Liputan Khusus

Lipsus - Melki Akui Pilkada Mahal

Emanuel Melkiades Laka Lena menilai, Indonesia bisa belajar dari negara tetangga yang sudah menerapkan sistem Pemilihan Kepala Daerah

Editor: Ryan Nong
KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA
Gubernur NTT terpilih sekaligus politisi Partai Golkar, Emanuel Melkiades Laka Lena usai acara HUT ke-10 Partai Perindo di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (14/12) malam. 

Karenanya, dia menyarankan agar seluruh pemangku kepentingan dilibatkan dalam pembahasan terkait perubahan sistem pemilihan.

"Maka kalau sekarang muncul pikiran lain sebaiknya undang pemangku kepentingan. Ojo kesusu," ucap Ganjar.

Menurut Ganjar, apapun sistem yang dipilih, efektivitasnya sangat bergantung pada integritas pemangku kepentingan dan penegakan aturan.

"Mau sistem apapun yang akan dipakai kalau masing-masing dari pemangku kepentingan tidak mau ikut aturan atau penegak aturannya lemah, maka hasilnya akan buruk," ucap mantan Gubernur Jawa Tengah itu.

Ganjar mengungkapkan, hingga saat ini belum ada pembahasan terkait isu tersebut di internal PDIP. "Belum ada pembicaraan di internal kami. Tentu PDIP tidak reaktif. Maka saya mengingatkan," tegasnya.

Sementara Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Pemenangan Pemilu Deddy Sitorus menegaskan, partainya tetap menginginkan pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.

Dia menilai, wacana yang diucapkan Presiden Prabowo terkait pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan mengambil hak rakyat untuk secara langsung menentukan pemimpin daerahnya.

"Pada prinsip yang kami tetap ingin pemilu langsung dan kedaulatan rakyat di tangan rakyat, one man, one vote," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (13/12).

Deddy mengatakan, alasan pilkada berbiaya mahal juga tak bisa dibenarkan sepenuhnya. Ia menilai, pilkada berbiaya mahal dikarenakan elite politik yang memiliki uang ingin jalan pintas memperoleh elektoral yang kuat. "Jadi jangan hanya menyalahkan rakyat biaya mahal, karena yang menyatukan uang itu kan memang dari elite politik sendiri," ucapnya.

Namun Deddy menegaskan, sikap resmi PDI-P akan dikeluarkan setelah penyusunan draf revisi Undang-Undang Pilkada mulai dibahas di parlemen.

Politikus Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyatakan, wacana untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat DPRD sudah lama menjadi pembahasan. Wacana-wacana terkait mekanisme pemilihan kepala daerah akan terus bergulir hingga mendapatkan formula terbaik.

“Ya, wacana terkait pemilihan gubernur dipilih oleh DPRD itu sudah lama ya. Jadi, kita dalam sejarah bangsa ini pernah pemimpin daerah itu ditunjuk oleh Presiden, pernah dipilih oleh DPRD, dan pernah langsung juga dipilih oleh rakyat seperti sekarang,” ujar Riza di Jakarta International Expo, Sabtu (14/12).

Wakil Menteri Desa ini menyebutkan, pilkada secara langsung oleh rakyat membutuhkan biaya yang besar. Baca juga: Respons Pramono Anung-Rano Karno soal Evaluasi Sistem Pilkada Padahal, menurut Riza, ada kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi seperti pendidikan, kesehatan, infrastuktur, dan pangan.  

"Anggaran Pilkada itu luar biasa besar, dan jika dialihkan untuk kepentingan lain, manfaatnya akan dirasakan langsung oleh rakyat,” kata mantan wakil gubernur Jakarta ini. 

Komisi II DPR RI Sepakat

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved