Tanggapan KPA atas Pelantikan Anggota DPR dan DPD RI Masa Jabatan 2024-2029

Tidak ada evaluasi mendasar dari DPR RI terhadap pelaksanaan agenda reforma agraria selama lima tahun terakhir terhadap Presiden Jokowi. 

Editor: Dion DB Putra
DOK KONSORSIUM PEMBARUAN AGRARIA
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika dalam suatu aksi di Jakarta belum lama ini. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Sebanyak 732 anggota MPR RI yang terdiri dari 580 Anggota DPR RI dan 152 Anggota DPD RI masa jabatan 2024-2029 telah dilantik resmi pada Selasa, 1 Oktober 2024. 

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika dalam siaran persnya, Rabu 2 Oktober 2024 menyebut, pelantikan itu menandai era baru parlemen yang akan menjadi harapan rakyat untuk lima tahun ke depan.

Berikut tanggapan lengkap KPA atas pelantikan para wakil rakyat Indonesia. Dari laporan yang kami terima, sebagian besar komposisi DPR RI yang baru masih diisi oleh pemain lama. Terdapat 359 dari 732 Anggota DPR (54 persen) merupakan petahana. 

Dalam rapat paripurna terakhir DPR RI 2019-2024, Senin, 30 September 2024, Ketua DPR RI, Puan Maharani melaporkan bahwa DPR RI masa jabatan 2019-2024 telah menyelesaikan pembahasan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU) bersama pemerintah.

Hal ini tentunya menjadi sebuah prestasi bagi wakil rakyat di parlemen, sebab telah bekerja keras merancang, membahas dan mengesahkan ragam UU dan hukum yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. 

Meskipun begitu, capaian tersebut tentunya patut pula ditanggapi secara kritis oleh publik. 

Sejauh mana UU dan hukum yang telah dibahas dan disahkan tersebut mewakili kepentingan rakyat banyak, terutama kelompok-kelompok marjinal seperti kaum tani, nelayan, masyarakat adat, perempuan dan masyarakat pedesaan lainnya.

Sebagai perwakilan dan menjadi tumpuan dari ratusan juta rakyat Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai kinerja DPR RI 2019-2024 memiliki berbagai catatan negatif di bidang agraria yang mestinya menjadi catatan bagi anggota parlemen ke depan, terutama membenahi permasalahan agraria. Beberapa catatan KPA antara lain sebagai berikut.

Pertama, tidak ada evaluasi mendasar dari DPR RI terhadap pelaksanaan agenda reforma agraria selama lima tahun terakhir terhadap Presiden Jokowi

Hal ini mengakibatkan implementasi reforma agraria jalan di tempat, bahkan pelaksanaanya dimanipulasi sebatas bagi-bagi sertifikat dan menciptakan liberalisasi agraria melalui pasar tanah.

Berdasarkan Catatan KPA selama 2015-2023, Presiden Joko Widodo melalui Menteri ATR/BPN RI hanya mampu menertibkan tanah terlantar dari bekas HGU dan HGB seluas 77 ribu hektar dari 7,24 juta hektar tanah yang terindikasi terlantar (ATR/BPN, 2023).

Kedua, tidak ada dialog partisipatif dan bermakna yang dilakukan DPR RI bersama perwakilan petani, rakyat dan organisasi masyarakat sipil untuk mengurai dan membenahi masalah konflik agraria yang terus meningkat di berbagai wilayah dari waktu ke waktu.

Hasilnya, konflik agraria di lima tahun terakhir terus menumpuk, menjadikan satu dekade Pemerintahan Presiden Jokowi sebagai era tertinggi letusan konflik agraria dengan 2.939 kasus (2015-2023).

Ketiga, DPR RI bersama Pemerintah justru menjadi motor utama lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang telah mengamputasi puluhan kebijakan pro rakyat di bidang agraria dan mengkhianati Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). 

Alih-alih melahirkan produk legislasi yang memenuhi harapan kaum tani dan gerakan reforma agraria.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved