NTT Terkini

Jaringan Keuskupan Agung Ende NTT Tolak Pembangunan Geothermal 

Para imam telah sepakat mendukung seruan itu. Hal itu menjadi panggilan korban, dampak dari proyek tersebut. 

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
zoom-inlihat foto Jaringan Keuskupan Agung Ende NTT Tolak Pembangunan Geothermal 
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI 
SCREENSHOT diskusi jaringan Keuskupan Agung Ende saat berdiskusi menolak pembangunan geothermal di wilayah KAE. 

"Tapi tahap II ini juga kami hanya menyaksikan saja bahwa lahan warga kami diserahkan," kata dia.

Dia mengatakan, saat survei lahan pemerintah desa tidak dimintai pendapat. Justru pengembang langsung meminta itu ke pemilik warga setempat.

Mereka melibatkan warga lokal lainnya sebagai upaya memengaruhi warga lainnya sebagai pemilik lahan. Hampir beberapa desa sekitar desa Woga kini dikuasai investor.

Meski ada ganti untung, masyarakat masih belum khawatir dengan dampak yang ada timbul. Padahal sudah ada pengalaman pahit akibat kegagalan pengeboran di tahap pertama.

Ida mengatakan, ia sampai saat ini hanya ingin agar dampak buruk dari geothermal tidak terjadi di wilayahnya. Dia khawatir warganya terkena dampak lebih parah seperti di daerah-daerah lainnya. 

"Tolong supaya masyarakat saya jangan dirugikan," kata dia 

Dia mengatakan, warga yang tanahnya di bayar investor akan berpihak ke pengembang, sebaliknya mereka yang tidak dibayar melakukan protes.

Masyarakat masih berkutat dengan polemik siapa yang mendapat ganti untung. Diskusi lainnya mengenai dampak lainnya justru tidak ada.

Selama 20 tahun pasca titik pertama di bor, memang ada keluhan. Masyarakat mengeluh kalau atap rumah cepat berkarat. Disamping ada persoalan lain terutama menyangkut air bersih yang kerap terkontaminasi. 

Felix Baghi mengatakan ia memdapat dokumen AMDAL mengenai geothermaldi Mataloko, Kabupaten Ngada. Dokumen tebal itu dia melihat belum ada keterlibatan masyarakat secara penuh.

"Setelah saya baca kelihatan mereka ingin memenuhi syarat untuk perusahaan besar," kata dia.

Pater Felix mengatakan AMDAL itu sebagai syarat dalam panduan agar proyek itu sesuai dengan analisis dampak lingkungan. Dokumen AMDAL yang dia peroleh adalah dokumen pada tahun 2021. 

Dalam dokumen AMDAL tahun 2021 juga terlihat ada pelelangan termin kedua dalam item proyek yang sama. Padahal sebelumnya belum studi lingkungan yang berjalan.

Dalam dokumen itu juga terlihat bahwa kajian publik justru hanya dihadiri tidak lebih dari 50 orang. Dokumen AMDAL juga memuat 9 poin sebagai jalur proyek itu terlaksana sesuai dengan ketentuan.

Wili Leba mendorong agar pembangunan kesadaran ke masyarakat terdampak. Wili juga berbicara mengenai langkah jaringan selanjutnya. 

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved