Berita Sabu Raiju
Penganut Jingitiu di Sabu Raijua Berhak Hirup Napas yang Sama
Pemuka agama orang Sabu yang biasa disebut Mone Ama awalnya tidak menyadari arti kata Jingitiu tersebut dari para penginjil
Penulis: Agustina Yulian Tasino Dhema | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Asti Dhema
POS-KUPANG.COM, SEBA - Jingi Tiu atau Jingitiu merupakan agama asli dari suku Sabu yang berasal dari Rai Hawu, Pula Sabu, Kabupaten Sabu Raijua, provinsi Nusa Tenggara Timur.
Jingitiu sendiri berasal dari cara pelafalan suku Sabu terhadap kata Gentios tersebut. Jingi berarti menolak, Ti artinya dari, Au atau U artinya Tuhan. Secara etimologis, Jingitiu berarti menolak perintah Tuhan menurut ajaran agama Kristen.
Pada awalnya kepercayaan Jingitiu sama sekali tidak memiliki nama sampai datangnya para penginjil dan pendeta dari Portugis ke kampung suku Sabu pada tahun 1625 menamai kepercayaan tersebut dengan nama Gentios yang artinya kafir atau tidak bertuhan.
Pemuka agama orang Sabu yang biasa disebut Mone Ama awalnya tidak menyadari arti kata Jingitiu tersebut dari para penginjil dan pendeta Portugis zaman dulu.
Baca juga: Pengabdian Kepada Masyarakat Sukses, UKAW Dapat Apresiasi dari Bupati Sabu Raijua
Setelah menyadari bahwa Jingitiu memiliki konotasi negatif, para orang Sabu dan para Mone Ama atau pemuka agama awalnya ingin mengubah nama tersebut namun sudah terlambat.
Alasannya karena nama Jingitiu sudah terlanjur melekat sebagai identitas kepercayaan mereka dan orang-orang sudah terbiasa dengan nama Jingitiu sehingga para orang Sabu dan para Mone Ama atau pemuka agama tetap sepakat menyandang Jingitiu sebagai nama ajaran mereka sampai sekarang.
Bagi penganutnya, Jingitiu merupakan penerapan kepercayaan terhadap kehidupan sehari-hari di bawah aturan Uku atau adat agar terjadi keseimbangan antara manusia dan alam. Penyimpangan dari Uku tersebut dapat mengganggu keseimbangan tersebut yang timbul berupa krisis dalam kehidupan mereka seperti terjadi kematian yang tidak wajar ditengah-tengah mereka, kemarau yang berkepanjangan, timbulnya serangan hama yang menyerang hasil pertanian mereka, dan bencana lainnya.
Kepercayaan Jingitiu meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di Rai Wawa atau dunia bawah ini yaitu berupa manusia, langit, tumbuh-tumbuhan, laut, hewan, bumi secara tidak langsung berasal dari tuhan yang mereka sebut sebagai Deo Ama yang berarti Dewata/Elohim/Allah Bapa.
Deo Ama adalah Sang Pencipta yang berada jauh dari kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini sebagian besar penduduk di kabupaten ini telah menganut agama Kristen dan Islam. Pada 2016, tercatat sebanyak 89,86 persen penduduk menganut agama Kristen Protestan,1,95 persen penduduk menganut agama Katolik, 0,95 persen penduduk menganut agama Islam, serta 7,24 persen penduduk menganut kepercayaan lainnya. Sementara itu, masih ada penduduk yang masih menganut kepercayaan Jingitiu.
Meski sebagian besar penduduk telah menganut agama namun beberapa norma kepercayaan asli masih tetap dipertahankan, diantaranya penggunaan kalender adat saat menentukan waktu bertanam dan waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara. Selain itu, beberapa masyarakat juga masih menerapkan ketentuan hidup adat atau Uku yang konon dipercayai mengatur seluruh kehidupan manusia dan berasal dari leluhur mereka.
Kepercayaan Jingitiu sudah tercatat negara sejak 1982 namun sepanjang tahun 1982 hingga saat ini belum ada aktivitas apa pun terkait progres dari pencatatan ini. Padahal, Jingitiu merupakan salah satu warisan budaya di Sabu Raijua yang patut dilindungi.
Pada tahun ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) bersama Dana Indonesiana, Yayasan Marungga dan Pemerintah Sabu Raijua berkolaborasi untuk melestarikan warisan budaya masyarakat Sabu Raijua ini sebagai bentuk keberpihakan negara bagi penganut Jingitiu yang masih banyak mendapatkan diskriminasi.
Sekda Sabu Raijua sekaligus Plt Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (PKKO) Sabu Raijua, Septenius Bule Logo mengungkapkan, jika menengok sejarah, nenek moyang orang Sabu Raijua merupakan penganut Jingitiu namun karena semua warga negara Indonesia harus terpatri pada agama tertentu sehingga banyak penganut kepercayaan Jingitiu memeluk agama Kristen bahkan populasi penganut Jingitiu di Sabu Raijua semakin berkurang saat ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.