Opini

Opini: Kaum Muda dan Demokrasi

Namun di tengah euforia itu alangkah eloknya bila kita tidak tergoda, terlena, dan apalagi terhasut oleh buaian-buaian kosong para calon.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Yantho Bambang 

Namun, mau dibilang apa, itulah realitas yang terjadi akhir-akhir ini. Bukannya menjadi pengawal demokrasi, kaum muda malah apatis dan bahkan turut andil dalam merusak marwah demokrasi melalui pelbagai macam cara, misalnya melalui propaganda dan penyebaran isu-isu SARA dan berita-berita hoax di media sosial. 

Media sosial yang sejatinya menjadi platform yang baik dalam mendukung kemajuan demokrasi melalui percakapan atau deliberasi malah dijadikan sebagai instrumen dalam merusak demokrasi dengan menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan fakta empiris.

Fenomana semacam perlu diperhatikan secara serius karena bagaimanapun kaum mudalah yang menjadi garda terdepan dalam menentukan nasib demokrasi dan masa depan bangsa ini.

Karena itu, hemat saya, sebagai upaya solutif, kaum muda - pada momentum peringatan peristiwa sumpah pemuda - mesti membaharui kembali komitmen mereka terhadap demokrasi.

Komitmen itu setidaknya diejawantahkan dalam dua cara. Pertama, menjadi nabi yang senantiasa berpijak pada kebenaran. Menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia utamanya disebabkan oleh kepincangan atau cacat yang muncul di tubuh pemerintahan. 

Hal tersebut ditambah dengan menjamurnya mentalitas instan dan anti-kebanaran baik dikalangan masyarakat maupun dikalangan para elite penguasa.

Mereka tidak lagi pusing dan peduli dengan hal-hal substantif seperti data, fakta, dan kebenaran karena yang lebih penting adalah tampilan, komentar, dan nilai jual. 

Mereka tidak lagi peduli dengan nilai-nilai persatuan dan kerukunan karena yang lebih penting adalah elektabilitas dan ketenaran. Akibatnya polarisasi dan friksi sosial sering kali muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di tengah kemelut semacam ini kaum muda mesti tampil sebagai nabi yang berpijak pada kebenaran. Artinya kaum muda harus kembali dan berpijak pada nilai-nilai normatif yang menjadi dasar kehidupan bernegara. 

Bahwasannya bukan interese pribadi dan kelompok yang dicari atau yang dipegang, seperti yang umum dilakukan oleh para elite dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, melainkan kebaikan bersama (bonum commune) sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945. 

Dengan sikap semacam ini, setidaknya kaum muda tetap menjadi lilin yang menerangi perjalanan bangsa ini menuju tahun emas.

Kedua, tetap konsisten menjadi agen perubahan. Kaum muda dalam sejarahnya diakui sebagai agen peruhan sosial dan politik. Pasalnya, kemerdekaan dan kemajuan suatu bangsa tidak terlepas dari perjuangan mereka. 

Hal ini memang dipahami karena karakteristik kaum muda umumnya adalah energetik, full of passion dan anti status quo.

Sikap semacam inilah yang dituntut dewasa ini. Bahwasannya kaum muda tidak boleh pasif, diam, dan apalagi berkompromi dengan masalah pelik yang menggerogoti bangsa ini.

Kaum muda mesti independen dan berani bersuara (menjadi advocatus diaboli) untuk membongkar status quo yang sengaja diciptakan oleh segelintir orang yang hanya memperalat negara untuk mencapai keuntungan politik dan ekonomi pribadi dan kelompok. 

Dengan dua cara ini niscaya bangsa ini akan selamat dari pelbagai kemelut yang muncul dari rahimnya sendiri. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved