Berita Sabu Raiju
Penganut Jingitiu di Sabu Raijua Berhak Hirup Napas yang Sama
Pemuka agama orang Sabu yang biasa disebut Mone Ama awalnya tidak menyadari arti kata Jingitiu tersebut dari para penginjil
Penulis: Agustina Yulian Tasino Dhema | Editor: Rosalina Woso
Belum terlambat, kehadiran Kemendikbudristek tentu menjadi harapan baru bagi penganut Jingitiu di Sabu Raijua. Bahwasanya, Jingitiu perlu dan harus ditata hingga pada restrukturisasi organisasi, apalagi sejak 2018 sudah ada pengakuan terhadap penganut Jingitiu di Dispenduk.
Pengakuan terhadap keberadaan Jingitiu merupakan hak sipil sudah dilakukan dan memberikan pengakuan pada KTP penganut serta instrumen hukum. Seperti yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, sama halnya dengan Jingitiu akan ditetapkan dalam Keputusan Bupati.
Septe mengatakan, Keputusan Bupati bersifat penetapan dan peraturan sebagai pengaturan. Berbicara peraturan banyak hal yang harus diatur. Hal ini membutuhkan kajian dan partisipasi semua pihak yang berkepentingan sehingga semuanya bisa diatur dan dinarasikan dalam bentuk Peraturan Bupati (Perbup).
Tentu dalam prosesnya bisa diadopsi dari daerah lain tetapi kearifan lokal di setiap daerah pasti berbeda. Melihat kapasitas kompetensi penganut Jingitiu tentu mengalami kesulitan dalam hal ini. Oleh karena itu, peran sesama masyarakat Sabu Raijua dibutuhkan untuk membantu mereka.
"Tidak ada lagi pembiaran bagi penganut Jingitiu. Keberadaan pemerintah daerah mencari cara dengan peraturan untuk memberi ruang dan memberikan perlindungan penganut Jingitiu," kata Septe saat Peluncuran Karya Dokumentasi dan Website Jingitiu di Kabupaten Sabu Raijua di Aula Kantor Bupati Sabu Raijua pada Sabtu, 28 September 2024.
Septe mengingatkan, agar perlakuan diskriminatif terhadap penganut Jingitiu ditinggalkan dan dihentikan. Penganut Jingitiu harus dituntun supaya berada pada tataran yang sama dalam sistem hukum di daerah khususnya dan di Indonesia umumnya. Peraturan Bupati perlu disusun supaya Jingitiu tetap ada di mata Kemendikbudristek.
"Mari kita urus saudara kita yang Jingitiu itu. Sehingga kita bisa bedakan seperti apa kebudayaan itu karena Belanda datang di Indonesia selain menjajah, dia kabarkan juga Injil dan kita terima dengan senang hati jadilah kita seperti ini. Yang masih bertahan kita lindungi, kita berikan kesempatan kepada mereka juga masih menghirup napas yang diberikan Tuhan juga kepada sama dengan kita yang sudah menerima ajaran agama di Indonesia," ujarnya.
Dalam peluncuran ini hadir secara langsung Sjamsul Hadi, S.H., M.MM selaku Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) di Kemdikbudristek mengatakan, berdasarkan Undang-undang dan Amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 97/PUU-XIV/2016 adalah menjamin hak-hak Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai warga negara.
Putusan ini juga memastikan bahwa penghayat kepercayaan mendapatkan pelayanan publik tanpa diskriminatif.
"Ini berkaitan dengan identitas administrasi kependudukan untuk penghayat Jingitiu dipersilakan bisa menyesuaikan. Saat ini juga ada dua ruang KTP dengan identitas nama agama dan KTP kepercayaan : kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa," ungkap Sjamsul.
Terkait hal ini, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa saat rakoor dengan seluruh Kepala Dukcapil seluruh Indonesia berkaitan dengan peningkatan layanan menyampaikan, agar melayani warga Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa salah satunya di Sabu Raijua.
Layanan tersebut berupa layanan pendidikan bagi penganut Jingitiu melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa telah menyiapkan buku teks mata pelajaran Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa yang nantinya bisa dikembangkan lagi melalui buku pendamping untuk Jingitiu sehingga siswa didik penghayatan Jingitiu bisa tetap mendapatkan hak layanan pendidikannya.
Kepada para Kepala Sekolah, ia berpesan agar sari hasil dokumentasi video dan website Jingitiu yang sudah diluncurkan yang berkaitan dengan adat istiadat, ritus yang dimiliki secara turun-temurun dari para orang tua pemangku adat bisa dimanfaatkan untuk mata pelajaran Mulok. (dhe)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.