Liputan Khusus
Lipsus - Lima Pengungsi Lewotobi Meninggal
Beberapa pekan sebelumnya, dua penyintas juga meninggal dunia saat berada di tempat pengungsiasn.
POS-KUPANG.COM, LARANTUKA - Kematian warga terdampak bencana Gunung Lewotobi Laki-laki di posko pengungsian bertambah menjadi 5 orang. Lima penyintas ini adalah warga asal Kecamatan Ile Bura dan Wulanggitang, Flores Timur.
Angka korban bertambah setelah 3 penyintas dilaporkan meninggal dunia hari ini, Sabtu (30/11) lalu. Mereka adalah, Paulus Nuba Groma (60), Bartolomeus Bedi Liwu (56), dan Aloysius Bala Uran (92).
Beberapa pekan sebelumnya, dua penyintas bernama Rofinus Beda Tour (55) dan Etalia Eni Tapun (58) juga meninggal dunia saat berada di tempat pengungsian.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Flores Timur, Hery Lamawuran, mengatakan para penyintas memiliki penyakit bawaan. Untuk ketiga korban terbaru, jelasnya, sempat dirawat secara intens di Puskesmas Lewolaga hingga dirujuk ke RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka.
"Almarhum ada sakit bawaan. Sempat dirujuk namun meninggal di rumah sakit," ujar Hery.
Hery menguraikan penyakit bawaan ketiga penyintas itu adalah Paulus Nuba Groma mengidap susp perkinson, Bartolomeus Liwu mengidap dyspneu CHF, sementara Aloysius Uran punya riwayat asma.
Selain korban jiwa, erupsi gunung Lewotobi Laki-laki juga menyebabkan atap rumah warga tertutup abu dan pasir. Selain itu ada beberapa rumah di antaranya sudah ambruk karena tidak mampu menahan tumpukan batu dan pasir yang memenuhi seng rumah. Kerusakan umumnya di Kecamatan Wulanggitang dan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur.
Sejak letusan pada tanggal 3 November 2024 tengah malam, Gunung Lewotobi Laki-laki tak pernah jeda memuntahkan material. Beberapa penyintas asal Desa Hokeng Jaya di Kecamatan Wulanggitang yang masih bertahan di Posko Desa Bokang Wolomatang, Kecamatan Titehena kadang kala kembali ke rumah mereka untuk membersihkan atap yang nyaris ambruk.
Yohanes Riyanto (25), Petrus Riyanto (23), dan Faros Wangge (25) membawa peralatan skop dan sisir besi untuk menggaruk tumpukan kerikil dan pasir yang tebalnya sekira 7 centimeter di atap rumah.
"Kami harus bersihkan dari sekarang, kalau biarkan lama maka atap bisa ambruk. Kerikil campur pasir sudah tebal. Banyak rumah yang sudah rusak (atap ambruk)," kata Petrus atau biasa disapa Trisno (23), Sabtu (30/11).
Trisno dan kakaknya Yohanes saat itu dibantu Faros. Ketiganya tinggal bertetangga. Mereka sama-sama bertahan di Bokang Wolomatang. Tempat tinggal mereka di Hokeng Jaya cukup dekat dengan 9 korban meninggal saat bencana dahsyat terjadi.
Trisno menuturkan, meski terus dibersihkan, namun material tetap menumpuk seiring erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang masih berlangsung.
"Kami datang juga harus cepat-cepat karena situasi, suara gemuruh masih terdengar jelas," ungkapnya.
Rumah Trisno terpaut jarak sekira 4 kilometer dari pusat letusan. Dilihat dari atap, keadaan hutan di sekitar gunung kini hangus terbakar. Sementara aliran lava panas semakin dekat degan perkebunan warga Hokeng Jaya dan Klatanlo. Tanaman kakao dan kemiri, komoditi andalan di wilayah itu juga sudah hangus.
Sembilan kali gempa
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.