Opini
Opini: Pilkada NTT Minus Isu Pendidikan
NTT termasuk provinsi dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan kualitas Pendidikan yang masih tertinggal dibandingkan provinsi lain.
Lantas, bagaimana para calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT merespons masalah Pendidikan ini?
Sangat disayangkan, di Tengah gegap gempita kampanye, akar masalah Pendidikan di NTT seolah terlupakan. Padahal Pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas.
Tanpa Pendidikan yang baik, mimpi tentang NTT yang Sejahtera dan berdaya saing tinggi hanya akan menjadi angan-angan belaka.
Memang beberapa paslon menyinggung pentingnya Pembangunan SDM dan peningkatan Masyarakat yang cerdas. Tapi sejauh ini, belum terlihat adanya program yang benar-benar visioner dan menyasar pada akar masalah Pendidikan di NTT.
Program-program yang ditawarkan masih terlalu umum, normatif dan kurang membumi. Seharusnya, para calon pemimpin NTT bisa lebih serius dalam merancang kebijakan Pendidikan yang komprehensif.
Mulai dari pemerataan akses Pendidikan, peningkatan kualitas guru, penyediaan sarana prasarana yang memadai, hingga penyelarasan kurikulum berbasis kebutuhan dunia kerja. Semua aspek ini harus digarap secara holistik dan berkelanjutan.
Apalagi, Pendidikan juga erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal NTT. Sistem pendidikan yang ideal harus bisa mengakomodasi dan melestarikan local wisdom ini, bukan malah mengerusnya dengan kurikulum yang tidak kontekstual.
Menggagas Pendidikan Khas NTT
Lalu, seperti apakah seharusnya arah kebijakan pendidikan NTT ke depan? Menurut hemat saya, pendidikan di NTT harus dibangun berbasis pada local genius dan potensi alam yang dimiliki.
Jika program yang ditawarkan masih berkiblat pada perspektif Jawa-sentris dan mengabaikan khazanah kearifan lokal, maka bukan tidak mungkin justru akan kontraproduktif dengan upaya memajukan daerah.
Kita tahu bahwa tantangan terbesar NTT adalah karakteristik lahan keringnya. Alih-alih mengeluhkan kondisi ini, mengapa kita tidak menjadikannya sebagai modalitas?
Sudah saatnya kurikulum pendidikan di NTT dirancang agar peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola lahan kering secara produktif, misalnya melalui pertanian terpadu, sistem agroforesti, atau ekowisata berbasis alam.
Dengan begitu, lulusan sekolah akan langsung dapat berkontribusi untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketahanan pangan di daerahnya. Disamping itu, sektor pariwisata juga harus mendapat perhatian khusus.
Keindahan alam dan budaya NTT adalah aset besar yang belum dieksplorasi secara optimal.
Pendidikan pariwisata harus diarahkan untuk mencetak SDM yang tidak sekadar menjadi pelayan wisatawan, tapi mampu menjadi kreator industri wisata yang berdaya saing global dengan tetap menjaga nilai-nilai budaya lokal. Kurikulum berbasis ekowisata, geowisata atau desa wisata bisa menjadi alternatif.
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.