Opini

Opini: Homo Economicus dalam Pilkada

Dalam kontestasi politik semacam Pilkada ini, tarik-menarik antara pendekatan rasional atau transaksional atau perpaduan keduanya mulai terasa. 

Editor: Dion DB Putra
KOMPAS.COM/ERICSSEN
Ilustrasi 

Sehubungan dengan itu maka setiap orang akan berperilaku secara rasional dengan membuat pilihan-pilihan sedemikian rupa sehingga mencapai nilai yang paling tinggi. 

Konsep ini mengasumsikan bahwa manusia adalah homo economicus yang memiliki kepentingan-kepentingan yang harus dipuaskan. Prinsipnya adalah buyer needs seller, supply needs demand. 

Pertanyaannya, apakah pemilih di NTT ini adalah pemilih yang rasional? Pola marketing macam manakah yang cocok untuk pemilih NTT?

Pemilih rasional adalah orang yang menentukan pilihan politiknya berdasarkan perhitungan untung dan rugi. Pemilih rasional akan memilih menurut perhitungan pribadinya yang akan membawa keuntungan baginya di masa depan, apa pun bentuk keuntungan itu. 

Menyebut bahwa pemilih sudah rasional paling tidak mengandung dua asumsi mendasar. Pertama, objek pilihan mempunyai diferensiasi. Kedua, pemilih itu terdidik. Terdidik di sini berarti tahu atau mempunyai kemampuan untuk mengakses informasi mengenai pilihannya.

Pemilih rasional akan memilih calon yang bukan hanya mereka kenal, tapi juga berkualitas, karena calon yang berkualitas dan calon yang populer yang akan memberikan keuntungan buat pemilih. 

Tanpa kapabilitas dan kapasitas yang tinggi, hampir tidak mungkin calon mampu membawa keuntungan buat pemilihnya. Asumsi rasionalitas merupakan anggapan bahwa manusia akan melakukan sesuatu secara rasional, yang tidak memberikan kerugian pada dirinya sendiri. 

Dengan kata lain, manusia akan bersifat rasional dalam menentukan semua hal yang dapat bermanfaat untuk diri pribadinya. 

Seperti prinsip ekonomi yang memaksimalkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan serendah-rendahnya, rasionalitas dapat juga diartikan sebagai suatu pengambilan keputusan yang paling disukai. 

Dari penjelasan di atas, praktik politik transaksional dapat dilihat sebagai sebentuk rasionalitas. 

Para pemilih yang menerima uang, beras, sembako, dan kemudahan-kemudahan lainnya oleh para kandidat di satu sisi adalah pemilih yang rasional karena mereka menerapkan prinsip ekonomi, cost – benefit analysis. 

Dengan mendapat asupan gizi politik itu, maka secara ekonomis pemilih mendapatkan keuntungan secara langsung. Bahwa akan berkembang proses simbiosis mutualisme politik, itu pun tergantung komitmen dan kesepakatan bersama. 

Tetapi jangan lupa bahwa saat ini pemilih semakin cerdas untuk menerima semua paket gizi politik dan pilihan kepada kandidat yang sesungguhnya baru terjadi di tempat pemungutan suara, suatu tempat yang rahasia.  Hanya Tuhan yang tahu!

Pemilih akan menjadi tidak rasional bila dua hal ini tidak terpenuhi yakni objek pilihan tidak mempunyai diferensiasi dan pemilih itu tidak terdidik. 

Tidak terdidik di sini berarti tidak tahu atau tidak mempunyai kemampuan untuk mengakses informasi mengenai pilihannya. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved