Opini
Opini: Merayakan Bahasa Ibu Internasional
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki beragam suku bahasa.
Oleh: Ridwan Mahendra
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di Surakarta. Tinggal di Kedungan, Pedan, Klaten, Jawa Tengah
POS-KUPANG.COM - Bulan Februari merupakan bulan yang sangat spesial bagi kalangan akademikus, khususnya pemerhati bahasa, pegiat bahasa, serta orang-orang yang memfokuskan pada hal-hal kebahasaan.
Bulan yang sangat dinantikan dengan datangnya Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari setiap tahun.
Hari Bahasa Ibu Internasional mungkin terdengar asing bagi khalayak umum dibandingkan dengan hari besar nasional seperti Hari Sumpah Pemuda, Hari Pendidikan Nasional, Hari Kartini, dan hari besar lainnya.
Merujuk laman UNESCO, keberagaman budaya dan bahasa menjadi sesuatu yang esensial. Maka dari itu, diperlukan pemertahanan terhadap bahasa ibu, di antaranya melalui penggunaan bahasa sehari-hari.
Di Indonesia, bahasa daerah menjadi bahasa ibu mayoritas masyarakatnya. Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kemendikbud, mengidentifikasi dan memvalidasi terdapat 718 bahasa daerah ( tidak termasuk dialek dan subdialek) dari 2.560 daerah pengamatan.
Pengidentifikasian dan pemvalidasian dalam memetakan bahasa di Indonesia tersebut dilakukan sejak tahun 1991 sampai dengan 2019.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki beragam suku bahasa.
Hal tersebut pula yang menjadikan penduduk bangsa ini menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu dalam berkomunikasi di dalam kehidupan sehari-hari.
Keragaman bahasa membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memiliki bahasa daerah terbanyak kedua di dunia.
Terancam Punah
Hasil penelitian vitalitas bahasa yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) dalam rentang tahun 2011-2019 menunjukkan delapan bahasa daerah di Indonesia telah punah.
Selain itu, terdapat 5 bahasa dalam keadaan kritis, 24 bahasa terancam punah, 12 bahasa dalam kondisi rentan, dan 21 bahasa berstatus aman.
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya semakin seseorang menjalani lingkup sosialnya, bahasa yang diperolehnya pun semakin luas, tak terkecuali dengan pemerolehan bahasa asing.
Semakin banyak pemerolehan bahasa tersebut, tentunya memiliki dampak yang positif dan negatif.
Dampak positif yang diperoleh di antaranya seseorang dapat menguasai wawasan bahasa asing, tetapi memiliki dampak negatif apabila seseorang mulai melupakan Bahasa pertamanya, yakni bahasa ibu.
Punahnya sebuah bahasa ibu utamanya disebabkan oleh faktor sikap pemilik bahasa itu sendiri dan respons dari penerima bahasa.
Bahasa ibu atau pemilik bahasa tidak meneruskan bahasa pertamanya terhadap masyarakat dan anak-anaknya, sehingga bahasa ibu tergerus oleh masuknya pengaruh bahasa asing.
Pemilik bahasa lebih memilih mengutamakan padanan bahasa asing ketimbang dengan bahasa ibu.
Dapat kita jumpai di berbagai tempat bahwa generasi penerus lebih memprioritaskan bahasa asing yang dapat kita dengar yang ditandai dengan kata scan, healing, refreshing, coffee, break, save, screenshot, barcode, on the way, dan sebagainya.
UNESCO menggolongkan tingkat keadaan bahasa berdasarkan penilaian daya hidup bahasa. Di mana salah satu tingkatan tersebut adalah punah yang dikategorikan sebagai bahasa yang sudah tidak ada penuturnya.
Rakyat Indonesia harus selalu mengingat bahwa untuk menjalankan Amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dengan Pasal 42 Ayat 1 yang menegaskan bahwa peran pemerintah dalam pelestarian bahasa daerah agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Bahasa ibu akan memengaruhi karakter generasi penerus dan pelestari budaya nenek moyang.
Apabila seseorang menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, atau bahasa daerah lainnya dalam pemerolehan bahasa pertamanya, maka lebih baik menggunakan bahasa daerah tersebut sebagai alat komunikasi sehari-hari dengan lingkup sosialnya.
Menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu dalam komunikasi sehari-hari, selain lebih menghormati, penggunaan bahasa daerah di lingkup masyarakat merupakan cara efektif dalam pelestarian bahasa ibu.
Selain penggunaan bahasa daerah dalam melestarikan bahasa ibu, nampaknya
generasi zaman now mulai meninggalkan pertunjukkan budaya.
Jika ditelisik lebih jauh, pertunjukkan budaya memiliki sarat makna dan umumnya menggunakan bahasa daerah masing-masing dalam menjaga kelestarian bahasa ibu.
Sebagai contoh pertunjukkan budaya tersebut di antaranya Wayang Kulit dari Jawa Tengah, Randai dari Minangkabau, dan Tari Kecak dari Bali.
Selain itu, mendengarkan lagu-lagu daerah juga tak kalah pentingnya dalam melestarikan bahasa ibu. Selamat Merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional! (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.