Mahkamah Konstitusi Kabulkan Gugatan UU Cipta Kerja, 12 Poin Ini yang Berubah

Setelah melewati proses yang terbilang panjang, Mahkamah Konstitusi akhirnya mengabulkan gugatan terhadap Undang-undang Cipta Kerja atau UU Ciptaker

Editor: Frans Krowin
ISTIMEWA/POS-KUPANG.COM
KABULKAN GUGATAN – Mahkamah Konstitusi akhirnya mengabulkan gugatan UU Cipta Kerja yang diajukan oleh sejumlah asosiasi buruh di Tanah Air. Gugatan itu dikabulkan Mahkamah Konstitusi pada Kamis 31 Oktober 2024 malam. 

Aturan soal dewan pengupahan pada UU Cipta Kerja juga dilengkapi MK dengan klausul bahwa dewan tersebut "berpartisipasi secara aktif'.

8. Skala upah harus proporsional

Majelis hakim juga merasa perlu menambahkan frasa "yang proporsional" untuk melengkapi frasa "struktur dan skala upah".

MK juga memperjelas frasa "indeks tertentu" dalam hal pengupahan sebagai "variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh".

9. Upah minimum sektoral berlaku lagi

UU Cipta Kerja sebelumnya telah menghapus ketentuan upah minimum sektoral (UMS).

MK menilai, kebijakan itu dalam praktiknya sama saja negara tak memberi perlindungan yang memadai bagi pekerja.

MK menegaskan, UMS mesti diberlakukan karena pekerja di sektor-sektor tertentu memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda, tergantung tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan.

Sehingga, dihapusnya UMS dinilai bisa mengancam standar perlindungan pekerja.

10. Serikat pekerja berperan dalam pengupahan, upah harus memperhatikan masa kerja

Mahkamah juga memasukkan kembali frasa "serikat pekerja/buruh" pada aturan soal upah di atas upah minimum.

Sebelumnya, di dalam UU Cipta Kerja, kesepakatan itu dibatasi hanya antara perusahaan dan pekerja.

Di samping itu, MK juga menambahkan agar struktur dan skala upah di perusahaan tak hanya memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, tetapi juga "golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi".

Baca juga: 21 Pasal UU Cipta Kerja Diubah, Perusahaan Kini Tak Bisa Lakukan PHK Sewenang-wenang

11. PHK baru bisa dilakukan usai putusan inkrah

MK menegaskan, perundingan bipartit terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) harus dilakukan secara musyawarah mufakat.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved