Opini
Opini: NTT, Numpang Titip Taruna
6 Juli 2024 publik NTT mulai memberikan respons dan akhirnya kelulusan 11 casis ini menjadi viral dan trending topik di NTT.
Ada juga yang menyebutnya, Numpang Titip Taruna. Malah ada yang bilang begini, jangan-jangan karena NTT dipuja-puji sebagai Nusa Tertinggi Toleransi, lalu NTT bisa direkayasa menjadi Nusa Tempat Titip dan Numpang Titip Taruna.
Apakah justru karena kita NTT terlalu toleran? Sangat miris dan memprihatinkan bila NTT hanya menjadi tempat penitipan taruna. Jatah yang seharusnya diisi oleh anak-anak asli Flobamorata, justru diambil dan anak-anak dari luar NTT yang dititipkan.
Ketiga, dalam ramai diskursus publik soal 11 casis akpol ini, muncul juga 1 terminologi baru, naturalisasi. Ternyata naturalisasi tidak hanya terjadi di lapangan hijau alias dunia sepak bola.
Diduga, naturalisasi sudah cukup lama terjadi juga di lapangan coklat dalam urusan-urusan penerimaan casis Taruna Akpol. Naturalisasi dalam sepak bola itu bisa menjadikan pemain sepak bola dari Belanda membela tim nasional Indonesia.
Nah, naturalisasi di lapangan coklat bisa menjadikan anak-anak dari luar NTT sebagai casis Taruna Akpol asal Polda NTT. Yang mirisnya, jatah casis taruna Akpol untuk NTT sudah sedikit, eh malah diberi ruang lebih besar bagi casis naturalisasi.
Mari kita lihat data. Casis Taruna Akpol Polda NTT tahun 2022, kuota 6 orang, tidak ada satupun anak asli NTT. Sebaliknya, untuk tahun 2023, dari 8 casis taruna Akpol, semua anak NTT karena benar-benar diperjuangkan oleh Kapolda NTT yang memang putra daerah NTT.
Tahun ini malah kembali ke titik nol. Ini seperti semakin membenarkan NTT sebagai Numpang Titip Taruna.
Slogan Presisi
Terhadap berbagai riak-riak protes, kekecewaan, dan kritik publik soal penerimaan 11 casis taruna tahun 2024, seperti biasa Pihak Polda NTT merespon dengan biasa.
Intinya, penerimaan casis taruna Akpol ini terbuka untuk semua orang dari seluruh Indonesia raya, dilaksanakan secara transparan, melibatkan pengawas internal dan eksternal, protapnya ketat dan presisi.
Jadi, yang lolos dan lulus ini adalah benar-benar mereka yang terpilih sesuai perangkingan setelah mengikuti serangkaian tes: fisik, akademik, kesehatan, psikotes, dll.
Kalau penjelasannya seperti di atas, itu namanya presisi yang biasa saja. Kita butuh aksi presisi yang dilaksanakan secara luar biasa. Kita butuh presisi yang berkeadilan.
Karena Presisi itu akronim dari Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan. Presisi Kapolri yang berkeadilan harus tercermin dari realitas memberikan rasa keadilan bagi Nusa Tenggara Timur dalam hal penerimaan casis taruna Akpol. Berkeadilan itu berarti memberikan apa yang menjadi hak anak NTT kepada anak NTT.
Kuota 11 casis taruna Akpol itu harus untuk anak-anak NTT. Kalaupun dari 11 casis, 6 atau 7 dari NTT, itu masih wajar. Namun, jika dari 11 kuota, casis asal NTT cuma 1 orang, atau dari 6 kuota dan tidak satupun anak NTT, itu namanya sungguh keterlaluan dan sangat tidak berkeadilan. Itu mempermalukan kedaulatan rakyat NTT.
Wajar kalau publik NTT menggugat, apakah tidak ada anak-anak NTT yang mengikuti seleksi Casis Taruna Akpol 2024? Kalau banyak yang ikut, apakah yang banyak itu memang otaknya eror, fisiknya parah dan wataknya rusak sehingga tidak bisa lolos dan lulus?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.