Perawat di Ende Jadi Tersangka
Oknum Nakes RSUD Ende jadi Tersangka Dugaan Pelecahan, Kuasa Hukum Tempuh Pra Peradilan
Meski menghormati proses hukum tetapi OC Prambasa juga memberikan catatan bahwa harus tunduk pada aturan dan prosedur hukum.

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Albert Aquinaldo
POS-KUPANG.COM, MBAY - Oknum perawat anastesi RSUD Ende, terlapor kasus dugaan pelecehan terhadap pasien di ruang pemulihan beberapa waktu lalu kini telah ditetapkan menjadi tersangka.
Kasus ini sempat menghebohkan masyarakat Kabupaten Ende tersebut.
Namun, penetapan tersangka terhadap terlapor kasus tersebut menyisakan tanda tanya bagi kuasa hukum terlapor, O.L. Prambasa.
"Beliau (red: terlapor) ditetapkan sebagai tersangka, jadi penetapan tersangka inikan dasarnya harus berdasarkan dua alat bukti tapi bagi kami, kami belum temukan bukti itu jadi sementara diskusi dengan keluarga, mungkin ada langkah hukum yang akan kami tempuh untuk membuktikan tahapan proses itu sampai pada penetapan tersangka," terang O.L Prambasa Sabtu (1/3/2025).
Ditegaskan pengacara yang akrab disapa OC Prambasa ini, hingga saat ini dirinya selaku kuasa hukum belum menemukan bukti yang memadai penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan pasien di ruang pemulihan RSUD Ende beberapa waktu lalu ini.
Baca juga: BREAKING NEWS: Dugaan Pelecehan di RSUD Ende, Polisi Tetapkan Oknum Perawat Anastesi jadi Tersangka
Secara hirarki pembuktian perkara pidana yang sedang ia tangani, jelas OC Prambasa, keterangan saksi menjadi bukti primer maka berdasarkan UU disebutkan satu saksi bukanlah saksi.
"Berarti harus dua saksi, dari dua saksi dia menjadi satu alat bukti yaitu alat bukti keterangan saksi, sesuai dengan pemberitaan dan keterangan dari klien kami bahwa yang ada dalam ruang pemulihan itu hanya beliau (red: terlapor) dan yang diduga korban berarti kalaupun benar terjadi, baru satu saksi yakni saksi korban artinya dia dalam kapasitas sebagai saksi, harusnya ada saksi lain yang mendengar dan melihat dan sejauh ini kami belum temukan karena sejauh ini keterangan yang kami dapat dari perawat yang ada saat itu," jelas OC Prambasa.
Berdasarkan keterangan tenaga kesehatan yang bertugas pada saat itu di ruang pemulihan kepada OC Prambasa, limit waktu antara pencucian alat dan menghubungi ruangan perawatan tidak sampai lima menit.
Dikatakan OC Prambasa, kliennya juga diberikan hak hukum terhadap seluruh tahapan proses.
"Jadi beliau bisa ambil langkah pra peradilan beliau juga mengambil lapor pencemaran nama baik, tapi ini kita kaji dulu, ingat, orang ini sampai pada ruang bedah, sampai ruang pemulihan dan diduga terjadi peristiwa itu, itu ada kesepakatan keluarga dan itu terjadi pada saat perawatan di UGD, lalu klien kami ini diberi wewenang oleh aturan, SOPnya itu untuk melakukan tindakan menyelamatkan nyawa pasien, itu yang mau kita lihat, kalau langkah hukum pasti kita ambil," tegas OC Prambasa.
Diungkapkan OC Prambasa, berdasarkan keterangan kliennya selaku terlapor dalam kasus ini, saat itu ada dua tenaga kesehatan yang membantu jalannya operasi hingga di ruang pemulihan pasien atas nama N yakni dua perawat perempuan dan satu perawat laki-laki (terlapor)
Mereka (red: tiga nakes), kata dia, saat itu membagi tugas masing-masing yakni mencuci alat dan berkomunikasi dengan ruang perawatan lanjutan serta menjaga di ruang pemulihan.
Lanjut OC, pada saat pemeriksaan di Mapolres Ende, pasien yang diduga mendapatkan pelecehan tidak mengetahui secara pasti ketiga perawat yang berada di ruang operasi hingga ruang pemulihan.
"Makanya kemarin pasiennya tidak tahu siapa sih perawat yang ada pada saat itu, lalu secara diam-diam klien kami ini diambil gambarnya, ditunjukkan kepada terduga korban lalu ada pernyataan seolah-olah bahwa pasti ini dia kan, lalu terduga korban katakan oh iya saya ingat, makanya pasal yang disangkakan ke kami itu pasal yang dalam keadaan tidak sadar, pertanyaan hukumnya adalah apakah dia pastikan apakah kami yang melalukan?," tegas OC Prambasa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.