Opini

Opini: Sastra, Kapitalisme dan Globalisasi

Sastra mesti berjuang  menciptakan sebuah budaya tandingan yang bertolak belakang dengan model kapitalisme. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Petrus Nandi. 

Oleh: Petrus Nandi, CMF
Tinggal di Seminari Hati Maria, Kupang

POS-KUPANG.COM - Pada akhir Agustus 2024, komunitas sastra Dusun Flobamora menggelar Festival Sastra Santarang IV dengan tajuk Ruang dan Raung.

Bulan depan, tepatnya pada tanggal 8 hingga 12 Oktober, beberapa komunitas sastra di Flores akan berkolaborasi dalam menggelar Flores Writers Festival dengan mengangkat tema Pana Beto. 

Di luar wilayah NTT, perayaan sastra disemarakkan di mana-mana. Karya-karya sastra juga terus bermunculan baik di media masa maupun dalam publikasi buku. Sederetan fenomena tersebut membangkitkan optimisme bahwa sastra akan selalu hadir mengiringi laju peradaban Nusantara.

Pertanyaannya adalah, seberapa pentingkah sastra dalam konteks hidup masyarakat Indonesia saat ini? 

Bagaimana karya sastra bisa mempertahankan kebudayaan Nusantara yang kian pudar?  

Pertanyaan-pertanyaan ini sangat relevan bila dikonfrontasikan dengan dua hal yang hemat saya paling mendominasi ruang publik hari-hari ini, yaitu ekspansi kapitalisme dan globalisasi

Sastra dan Kapitalisme

Sejauh ini, ekonomi telah menguasai seluruh dimensi hidup manusia. Factum tersebut membenarkan konsep materialisme historis Karl Marx yang menekankan supremasi ekonomi atas agama, politik, budaya, dan struktur-struktur sosial lainnya. Memang begitulah faktanya.

Sebetulnya, tidak ada yang salah, mengingat manusia butuh uang untuk menunjang kehidupannya. Manusia butuh makanan agar tetap survive. 

Akan tetapi, menjadi problematis jika kegandrungan berlebihan pada makanan, uang, properti dan aneka wujud lain dari kebutuhan material mengkondisikan seluruh dimensi dan pola hidup manusia. 

Padahal, ada sederetan nilai lain dalam diri manusia yang juga patut diperhatikan demi jiwa dan rohnya.

Itulah nilai-nilai moral-religius yang luput dari agenda kapitalisme. Persaingan pasar semakin meningkat dan menjebak individu dalam logika profit. Sistem relasi antarindividu terkooptasi dalam pertimbangan-pertimbangan instrumental.

Makna kehadiran individu ditakar melalui manfaatnya bagi orang lain. Manusia menjadi cenderung individual dan egosentris. Kepentingan kolektif dikesampingkan demi interese pribadi. 

Fenomena perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha dan pola hidup hedon para pejabat negara di atas grand problem kemiskinan rakyat hanya segelintir contoh.

Sampai pada titik ini, eksistensi sastra tergugat. Sastra mesti berjuang  menciptakan sebuah budaya tandingan yang bertolak belakang dengan model kapitalisme

Suara sastra mesti berbasiskan nilai-nilai moral dan kebenaran yang telah memudar itu. Karya sastra dapat mengangkat nilai-nilai luhur seperti kejujuran, kesetiaan, keberpihakan pada orang-orang kecil, sosio-sentrisme, persahabatan, bela rasa, altruisme, dan sebagainya. 

Dengan itu, karya sastra dapat merealisasikan dua proyek kemanusiaan sekaligus: pendidikan karakter dan emansipasi manusia dari dekadensi moral akibat ekses buruk kapitalisme.

Sastra dan Globalisasi

Dalam aspek tertentu, globalisasi memang penting bagi Indonesia. Konstelasi dunia yang ditandai keterhubungan membutuhkan sikap terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan baru. Inilah yang mendasari keterbukaan Indonesia pada proyek globalisasi.

Indonesia saat ini bahkan menjadi salah satu ikon globalisasi dengan segudang prestasinya yang spektakuler di bidang pariwisata. Namun, keterbukaan seperti itu jangan sampai memudarkan identitas kebudayaan nasional.

Peran sastra berada dalam skema itu. Yang mesti diperjuangkan sastra adalah spirit kecintaan pada kebudayaan Nusantara. 

Saya tidak bermaksud memproposalkan etnosentrisme total. Yang dimaksudkan ialah, bahwa sikap kompromistis terhadap kebudayaan luar jangan sampai membunuh identitas budaya kita sendiri. 

Kebudayaan nasional Indonesia memiliki spiritualitas gotong royong, tolong menolong, semangat persatuan dalam perbedaan (Kebung, 2011: 257). 

Itulah yang patut diangkat sastra. Insan Nusantara boleh terbuka sambil belajar pada nilai-nilai positif budaya luar. Pada tempat lain, kebudayaan nasional toh tidak benar secara total. Kebudayaan nasional juga tidak bersifat statis melainkan dinamis.

Dinamika kebudayaan nasional lahir dari konvergensi nilai-nilai kebudayaan asing dan nilai-nilai kebudayaan asli nusantara. 

Namun, dalam relasi dwi-budaya semacam itu, tendensi untuk mendominasi dari pihak kebudayaan asing mesti disiasati. Oleh karena itu, sastra mesti mengantar para pembacanya untuk berakar pada kearifan budayanya agar tidak mudah tergerus dalam corak-corak hidup baru yang datang dari kebudayaan luar.
Karya sastra pada dasarnya sangat erat dengan realitas sosio-kultural. 

Ia lahir dari konteks budaya masyarakat. Terhadap masyarakat yang mendorong kelahirannya, sebuah karya sastra mesti berkontribusi positif. 

Mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai positif kebudayaan nusantara mesti menjadi proyek utama karya-karya sastra di masa mendatang. 

Globalisasi akan terus mengepakkan sayapnya dan kapitalisme dengan aneka proyek-proyek ambisiusnya di sisi lain bakal terus merasuki ruang gerak kita. 

Yang patut diwaspadai adalah kenyataan bahwa dua kekuatan itu selalu paradoks dan ambivalen. Dalam konteks itu, karya-karya sastra mesti menawarkan model peradaban alternatif yang berbasiskan pada kearifan-kearifan lokal.

Jika kapitalisme dan globalisasi menjanjikan keuntungan-keuntungan material, karya-karya sastra mesti membawa kepuasan rohaniah atau spiritual bagi pembacanya. 

Mengutip Syahrudin Y.S, kehadiran sastra di tengah perkembangan teknologi merupakan tantangan besar, di mana sastra harus dapat memberi jalan inspirasi buat kehidupan yang nyata. Sastra harus dapat memberi jalan lurus bagi manusia dalam gebalau zaman. 

Oleh karena sastra adalah karya dan karsa manusia, sudah seharusnya sastra bersumbangsih bagi manusia. Sastralah pembangkit nilai-nilai kebenaran moral dan budaya di hadapan kapitalisme dan globalisasi. (*)

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved