Opini

Opini: Empat Matra Keutamaan Kristus

Keempat, keutaman di masa depan. Kristus adalah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.

|
Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/HO
Pdt. Eben Nuban Timo. 

Hendrik Berkof, teolog Protestan asal Belanda dalam bukunya berjudul Kristus dan Kuasa-Kuasa menggambarkan kuasa-kuasa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga manusia sebagai berfungsi menjadi wali Kristus. 

Mereka diadakan untuk menjaga ketertiban, mengatur keselarasan dan harmoni selama Kristus belum menyatakan diri secara final dan definitif.

Semua kekuasaan dunia adalah seumpama tanggul-tanggul yang menjaga agar bencana tidak menghacurkan dan mencelakakan manusia, sampai kedatangan kembali Yesus.

Kalau Kristus menjadi rujukan pelaksanaan kuasa dan otoritas, maka pantanglah kuasa dipakai untuk menindas, mengintimidasi, memeras, memperkaya diri dan mengumpulkan popularitas pribadi atau kelompok. 

Kosuke Koyama, teologi Protestan asal Jepang yang menulis buku berjudul Tidak Ada Gagang Pada Salib menyebut hal yang sangat menarik mengenai profil pelaksanaan kuasa oleh Kristus. 

“Kristus adalah manusia pusat, yang selalu memilih bergerak ke pinggiran dan menjadi manusia pinggiran.”

Maria adalah yang pertama menyanyikan nilai ini, segera setelah Malaikat Gabriel memberitahukan bahwa Maria dipilih menjadi ibu yang akan melahirkan Yesus. 

Maria berkata: “Ia memperlihatkan kuasaNya dengan perbuatan tanganNya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya. Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtanya dan meninggikan orang-orang rendah. Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Lk. 1:51-53).

Kristus bukan pemimpin yang ingin hidup dalam gelimang harta, dimanjakan dengan kemewahan, dilindungi dengan berbagai hak prerogatif dan terbuai dengan yel-yel mentereng tetapi kosong. 

Sebagai ganti, Dia memilih menjadi hina, meninggalkan kemuliaan dan kebesaran sorga, menjadi yang terkecil di antara yang kecil. 

Ketimbang tinggal di sorga, dia memilih palungan dan kain lampin menjadi pakaiannya. Ia bersedia menggantikan mahkotakemuliaan dengan mahkota duri. 

Keutamaan Kristus nyata dalam keteladanan, tercermin dalam praksis. Ia menjaga keselarasan antara kata dan karya, antara ujaran dan perbuatan. Tidak ada pencitraan, tidak ada motif omon-omon saja. 

Semua ini hendaknya menjadi cetak biru dari implementasi kuasa oleh semua institusi yang diciptakan Kristus: singgasana, kerajaan, pemerintah maupun penguasa. 

Para pemangku kuasa yang berseberangan dengan nilai-nilai di atas, mereka tidak lebih dari agen-agen anti-Kristus, betapa pun nama Yesus dan ajaran-ajarannya sering menjadi jargon pidato dan tema kampanye.

Matra ketiga, Kristus adalah yang terutama dalam hubungan dengan kehidupan bergereja dan berjemaat. Paulus menggunakan metafora kepala bagi tubuh, yaitu jemaat. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved