Opini
Opini: Robohnya Surau Kami
Novel ini menggambarkan kehidupan masyarakat Minangkabau dan masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh karakter-karakternya.
Oleh: Br. Pio Hayon, SVD
Dosen STPM Santa Ursula Ende, Flores - NTT
POS-KUPANG.COM - Dalam novel Robohnya Surau Kami karya Ali Akbar Navis, kita dihadapkan pada gambaran yang kuat tentang bagaimana nilai-nilai moral dan spiritual dapat runtuh dalam menghadapi berbagai kepentingan.
Karya ini tidak hanya menggambarkan krisis identitas masyarakat, tetapi juga memberikan lensa untuk memahami dinamika politik yang terjadi, termasuk pergolakan dalam tubuh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saat ini.
Karakteristik Robohnya Surau Kami
Robohnya Surau Kami adalah novel karya Ali Akbar Navis yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1950.
Novel ini menggambarkan kehidupan masyarakat Minangkabau dan masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh karakter-karakternya.
Cerita ini berfokus pada sebuah surau yang menjadi simbol spiritual dan sosial bagi komunitas, namun mengalami keruntuhan akibat berbagai konflik dan kepentingan.
Novel ini menggambarkan bagaimana nilai-nilai moral dan spiritual dapat runtuh akibat intrik dan kepentingan individu.
Surau, yang seharusnya menjadi tempat suci, menjadi simbol dari hilangnya integritas.
Hal ini mencerminkan kondisi masyarakat yang dilanda konflik dan ketidakpastian.
Karakter-karakter dalam novel menghadapi dilema antara mempertahankan tradisi dan menghadapi modernitas.
Ini menggambarkan bagaimana perubahan zaman dapat mempengaruhi identitas masyarakat dan nilai-nilai yang mereka anut.
Dalam novel, konflik sering kali muncul dari kepentingan pribadi yang mengalahkan kepentingan kolektif.
Ini memberikan kritik terhadap individu yang lebih mementingkan ambisi pribadi tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi komunitas.
Dalam konteks ini, Ali Akbar Navis mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana kebijakan yang diambil oleh pemimpin dapat berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan dapat menyebabkan keruntuhan nilai-nilai sosial.
Relasi Sosial Politik ala A.A Navis
Novel Robohnya Surau Kami tidak hanya sebuah karya sastra, tetapi juga cermin dari dinamika sosial dan politik dalam masyarakat.
Dengan menggambarkan keruntuhan surau sebagai simbol dari hilangnya nilai-nilai, novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya integritas, kepemimpinan, dan partisipasi aktif dalam menjaga stabilitas dan moralitas dalam politik.
Pertama: Integritas Partai Politik: Seperti halnya surau yang runtuh, partai politik yang kehilangan integritas dan kepercayaan publik akan mengalami krisis. Ketika kepentingan individu mengalahkan kepentingan partai dan rakyat, kepercayaan masyarakat akan hilang.
Kedua: Kepemimpinan yang Visioner: Novel ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang tidak efektif dapat menyebabkan keruntuhan.
Dalam politik, pemimpin yang tidak mampu menginspirasi dan menjaga nilai-nilai partai berisiko merugikan stabilitas dan keberlanjutan politik.
Ketiga: Partisipasi Masyarakat: Keterlibatan masyarakat dalam proses politik sangat penting. Novel ini menggambarkan bahwa masyarakat yang tidak memiliki kesadaran sosial akan terjebak dalam konflik dan ketidakpastian.
Empat: Krisis Identitas Politik: Seperti karakter dalam novel, partai politik juga dapat menghadapi krisis identitas ketika mereka tidak lagi mencerminkan aspirasi dan nilai-nilai konstituen mereka.
Pergolakan Politik Internal PDIP
PDIP merupakan salah satu partai politik terbesar di Indonesia, yangmemiliki sejarah panjang dalam perpolitikan tanah air. Sebagai partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, PDIP pernah mengalami masa kejayaan, khususnya dalam pemilu.
Seiring dengan berkembangnya waktu, PDIP, yang merupakan salah satu partai politik terbesar di Indonesia, mengalami berbagai pergolakan internal yang mencolok.
Persaingan kekuasaan di dalam partai, konflik kepentingan, dan ketidakpastian visi politik menjadi isu yang mengemuka.
Ketegangan ini memunculkan pertanyaan: Apakah partai ini masih mampu mewakili aspirasi rakyat, ataukah justru terjebak dalam intrik politik yang merugikan? Ada apa sebenarnya?
