Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Sabtu 28 September 2024, Maukah Kita Menderita bersama Yesus?
Tidak! Justru di dalam diri Yesus, kedua konsep ini menyatu. Penderitaan dan kematian Yesus adalah jalan menuju kemuliaan-Nya.
Oleh: Pastor John Lewar,SVDI
POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Sabtu 28 September 2024, Maukah Kita Menderita bersama Yesus?
Biara Soverdi St. Yosef Freinademetz STM Nenuk Atambua Timor
Sabtu, 28 September 2024
Wenseslaus, Laurensius Ruiz
Lectio:
Pengkotbah 11:9-12:8; Mazmur 90:3-4.5-6.12-13.14.17;
Injil: Lukas 9:43b-45.
Meditatio:
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menyebut diri-Nya sebagai Anak Manusia. Sebenarnya sebutan “Anak Manusia” mempunyai kaitan dengan penglihatan apokaliptik Daniel (Dan. 7:13-14). Dalam penglihatan itu, Daniel menyaksikan kemuliaan yang diberikan kepada Anak Manusia.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 25 September 2024, "Setia Mewartakan Sabda Allah"
Yesus menggunakan sebutan “Anak Manusia” untuk menyatakan diri-Nya sebagai sang Mesias yang digambarkan oleh Nabi Daniel. Namun, Yesus juga menggunakan sebutan itu dalam kaitan dengan misi penebusan-Nya.
Ia menyebutkan bahwa Anak Manusia harus menderita dan mati. Apakah konsep kemuliaan dan penderitaan dalam sebutan “Anak Manusia” saling bertentangan? Tidak! Justru di dalam diri Yesus, kedua konsep ini menyatu. Penderitaan dan kematian Yesus adalah jalan menuju kemuliaan-Nya.
Gambaran “Anak Manusia” menunjukkan bahwa penderitaan bukanlah hal yang sia-sia, melainkan justru merupakan jalan kemuliaan. Yesus menetapkan hati untuk menapaki jalan penderitaan. Ia memang bergulat, tetapi tetap berkomitmen, sebab melihat tujuan akhir dari jalan itu, yakni kemuliaan. Jalan penderitaan inilah yang diberikan Yesus kepada kita sebagai murid-murid-Nya.
Nubuat Yesus menyadarkan kita agar menghadapi derita dengan tenang dan bukan menghindarinya. Siapa pun yang menghindari penderitaan tidak layak menjadi murid Yesus. Yesus sendiri telah menegaskan bahwa siapa pun yang mau mengikuti-Nya harus berani memikul salib.
Kita hidup di zaman yang menawarkan banyak kemudahan. Kita bisa memperoleh banyak hal hanya dengan sekali klik. Namun, sebenarnya teknologi secanggih apa pun tidak dapat menghapus derita dari hidup kita.
Pada dasarnya, dunia ini terbatas dan rapuh, di mana derita menjadi bagian integral di dalamnya. Pilihan-pilihan kita bisa mendatangkan derita. Derita bisa mendera kita, sekalipun kita tidak menghendakinya.
Karena itu, kita perlu belajar bersahabat dengan penderitaan. Kalau kita menderita, kita perlu menerima dan memikulnya. St. Yohanes Maria Vianney berkata, “Kamu harus menerima salibmu; jika kamu memikulnya
dengan penuh semangat, salib itu membawamu ke surga.”
Meskipun Yesus menyampaikan hal yang sama sampai tiga kali, selama Yesus masih hidup para murid-Nya tidak mengerti arti perkataan itu. Para murid baru mengerti arti perkataan Yesus setelah Ia bangkit dan menampakkan diri kepada dua orang murid yang berjalan menuju Emaus.
Saat itu Yesus sendiri menjelaskannya kepada mereka, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?’ Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.” (Luk. 24: 25-27).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.