Transisi Pemerintahan

Jokowi Kebanyakan Abaikan Diplomasi di Majelis Umum PBB, Prabowo Mungkin Tidak

Lebih dari 1 dekade menjabat sebagai presiden, pemimpin yang akan keluar ini berfokus pada isu-isu dalam negeri dan kesepakatan ekonomi atau investasi

Editor: Agustinus Sape
ARSIP BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (9/11/2021). 

Dan pada masa jabatan keduanya, diplomat tertinggi negara tersebut, Retno Marsudi, telah mewakili Indonesia di badan dunia tersebut. Dia akan kembali melakukannya tahun ini, dan dijadwalkan untuk berpidato di Majelis Umum PBB pada hari Sabtu.

BenarNews menghubungi para pembantu Jokowi untuk menanyakan tentang ketidakhadirannya yang berulang kali di Majelis Umum PBB, namun mereka menolak berkomentar.

Pada tahun 2020, Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono, sempat mengatakan bahwa Jokowi “memprioritaskan proyek-proyek dalam negeri yang membutuhkan perhatiannya.” Format pidato di Majelis Umum PBB secara virtual (pada tahun 2020 dan 2021) memungkinkan presiden untuk “menjaga agenda strategisnya di dalam negeri,” tambah Heru.

Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo, juga tidak menanggapi permintaan komentar mengenai kebijakan luar negeri presiden terpilih tersebut.

Prabowo telah mengunjungi setidaknya 20 negara sejak menjadi presiden terpilih.

Hal ini mencakup seluruh negara anggota blok regional ASEAN, dimana Indonesia merupakan salah satu anggota pendirinya.

Perjalanan pertamanya ke Tiongkok menimbulkan keheranan di Jakarta karena belum pernah ada presiden masa depan yang melakukan perjalanan seperti itu ke luar negeri sebelum dilantik.

Meski belum secara resmi menjalankan tugas kepresidenan, tidak kurang dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), seorang diplomat diplomasi, memberikan cap persetujuan terhadap kebijakan luar negeri Prabowo.

"Tn. Prabowo, 'Anda berada di jalur yang benar' dan Anda telah menjadi 'presiden kebijakan luar negeri.' Semoga berhasil dan lanjutkan,” tulis SBY di X (sebelumnya Twitter) pada bulan Juni setelah presiden terpilih Indonesia tersebut menyampaikan pidato tahunan di Shangri-La. Forum keamanan dialog di Singapura.

Dalam pidatonya di sana, Prabowo menawarkan untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Gaza untuk menegakkan potensi gencatan senjata Israel, yang menurutnya sangat dibutuhkan.

Prabowo telah menggarisbawahi pentingnya membina persahabatan internasional, mengutip pernyataan SBY, “Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.”

Presiden terpilih juga sering menegaskan kembali bahwa ia sangat percaya pada non-blok. Dia mengatakan bahwa kita bisa menavigasi dinamika rumit blok-blok kekuatan global tanpa terlalu dekat dengan Amerika Serikat atau Tiongkok.

Misalnya, meskipun kunjungannya sebagai presiden terpilih adalah ke Tiongkok, ia tidak dapat dituduh berpihak pada negara adidaya Asia, karena dari sana ia langsung menuju ke Jepang, sekutu kuat negara adidaya lainnya, AS.

Namun, menjaga keseimbangan hubungan ekonomi Indonesia dengan Tiongkok versus kepentingan keamanan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya akan menjadi tugas yang rumit, kata Dafri Agussalim, pakar hubungan internasional di Universitas Gadjah Mada.

“Menyeimbangkan itu tidak mudah. Terlalu nyaman dengan Tiongkok mungkin tidak akan diterima dengan baik oleh AS,” kata Dafri kepada BenarNews.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved