribu suara sebenarnya sudah bisa berharap jadi pemimpin Lembata.  

Menarik bahwa ada empat paslon yang memperoleh itu dan mereka berada di persaingan yang sengit yang akhirnya memberikan kemenangan kepada Kanis-Nasir. 

Tetapi bila kita kaji lebih jauh pencapaian Kanis-Nasir yang memperoleh 19 ribu suara atau setara 25 persen suara, maka itu perolehan yang sangat minimal. Hasil yang diperoleh hampir terkejar oleh  Sunur-Witak (24 persen). 

Masih tidak terlalu jauh juga Thomas – Gans (17 persen) dan Jawa-Witak 16,7 persen).  

Itu berarti hanya 25 persen atau seperempat warga Lembata yang memilih Kanis-Nasir dan bagian terbesar 75 persen tidak memilih. 

Kenyataan seperti ini menyadarkan bahwa kemenangan harus diterima, tetapi menyadari kemenangan yang sipit-sipit, maka pola perlakuan terhadap yang tidak sejalan tentu harus dicari bentuknya. 

Lebih lagi, memimpin Lembata ke depan tidak bisa sendiri sambil membangun ‘permusuhan’ (balas dendam) yang dulu tidak sejalan. 

Secara manusiawi bisa diterima tetapi membiarkan balas dendam merasuki dinamika kepemimpinan, tentu tidak dianjurkan. 

Pada sisi lain, adanya 75 persen warga yang tidak memilih Kanis-Nasir bisa menggambarkan bahwa sangat mungkin orang terdekat (eselon II/para Kadis), tidak semuanya berada sejalan dengan Kanis saat pilkada. 

Hal ini bisa dirasa Kanis sebagai ‘kurang hati’ karena sebagai kawan tetapi para kadis saat itu hanya ‘melongo’ dari jauh.  

Tetapi pilihan seperti itu menjadi mungkin oleh banyaknya paslon. Meski sesuai aturan, ASN tidak boleh ikut berpolitik, tetapi namanya manusia, tentu ada serempet-serempet sedikit. 

Yang bagusnya, kalau ada yang ‘miring-miring’, mereka tidak hanya berada pada satu calon. Semuanya tersebar (kita andaikan). 

Bila hal ini diterima maka akan berdampak positif. Pimpinan SKPD yang bergabung dalam satu kekuatan kini memandang Kanis bukan sebagai pimpinan yang berjarak tetapi rekan sejawat yang sudah ‘baku-kenal’. 

Hal ini memungkinkan dibentuk kekompakan yang luar biasa dan menjadi modal besar dalam membangun Lembata. 

Selain itu kerja tulus dan ikhlas dan profesional akan sangat dihadirkan oleh tidak adanya tekanan apalagi mahar demi mengisi jabatan. Singkatnya sudah ‘baku-kenal’ hal mana menjadi model kekompakan yang tulus. 

Dilema Nelayan, Tani, Ternak

Lalu bila semua sudah kompak, apa yang akan dikerjakan? Tentu saja visi besar Kanis-Nasir: Nelayan, Tani, Ternak menjadi prioritas. Tetapi bagaimana mengeksekusinya di tengah aneka keterbatasan dan pemotongan? 

Pertama, memajukan Nelayan, Tani, Ternak sebagai leading sector adalah ide yang cemerlang. 

Semasa kampanye, saya ungkapkan kepada satu paslon bahwa bila tidak mengemas program dengan menarik maka Kanis-Tuaq akan menang dan terbukti. 

Selain itu cara bicara Nasir yang kenal medan saya kategorikan sebagai cawabup cerdas. Kini kemenangan Nelayan, Tani, Ternak sudah terbukti. 

Pada sisi ini maka ide tentang pertanian dan peternakan tidak butuh lagi waktu untuk mempelajari. Kanis sudah makan asam-garam. Ia langsung eksekusi. 

Namun untuk mencapainya, butuh proses. Pada sisi lain, agar berhasil maka alokasi pada tiga sektor ini perlu diberi prioritas sambil SKPD lain harus menerima dana seadanya. 

Prioritas seperti ini mestinya jadi kesadaran bahwa dengan dana kecil tidak bisa dibagi sama rata ke semua SKPD tetapi diberikan untuk beberapa prioritas utama seperti Nelayan, Tani, Ternak. 

Kedua, bila pertanian, kelautan, dan peternakan jadi leading sector, maka hal itu butuh waktu dan proses. Pada saat menanti ini, kehebatan Nasir dalam mengelola sektor perdagangan bisa memberi warna.  

Itu berarti BUMD perlu dikelola secara profesional untuk mengelah hasil komoditi masyarakat. 

Persoalannya, bagaimana Nasir bisa ‘memetakan dan mengeksekusi’ pembelian hasil bumi kalau dana yang dimiliki pemerintah ‘pas-pas’ saja setelah dana dipotong tidak sedikit? 

Persoalan ini mendorong adanya kerja sama dan mendorong pengusaha ‘Tionghoa’ untuk lebih menunjukkan komitmen pada tanah yang juga tempat lahir mereka.  

Ketiga, prioritas pada Nelayan, Tani, Ternak meski positif, tetapi sekaligus mengandung sisi negatif, khususnya bagi Tuaq. 

Kompetensi hebat dalam bidang ini sekaligus menjadi sisi lemah dirinya.  Selama menjadi ASN,  Kanis Tuaq hanya berada di lingkaran Nelayan, Tani, Ternak, dan minim pengalaman pada SKPD lain. 

Hal ini mesti menjadi keyakinan bahwa Kanis-Nasir butuh pimpinan SKPD yang ada dengan masa lalu mereka saat pilkada yang ‘kita sama-sama tahu’. Di sinilah kenyataan saling  membutuhkan. 

Di satu sisi, Pimpinan SKPD tentu perlu punya kerendahan hati karena pimpinan kini adalah teman yang dulu mungkin kita pandang sebelah mata. 

Dengan demikian membangun ulang kekompakan dan konsistensi untuk bekerja secara profesional akan sangat ditunggu. 

Pada sisi  lain kita bersyukur bahwa dengan ‘tahu-sama-tahu’, Kanis bukan orang baru lagi. Segala keunggulan dan lebih banyak kelemahannya kita tahu. 

Kita juga harus tahu bahwa Kanis dari dulu ‘botak’ sebagai ekspresi tampil ‘apa adanya’ tanpa perlu ditutupi oleh rambut apalagi sekadar pakai rambut palsu.  

Ini tanda ketulusan dan kita yakin, kita titip Lembata ini ke Kanis-Nasir  bekerja untuk 10 tahun atau 2 periode. 

Tetapi langkah 1.000 harus dimulai dari langkah pertama dan itu harus ditunjukkan Kanis-Nasir sekarang, kini, dan di sini. (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved