Opini
Opini: Jokowi Antara Korup dan Korupsi
Itulah iklan tentang kesederhanaan yang (saya kira) dipertahankan sampai lengser dari kursi presiden.
Ada korupsi ilegal berupa tindakan mengacaukan peraturan atau regulasi hukum tertentu.
Selain itu ada mecernary corruption berupa jenis korupsi yang digunakan untuk mencapai keuntungan pribadi (seperti tentara bayaran).
Pada akhirnya ada korupsi igeologis yakni korupsi yang dilaukuan karena kepentingan kelompok akibat dari komitmen ideologis tertentu.
Bukan Koruptor
Berpijak dari pengertian di atas maka pertanyaan paling menarik adalah apakah Joko Widodo melakukan korupsi atau tak terbantahkan bahwa secara etis ia memenuhi sifat korup dalam berbagai keputusan saat menjadi Presiden ke-7 RI?
Pertama, sejak awal ketika masih menjadi Wali Kota Solo, Jokowi sudah identik dengan kesederhanaan.
Hal itu kemudian kian diperkuat dengan aneka postingan yang membuat publik terenyuh. Lihat saja kalau ada foto Iriana Joko Widodo naik pesawat dan duduk di kursi ekonomi, atau melihat Gibran yang hanya mau jualan markobar dan (katanya) tidak mau ambil pusing dengan jabatan ayahnya sebagai presiden.
Hal itu belum cukup kalau Kahiyang Ayu, putri Jokowi ikut test PNS dan tidak lolos atau Kaesang yang berbangga bahwa ia satu-satunya dalam keluarga yang tidak menjadi politisi dan malah menyenangkan karena dengan demikian dia bisa menguasai bisnis keluarga.
Semuanya adalah sedikit contoh yang bisa membuktikan bahwa Joko Widodo bukan seorang koruptor yang melakukan korupsi demi memperkaya diri secara ekonomis. Memang ada hal yang masih menjadi tanda tanya seperti Blok Medan (Tempo.co, 27/10/24).
Ekspor nikel ke China, pembelian saham oleh Kaesang (Kompas.com 14/1/2022), dan ekspor ilegal biji nikel ke Cina sebanyak 5,3 juta ton 2020-2022 (Tempo.co 2/7/2023), tetapi minimal secara kasat mata tidak terbukti bahwa Joko Widodo menjadi tokoh koruptor.
Kedua, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) bukanlah institusi hukum yang kompeten mengklasifikasi seseorang termasuk koruptor atau tidak.
Ia juga (barangkali) tidak punya investigasi yang kuat untuk mendukung klasifikasi. Yang jadi pertanyaan, dari mana dan dari hal apa OCCRP (bisa berani) menempatkan Jokowi sebagai nominator tokoh dunia terkorup?
Dari nominasi ini sudah terlihat bahwa Jokowi tidak dinilai melakukan korupsi tetapi sebagai tokoh terkorup. Itu berarti yang dijadikan acuan bukan korupsi tetapi korup.
Bila dipahami dalam konteks ini maka ia mengingatkan kita akan pengertian korup yang lebih fokus pada tindakan tidak jujur dan tidak etis yang dilakukan demi menguntungkan diri atau kelaurga. Dengan demikian hukumannya pun bersifat etis.
Contoh akan hal ini bisa terlihat dalam keputusan MKMK no 2 Tahun 2023 yang menegaskan bahwa Anwar Usman (Ketua MK) dianggap telah melakukan pelanggaran etik berat melalui keputusan MK No 90 Tahun 2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.