Polemik Disertasi Bahlil Lahadalia, Jatam Keberatan Dicatut sebagai Informan 

Menurut Melky, Jatam  memberikan persetujuan wawancara kepada seseorang bernama Ismi Azkya pada 28 Agustus 2024, yang mengaku sedang meneliti.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG-COM/HO
Kordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang, Melky Nahar. 

UI menyebut disertasi itu masih dapat direvisi. "Perlu kami informasikan bahwa setelah sidang ujian terbuka maka tahap selanjutnya yang dijalani Pak Bahlil adalah revisi naskah disertasi sesuai masukan dalam sidang tersebut," ujar Kepala Kantor Informasi Publik dan Humas UI, Amelita Lusia,  Jumat (8/11/2024). 

"Apabila ada masukan seperti ini, tentu akan menjadi perhatian dan dilakukan perbaikan sebagaimana harusnya," katanya. 

Namun, Amelita tak bisa mengonfirmasi apakah keberatan yang dilayangkan Jatam sudah diterima UI secara resmi. 

Ia juga tidak mengonfirmasi apakah UI secara resmi telah bersurat kepada Bahlil mengenai keberatan yang disampaikan Jatam untuk menjadi atensi dalam proses revisi disertasi Bahlil. 

Bahlil Lahadalia meraih gelar doktor dalam program studi (Prodi) Kajian Strategik dan Global di Universitas Indonesia (UI) pada Rabu (16/10/2024). 

Bahlil berhasil lulus dalam kurun waktu 1 tahun 8 bulan dengan predikat dengan pujian cumlaude. Dikutip dari laman resmi Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), Bahlil tercatat masuk UI sebagai mahasiswa Doktoral pada 13 Februari 2023. 

"Saya menyatakan Saudara Bahlil Lahadalia lahir di Banda Maluku Tengah, Maluku tanggal 7 Agustus 1976, menjadi Doktor dalam bidang Kajian Strategik dan Global," kata Promotor Prof. Chandra Wijaya dalam sidang terbuka yang disiarkan secara daring, Rabu. 

Chandra mengatakan, Bahlil kini telah resmi menyandang gelar doktor dan berhak menerima semua hal dan kehormatan berkaitan dengan gelar tersebut. 

"Sehingga saudara memperoleh semua hak dan kehormatan yang dicakup oleh gelar itu sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku," ujarnya. 

Bahlil mengangkat disertasi berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia", sesuai dengan bidang yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir sebagai menteri.  

Dalam disertasinya, Bahlil mengidentifikasi empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan. 

Keempat masalah itu adalah dana transfer daerah, keterlibatan pengusaha daerah yang minim, keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang. 

Bahlil pun merekomendasikan empat kebijakan utama sebagai solusi, yakni reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah. 

Penyediaan pendanaan jangka panjang untuk Perusahaan nasional di sektor hilirisasi, serta kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi jangka panjang. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com berjudul Polemik Baru Disertasi Bahlil Lahadalia 

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved