Opini
Mengenang Setahun Wafatnya Doni Monardo
Doni Monardo adalah senior sekaligus komandan Maruli di Kopassus. Doni dirawat intensif sejak September 2023 di Rumah Sakit Siloam, Jakarta Pusat.
“Bangun Bang!”
Singkat cerita, Jumat sore itu sekitar pukul 17.30 ajudan Kasad menelepon, “Izin, Bapak menuju rumah sakit.”
Sedangkan, posisi saya sore itu balik dulu ganti baju di rumah. Perlu 40 menit perjalanan ke rumah sakit dalam kondisi macet.
Rupanya, sang ajudan menelepon sambil mengaktifkan speaker HP-nya, sehingga Jenderal Maruli dengar. Saya pun segera bergegas kembali ke rumah sakit.
Sore itu, Jakarta diguyur hujan. Kemacetan di sepanjang Jalan Pangeran Antasari pun menggila. Dari ujung telepon saya mendengar kelakar Maruli, “Tunggu di situ, biar dijemput pakai voorijder.”
Saya pastikan, voorijder pun akan terseok-seok menyibak kemacetan. Karenanya, saya menyampaikan usul, “Lebih cepat kalau saya naik ojek motor. Sekarang juga saya meluncur.”
Abang ojek sigap menerobos kemacetan di tengah guyuran hujan, membawa saya ke lobby RS Siloam Semanggi, yang berjarak sekitar 7 kilometer dari posisi rumah saya.
Sekitar pukul 18.00 Maruli tiba di lobby rumah sakit. Saya menghambur masuk gerbang rumah sakit. Untung terkejar, menemaninya menuju lantai 29, lantai tempat Doni Monardo dirawat di RS Siloam.
Maruli mengenakan pakaian dinas militer dengan pangkat empat bintang.
Kurang dari tiga menit Maruli berada di ruang rawat Doni Monardo. Sejenak, saya melihat pintu terbuka dan ia tampak bergegas keluar ruang ICU. Saya mendekat, “Kenapa brader?”
“Duh… nggak kuat aku…. Mau nangis…..” ujar Maruli sambil melepas maskernya.
Berkata begitu sambil ia mengilas balik suasana di ruang ICU. Maruli menyaksikan tubuh Doni tergolek. Semua perlengkapan medis ICU menempel di tubuhnya.
Dari luar dinding kaca, saya menyaksikan Maruli memberi hormat militer, lalu berkata merajuk kepada Doni, “Bang…. Bangun bang! Lihat, anak buahmu sekarang sudah bintang empat. Bangun bang!!!....Komandooo !!!” Lalu hening.
Setelah itu, Maruli tak kuasa lagi menahan luapan emosi. Ia tak mau tangisnya pecah di hadapan abang komandan yang begitu ia hormati. Karena itulah ia bergegas lari keluar….
Saya bisa merasakan apa yang dirasakan Maruli. Pikirku, kami harus segera bergeser. Saya mengajaknya mencari secangkir kopi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.