Ada beberapa poin penting yang bisa terbaca dalam pergolakan saat ini: pertama: Krisis Kepemimpinan: Dalam beberapa tahun terakhir, ada tuntutan untuk regenerasi kepemimpinan.
Sekitar 40 persen kader merasa perlu adanya pemimpin baru yang lebih responsif terhadap dinamika politik.
Survei menunjukkan 30 persen anggota merasa tidak puas dengan arah dan kebijakan partai, terutama dalam hal transparansi pengambilan keputusan.
Kedua, Persaingan internal: Dalam Pemilu 2019, terjadi persaingan sengit di antara calon legislatif (caleg) PDIP, yang terkadang berujung pada saling menjatuhkan untuk meraih kursi.
Terjadi pembentukan faksi-faksi dalam partai yang memiliki kepentingan politik berbeda, menciptakan ketegangan.
Ketiga, Isu korupsi: Beberapa anggota DPR dari PDIP terlibat dalam kasus korupsi, yang mengakibatkan kerugian reputasi bagi partai.
Laporan KPK menunjukkan 5 anggota terjerat kasus dalam periode 2018-2022. Isu korupsi ini merusak citra partai dan menambah ketidakpuasan di kalangan kader yang mengutamakan integritas.
Pergolakan internal PDIP mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh partai dalam menjaga kesatuan, integritas, dan relevansi di tengah dinamika politik yang berubah.
Upaya untuk mendengarkan aspirasi anggota dan masyarakat, serta reformasi kepemimpinan yang responsif, sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan kepercayaan publik terhadap partai.
Krisis internal PDIP ini tidak hanya berdampak pada partai itu sendiri, tetapi juga pada peta politik Indonesia secara keseluruhan.
Ketika partai besar kehilangan arah dan tujuan, maka stabilitas politik akan terganggu.
Ini dapat menciptakan kekosongan kepemimpinan dan memberi ruang bagi munculnya tokoh alternatif yang tidak selalu memiliki komitmen terhadap demokrasi dan nilai-nilai luhur.
Masyarakat semakin skeptis terhadap politikus dan partai politik. Ketika PDIP, sebagai partai yang mengklaim mewakili suara rakyat, menunjukkan ketidakpastian, maka kepercayaan publik akan semakin menurun.
Hal ini bisa berujung pada apatisme atau bahkan antipati terhadap politik. Pergolakan dalam PDIP juga dapat memperburuk polarisasi di masyarakat.
Ketika partai-parai politik bersaing dengan cara yang tidak sehat, maka akan ada kecenderungan untuk memecah belah masyarakat berdasarkan identitas politik, yang berpotensi menyebabkan konflik sosial.
Ketidakpuasan terhadap partai besar dapat membuat masyarakat mencari alternatif yang lebih ekstrem. Ini bisa mengarah pada munculnya gerakan populis atau bahkan otoriterisme yang mengancam demokrasi yang sudah dibangun dengan susah payah.
Harapan Akan Kebangkitan
Namun, seperti halnya dalam kisah-kisah yang memberikan harapan meskipun dalam ketidakpastian, ada peluang untuk PDIP dan politik Indonesia secara keseluruhan untuk bangkit.
Dengan kembali pada nilai-nilai dasar yang menyatukan, seperti kejujuran, integritas, dan komitmen terhadap rakyat, PDIP dapat memulihkan kepercayaan publik.
PDIP perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap struktur dan kepemimpinannya. Mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dapat menjadi langkah awal untuk membangun kembali kepercayaan.
Membangun komunikasi yang lebih baik dengan rakyat dan mendengarkan aspirasi mereka adalah kunci.
PDIP harus berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat, bukan sebagai entitas yang terpisah.
Mengembalikan fokus pada cita-cita perjuangan partai dan menghindari pragmatisme yang berlebihan dapat membantu PDIP menemukan kembali ruhnya.
Sebagaimana surau yang harus dijaga keasliannya, partai pun harus menjaga idealismenya.
Runtuhnya Surau Kami mengingatkan kita akan pentingnya integritas dan moral dalam segala aspek kehidupan, termasuk politik. Pergolakan dalam tubuh PDIP mencerminkan tantangan yang dihadapi tidak hanya oleh partai itu sendiri tetapi juga oleh demokrasi Indonesia.
Dengan mengingat pelajaran dari novel tersebut, kita berharap bahwa partai politik di Indonesia, termasuk PDIP, dapat bangkit dari keterpurukan dan kembali berfungsi sebagai kekuatan yang positif bagi masyarakat.
Hanya dengan cara ini, harapan untuk masa depan politik Indonesia yang lebih baik dapat diwujudkan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.