Opini

Opini: Paus Fransiskus, Ketulusan, Kedekatan dan Kesederhanaan

Saya ingin membaca lawatan Paus Fransiskus ini dalam tiga kata kunci yang jadi karakteristik kuat dalam dirinya Ketulusan, Kedekatan dan Kesederhanaan

|
Editor: Dion DB Putra
UCANEWS.COM
Paus Fransiskus 

Paus Fransiskus menunjukkan dirinya apa adanya dan dia akan selalu seperti itu.  Ia berbicara dan mengatakan sesuatu apa adanya tanpa berpikir untuk menaikan citra dirinya sendiri dan komunitas Katolik saja tapi untuk semua, untuk dunia. 

Semua tindakan dan pernyataannya tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang “dangkal dan sembarang”: seseorang seperti dia, yang telah menghabiskan waktu seumur hidup untuk mempraktikkan disiplin spiritual dan merenungkan Firman Allah dan teks-teks penting dari para tokoh besar Gereja Katolik, tidak pernah akan mengatakan hal-hal yang ringan atau yang belum “direnungkan” untuk waktu yang lama, bahkan jika hal-hal itu mungkin tampak sangat baru pada saat itu. Ketulusan Paus Fransiskus seperti puncak “gunung es”, yang muncul dan merujuk pada kedalaman yang harus diselami. 

Misalkan saja, desakannya untuk menunjukkan belas kasihan kepada semua orang terutama kepada mereka yang berada dalam situasi bermasalah sehubungan dengan norma-norma kanonik atau hukum moral, tidak lain adalah terjemahan dari keyakinan bahwa pandangan Tuhan tertuju pada orang-orang ini dan Gereja serta para gembalanya tidak dapat dan tidak boleh melakukan sebaliknya. 

Kita ingat kata atau kalimat yang selalu ia ucapkan dalam berbagai kesempatan: "siapakah aku untuk menghakimi mereka? Kata-kata ini tentu saja tidak melemahkan hukum moral, tetapi ia mengatakannya dari satu-satunya perspektif yang menurutnya benar, efektif, dan dapat dipercaya dalam terang Injil yakni: cinta, kasih sayang, belas kasihan dan kerendahan hati. 

Dengan cara ini, Paus Fransiskus menantang kita semua tentang ketulusan kita, mengundang kita untuk mempercayai janji Yesus, bahwa: "Kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yohanes 8:32). Dan kebutuhan akan kebenaran ini, dilihat dari perhatian yang diberikan oleh paus ini, ternyata jauh lebih besar daripada yang terlihat oleh banyak orang.

Kedekatan. Kedekatan inilah yang membuat Paus Jesuit asal Argentina ini sangat dicintai oleh banyak orang. Caranya berkomunikasi sangat afektif, penuh perasaan dan kedekatan.

Preferensi untuk “berbicara tanpa basa-basi”, yang sering ditunjukkannya merupakan ungkapan keinginan untuk menjangkau orang-orang yang disapanya dengan cara yang langsung, esensial, dan mendalam. 

Mengutip pepatah Latin "Cor ad cor loquitur": pepatah yang sangat disukai oleh Kardinal John Henry Newman, mengekspresikan dengan baik busur api yang dapat dibangun oleh Paus Fransiskus antara dirinya dan para pendengarnya, membuat mereka merasakan kedekatan hati dalam menyambut dan mendengarkan satu sama lain.

Kedekatan ini ia padukan pula dengan kedalaman yang juga merupakan kelebihan komunikasi spiritual yang ada dalam dirinya: homili yang disampaikannya mampu menjangkau pikiran dan hati, menyatukan kebenaran dan cinta, kejelasan dan kedalaman isi.

Kedekatan komunikasi dari kata-kata dan tindakan Paus Fransiskus ini tidak akan memiliki kekuatan jika tidak disertai dengan ketulusan dan keterbukaan: hanya mereka yang mencintai kebenaran dan pada saat yang sama mencintai orang- orang yang mereka ajak bicara yang dapat menggabungkan kedua cinta tersebut dalam sebuah komunikasi yang benar, mencerahkan dan membias. 

Pernah dalam sebuah kesempatan homilinya, ia katakan: “Kedekatan relasi dengan Umat Allah itu bukanlah suatu kewajiban melainkan suatu anugerah. “Cinta untuk orang-orang adalah kekuatan spiritual yang mendukung perjumpaan dalam kepenuhan dengan Tuhan” (Evangelii gaudium, 272).

Inilah sebabnya mengapa tempat setiap gembala adalah berada di tengah-tengah umat. Seorang gembala perlu hidup, menangis dan tertawa bersama dengan umat-umatnya. 

Tempat tinggal yang paling indah bagi seorang gembala adalah ditengah-tengah umatnya”. Dengan demikian, kedekatan Paus Fransiskus menjadi contoh dan sekolah bagi semua orang, terutama bagi mereka yang terbiasa berbicara “politis”, yang mampu melipatgandakan kata-kata yang berbanding terbalik dengan isi kebenaran yang disampaikan.

Kesederhanaan. Akhirnya, yang paling mengejutkan banyak orang adalah kesederhanaan Paus Fransiskus. Setelah terpilih Paus Fransiskus memilih untuk tinggal di Casa Santa Marta, sebuah tempat tinggal sederhana yang jauh dari kemewahan istana kepausan. 

Keputusan untuk tinggal bersama orang lain di Casa Santa Marta mengungkapkan dengan keinginan hatinya untuk hidup dalam kesederhaan dan persaudaraan bersama orang lain. 

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved