Cerpen
Cerpen: Cerita Singkat untuk Kisah yang Panjang
Aku memiliki satu alasan untuk tidak mengatakan perasanku padamu, tetapi aku memiliki seribu alasan untuk mengutarakannya!
Oleh Stefan Bandar
Aggota biara Rogationis Maumere, Flores, NTT
“Di sini namamu menyala oleh api rinduku bersama doa-doa yang kau titip dahulu.”
Jika engkau bertanya hal yang aku inginkan saat ini, aku hanya ingin kembali ke masa kita dulu, saat engkau selalu membagi ceritamu sedangkan aku asyik memandang wajahmu.
Jika engkau bertanya hal yang paling ingin kukatakan kepadamu, aku hanya ingin mengatakan ‘aku mencintaimu dengan seluruh dan sungguh tanpa peduli apa kata orang’.
Dan jika engkau bertanya penyesalan terdalam yang pernah kurasakan dalam hidupku, maka perpisahan denganmu sebatas teman tanpa kukatakan isi hatiku adalah penyesalan terhebat dalam hidupku.
Memang benar bahwa cinta itu tidak harus memiliki. Benar jaga bahwa kita tidak bisa mengubah takdir. Tetapi bagaimana mungkin aku bisa mengamini semua hal ini jika aku tidak sempat mengatakan perasaanku padamu?
Apakah sebuah kemustahilan untuk kita bersama jika aku mengatakan isi hatiku?
Pada akhirnya aku menyadari bahwa di depanmu aku tidaklah lebih dari seorang pecundang. Mungkin saja engkau bukan seperti bintang yang bisa kukagumi tanpa bisa kupetik.
Mungkin saja engkau tidak seperti gunung yang bisa kupandangi tanpa bisa kupeluk. Mungkin saja!
Benar kata orang bahwa hal yang menyakitkan saat kita menjadi tua adalah penyesalan. Aku belum terlalu tua, tetapi hal yang paling menyakitkan setelah hari itu adalah penyesalan.
Aku memiliki satu alasan untuk tidak mengatakan perasanku padamu, tetapi aku memiliki seribu alasan untuk mengutarakannya!
Kau tahu, hari-hari setelah itu aku selalu merindukanmu. Aku sangat merindukanmu!
Aku ingin kita kembali berjalan bersama, saling menemukan saat pulang sekolah, singgah di warung pinggir jalan membeli beberapa makanan ringan, dan banyak hal lainnya. Ketahuilah, semua hal itu abadi di sini!
Aku tidak ingat lagi hari pertama kita bertemu. Aku lupa hal apa yang membuat kita saling menemukan lalu menjadi dekat sedekat nadi dan jantung. Aku lupa bagaimana sampai-sampai aku tidak ingin engkau pergi dari sisiku.
Tapi yang aku ingat bahwa saat bersamamu aku begitu bahagia. Senyummu, candamu, wajahmu, caramu memanggilku, adalah hal-hal yang selalu menyala di sini. Selalu ada kesenangan jika bersamamu.
Kau tahu, saat engkau dekat dengan orang lain, aku selalu berpikir bahwa itu adalah takdir terbaikmu. Dan dalam diam aku sungguh tersiksa menerimanya.
Setelah kepergianmu baru tersadar bahwa aku telah menyiakan waktu untuk memiliki hatimu. Aku telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku!
Aku ingat, satu kali kita berjalan di bawa rintiknya hujan sepulang sekolah. Kau menutup kepalamu dengan jemarimu sambil berlari.
Aku mengikutimu dari belakang sambil tertawa kecil. Lalu aku memberimu jaket biru yang kupakai, berharap bisa melindungimu dari hujan yang makin deras.
Satu sore kita berdoa di gua Maria yang letaknya tepat di depan gereja. Aku tahu masih jelas dalam ingatanmu gua itu!
Kau nyalakan lilin sedangkan bibirmu bergetar mengeja beberapa kata yang tak sempat kudengar. Aku terdiam, berdoa ‘Bunda Maria, jika boleh biarkan kami kembali ke sini suatu hari nanti’.
Kau menoleh padaku tiba-tiba. Engkau tersenyum kecil. ‘Berdoalah di depan bunda Maria, bahwa suatu hari nanti saat kita menjadi sukses, kita tidak saling melupakan, kita akan saling menemukan.
Atau mungkin juga dia akan memilihmu menjadi imam di dalam Gereja’, demikian katamu. Lalu engkau tiba-tiba tertawa lepas.
Kau tahu, hak-hal ini terus menyala di sini! Tidak pernah padam oleh waktu yang terus berlalu.
Kau selalu mengatakan bahwa tempat terbaik bagiku sehabis masa putih abu adalah biara. Kau selalu mengatakannya berulang-ulang!
Mungkin ada banyak kenangan yang tidak sempat kutulis dalam catatan singkat ini. Kau bisa menambahkannya semaumu!
Aku yakin masih banyak yang kau ingat. Tapi hal yang ingin kukatakan bahwa aku tak pernah menyesal bertemu denganmu. Aku tak pernah menyesal mengenalmu.
Kau adalah syair yang terus mengalir dalam ruang imajinasiku lalu berubah menjadi puisi.
Kau adalah keindahan yang tidak pernah cukup untuk dibahasakan. Seluruh catatan yang aku rangkai berhenti pada satu hal: Aku merindukanmu!
Saat ini, di mana pun engkau berada, saat engkau membaca surat ini, ingatlah bahwa aku sangat merindukanmu.
Aku sangat berharap bahwa di suatu tempat di sana engkau sedang baik-baik saja. Aku harap tidak ada alasan lagi untuk engkau terluka.
Ya, sepuluh tahun bukanlah hal mudah untuk mengenang kisah yang telah usai. Bukan juga perkara biasa untuk memanggil kembali kenangan-kenangan yang telah terlewatkan.
Tetapi ingatlah bahwa mungkin saja kisah kita telah selesai tetapi ada hal-hal yang abadi dan belum selesai di sini.
Aku ingin mencintaimu selalu hingga namamu tidak bisa lagi kusebut sebagai rindu, hingga senyummu tidak lagi kusebut sebagai utuh, hingga imajinasiku menyebut bayangmu sebagai kenangan.
Mungkin kita telah berpisah oleh jarak yang terlalu jauh dan waktu yang terlalu lama.
Tapi ketahuilah bahwa aku masih mencintaimu diam-diam, menunggumu terus-terus, lebih lama dari yang kau sebut selamanya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.