Opini
Opini: Orang-Orang Gila Tekonologi
Di zaman ini, bukan lagi cogito ergo sum melainkan premo ergo sum (saya klik maka saya ada). Kehadiran kita ada sejauh kita meng-klik..
Contoh dari hal ini adalah tersebarnya pesan berantai di WA yang mengatakan bahwa Rumah Sakit Mamami Kupang telah penuh dengan pasien yang terinfeksi virus HMPV yang gejalanya hampir sama dengan virus corona.
Berita ini tersebar begitu cepat bahkan sampai ke kampung saya yang membuat mereka mulai merasa gelisah dan takut.
Beruntung bahwa pihak Rumah Sakit cepat mengklarifikasi hal tersebut sehingga banyak orang tidak termakan hoaks. Kehilangan etika bermedia sosial membuat orang kurang menghargai privasi individu yang lain.
Orang dengan bebas mengambil gambar orang lain atau dengan diam-diam mengambil video orang lain lalu memposting di akun media sosialnya.
Bahkan yang lebih parah dari ketiadaan etika bermedia sosial adalah over sharing dan toxic positivity.
Mereka yang masuk dalam golongan ini adalah orang-orang yang hampir semua aspek pribadinya diunggah di media sosial tanpa melakukan pertimbangan.
Contoh nyata dari hal ini bisa kita lihat dalam live-live Tiktok atau pengguna Fb pro. Hanya untuk mendapatkan uang dari Tiktok atau dari meta banyak orang tidak lagi menjaga privasi mereka sendiri bahkan privasi orang lain.
Misalnya ada orang yang kecelakaan lalu lintas dan mengalami luka parah, ada orang yang cenderung tidak peduli untuk membantu tetapi malah memvideokan kejadian untuk lalu dijadikan sebagai konten.
Atau hal lain misalnya saya masuk ke sebuah restoran dan memesan makanan dan minuman. Sebelum saya makan dan minum terlebih dahulu saya mengambil gambar lalu memuatnya di media sosial.
Saya lalu melihat keberadaan saya di restoran itu bukan untuk memenuhi keinginan saya sebagai orang yang sedang lapar.
Akan tetapi lebih kepada keinginan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa saya sedang berada di sebuah restoran dan memesan makanan dan minuman yang mahal.
Ini adalah sebuah kegilaan yang dianggap waras oleh menusia-manusia sekarang. Menghadapi “kegilaan” manusia kontemporer terhadap teknologi, baiklah jika kita berusaha agar diri kita tidak terjebak dalam zona nyaman teknologi.
Menghadapi bahaya hilangnya sikap berpikir kritis, hendaknya kita berjuang untuk membaca buku dan mengasah intelektual kita agar kita tidak kelihatan “bodoh” di hadapan teknologi.
Perlu adanya keutamaan dalam diri untuk berinteraksi di media sosial dan berusaha untuk membatasi diri dalam menggunakan HP.
Juga masih banyak cara lain yang dapat membantu kita agar kita tidak disebut sebagai orang-orang “gila” teknologi melainkan disebut orang-orang waras teknologi. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.