Breaking News

Berita Nasional

Pemuda Katolik Se-Tanah Papua Minta Kaji Ulang Program Transmigrasi dan Cetak Sawah Papua Selatan

Program itu dianggap mengancam kelestarian lingkungan serta kearifan lokal masyarakat adat Papua.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/HO-PP PEMUDA KATOLIK
Foto bersama peserta Kongres Nasional Pemuda Katolik di Palangkaraya, 26 Oktober 2024. 

POS-KUPANG.COM, PALANGKARAYA - Pemuda Katolik se-Tanah Papua dalam Kongres Nasional Pemuda Katolik menyatakan sikap tegas menolak dan meminta kaji ulang Program Strategis Nasional, termasuk program transmigrasi dan cetak sawah di wilayah Papua.

Program itu dianggap mengancam kelestarian lingkungan serta kearifan lokal masyarakat adat Papua. Para pemuda ini menilai proyek-proyek tersebut merusak ekosistem hutan adat, tatanan sosial, dan mengabaikan hak-hak hidup masyarakat adat di tanah Papua.

“Papua bukan tanah kosong; ini tanah bertuan dengan masyarakat yang memiliki hak atas lingkungan dan budayanya. Kami, Pemuda Katolik se-Tanah Papua, tidak butuh transmigrasi. Yang dibutuhkan adalah pendidikan, kesehatan, akses air bersih, listrik, dan fasilitas dasar lainnya,” ungkap Melianus Asso, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua.

Ia menegaskan bahwa proyek nasional tersebut seharusnya mempertimbangkan hak dan aspirasi masyarakat lokal yang memiliki kedekatan spiritual dengan alam.

Pada sesi Pleno II, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Tengah, Tino Mote, menyampaikan beberapa pandangan yang mengedepankan pentingnya menjaga lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat lokal.

“Sebagai organisasi Katolik yang berlandaskan nilai-nilai Laudato si’ dari Paus Fransiskus, kami bertanggung jawab untuk melestarikan lingkungan. Pemerintah seharusnya memahami bahwa Papua bukanlah wilayah kosong. Transmigrasi dan proyek cetak sawah di sini tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat setempat dan malah menimbulkan keresahan,” jelas Tino.

Tadeus Mabel, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Pegunungan, menyatakan bahwa pemerintah pusat perlu mendukung kebijakan yang memungkinkan masyarakat adat Papua mengelola dan melindungi hutan adat mereka sendiri.

“Hutan di Papua bukan sekadar sumber daya alam, tapi ‘ibu’ yang menyediakan kehidupan bagi masyarakat di sini. Kebijakan yang mengabaikan keberadaan hutan Papua dan tradisi kami sama saja dengan mengabaikan kehidupan masyarakat adat yang telah merawat hutan ini selama berabad-abad,” tegasnya.

Di wilayah Papua Selatan, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Selatan, Fransiskus Xaverius Wambon, menyoroti dampak transmigrasi terhadap mata pencaharian masyarakat lokal. Ia mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur besar-besaran harus disesuaikan dengan karakteristik sosial dan budaya masyarakat Papua.

“Kami membutuhkan pengakuan dan perlindungan terhadap sumber daya alam serta pengembangan komoditas lokal yang berkelanjutan, bukan sekadar pembukaan lahan besar-besaran yang malah merusak lingkungan,” katanya.

Yustina Ogoney, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Barat, menyampaikan pernyataannya: “Hutan di Papua bukan sekadar sumber daya alam, tapi ‘ibu’ yang menyediakan kehidupan bagi masyarakat di sini. Kebijakan yang mengabaikan keberadaan hutan Papua dan tradisi kami sama saja dengan mengabaikan kehidupan masyarakat adat yang telah merawat hutan ini selama berabad-abad.”

Yoseph Metodius Baru, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Barat Daya, juga turut memperingatkan bahwa berbagai perusahaan ilegal yang beroperasi di Papua, terutama di sektor penambangan emas dan penebangan kayu, telah merusak hutan serta menimbulkan dampak sosial yang merugikan masyarakat adat.

“Kami mendesak pemerintah untuk mengevaluasi ulang kebijakan ini dan membuka dialog langsung dengan masyarakat Papua, terutama tokoh adat dan pemuda yang selama ini mengawal isu ini. Tanpa adanya aturan yang kuat dan perlindungan penuh dari pemerintah, kehancuran lingkungan hanya tinggal menunggu waktu,” tambahnya.

Dalam pernyataan bersama ini, Pemuda Katolik se-Tanah Papua meminta agar Majelis Rakyat Papua (MRP), DPR Papua, dan Pemerintah Provinsi bekerja sama dalam mengatasi isu ini.

“MRP tidak dapat berjalan sendiri; perlu sinergi dari semua pihak terkait, mulai dari pemerintah provinsi hingga pemerintah pusat,” ujar Vincentius Paulinus Baru, Koordinator Pemuda Katolik Wilayah Papua sekaligus anggota MRP.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved