Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Selasa 2 Juli 2024, Hikmat Ilahi Ambil Keputusan: Pelajaran dari Raja Salomo

dipelajari dari setiap situasi yang dihadapi, baik suka maupun duka. Pengalaman membantu kita untuk tumbuh dalam kebijaksanaan.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
Pdt. Dina W. Dethan Penpada, M.Th 

Oleh: Pdt. Dina W. Dethan Penpada, M.Th

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Kristen Selasa 2 Juli 2024, Hikmat Ilahi dalam pengambilan Keputusan: Pelajaran dari Raja Salomo

1 Raja2 3:16-26).

Saudara-saudari yang dikasihi Kristus… Shalom….
 
Kita sungguh saya bersyukur karena hari ini kita telah berada pada hari kedua di bulan Juli di tahun 2024. Selama enam bulan, tangan Tuhan terus menyertai kita dalam berbagai pergumulan hidup. Kasih setia-Nya selalu baru tiap pagi. Amin, Bapak Mama, Saudara-saudari?
 
Saudara-saudari, setiap hari kehidupan kita diwarnai dengan keputusan demi keputusan, dan mau tidak mau kita mesti menentukan sikap kita. Ada keputusan-keputusan kecil yang tidak terlalu berdampak, tetapi ada juga keputusan-keputusan besar dengan dampak atau risiko yang cukup besar menyangkut kehidupan dan masa depan kita, masa depan banyak orang, entah anggota keluarga, atau orang-orang di sekitar kita, dan dalam masyarakat yang luas.
 
Sebelum saya melanjutkan khotbah ini, saya ingin bertanya: Apakah saudara pernah menyesali sebuah keputusan penting yang telah diambil karena ternyata keputusan itu diambil tanpa pertimbangan yang matang, atau keputusan itu diambil saat emosi saudara sedang tidak stabil, entah marah atau sedih, atau dalam keadaan tertekan, terburu-buru, atau karena desakan banyak orang sehingga dampak dari keputusan itu merugikan diri sendiri, atau merugikan orang lain? Dan karena keputusan yang demikian itu, batin kita sering bergejolak, "coba itu hari jangan ambil keputusan seperti itu"?

Baca juga: Renungan Harian Kristen Kamis 28 Juni 2024, "KKN Sebagai Musuh Gereja dan Bangsa"

Saudara-saudari, walaupun kita pernah keliru atau salah mengambil keputusan penting dalam hidup kita, tentu jarum jam tidak dapat diputar kembali ke masa lalu. Tetapi yakinlah bahwa setiap kita tidak hanya memiliki masa lalu, tetapi kita juga memiliki masa depan di dalam Tuhan.
 
Oleh karena itu, hari ini Tuhan memberi kesempatan kepada kita untuk belajar dari Raja Salomo yang dikaruniai hikmat oleh Tuhan sehingga ia dapat mengambil keputusan dengan sangat bijaksana dan membuahkan keadilan.
 
Saudara-saudari, dalam bacaan kita dengan sangat jelas mengisahkan tentang dua perempuan yang reputasinya tidak baik dalam masyarakat, melahirkan bayi pada waktu yang hampir bersamaan dalam satu rumah. Salah satu bayi meninggal dunia di malam hari, karena ibunya mungkin tidak sadar menindih bayinya sehingga meninggal. Ibu ini dengan akal bulusnya, cepat-cepat mengganti bayinya yang sudah meninggal dengan bayi yang masih hidup.

Keesokan harinya, ketika perempuan yang memiliki bayi itu menyadari bahwa bayinya telah tertukar, terjadi perselisihan antara keduanya. Dan mereka datang ke Salomo untuk mencari keadilan (waktu itu Raja sekaligus berperan sebagai hakim yang memutuskan perkara).
 
Permasalahan yang dibawa kedua perempuan ini sangat pelik, oleh karena Salomo tidak mengenal latar belakang mereka, sehingga ia tidak bisa menentukan mana yang benar dan yang salah. Bayi yang diperebutkan masih terlalu kecil untuk mengenali siapa ibu yang sebenarnya (anak kecil mukanya hampir-hampir sama). Dan yang paling utama, tidak ada saksi yang dapat memperkuat argumentasi dari masing-masing pelapor.

Namun itu tidak berarti Salomo tidak dapat mengambil keputusan terhadap masalah ini. Melalui hikmat yang Tuhan kasih, Ia menggunakan pengetahuan yang paling sederhana yang pasti dimiliki oleh semua orang. Apa pengetahuan itu? Pengetahuan itu ialah bahwa seorang ibu sejati akan rela melakukan apa saja asalkan anaknya dapat tetap hidup. Bahkan dengan tidak mengakui anaknya sekalipun akan dilakukan, asalkan anaknya dapat tetap hidup. Pengetahuan yang sederhana inilah yang diterapkan dengan sangat bijak pada waktu yang tepat.
 
Salomo, sebagai raja yang bijaksana, mengambil keputusan untuk menguji kasus itu dengan meminta pedang untuk membelah bayi tersebut menjadi dua bagian, sehingga masing-masing dapat setengah. Tentu ketika pernyataan itu disampaikan, menimbulkan ketegangan bagi semua yang hadir, terutama ibu sejati dari bayi itu, sebab nampaknya sangat sadis.

Si ibu sejati segera melakukan interupsi agar bayi itu tidak dibelah, tetapi merelakan saja bayinya kepada ibu palsu itu asalkan bayinya selamat. Sedangkan ibu palsu itu tanpa beban, menyetujui usulan Salomo. Namun justru di situlah kebenaran terungkap siapa sesungguhnya pemilik bayi itu.

Dari kebijaksanaan Salomo ini kita dapat belajar beberapa hal:
 
Pertama: Ternyata hikmat yang diminta Salomo sangat menolongnya ketika harus mengambil keputusan. Kebijaksanaan Salomo nampak dalam pendekatannya yang bijak terhadap masalah ini. Dia tidak hanya mempercayai kata-kata yang disampaikan kedua perempuan ini tetapi ia menyentuh nurani mereka. Ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan sejati tidak hanya berhenti pada pengetahuan atau intelektualitas, tetapi memahami kebenaran yang lebih dalam di balik konflik.
 
Karena itu, dalam doa-doa kita, mari kita terus meminta hikmat dari Tuhan, sebab hikmat bukan hanya pengetahuan atau kecerdasan intelektual semata, melainkan kemampuan untuk memahami orang lain di sekitar kita bukan hanya melalui kata-kata mereka, tetapi melihat sampai kedalaman hati mereka. Dengan hikmat, seorang suami dapat memahami pergumulan batin seorang istri (kalau semula istri cerewet, tapi tiba-tiba diam, ada apa?) atau sebaliknya pergumulan batin seorang suami (kalau suami yang semula betah di rumah tapi akhir-akhir ini lebih betah di luar rumah, ada apa?) atau orangtua dapat memahami pergumulan batin anak-anak.

Atau sebaliknya, anak-anak memahami pergumulan orangtua. Mungkin pada titik tertentu orangtua sudah tidak lagi memberi nasihat kepada anak-anak karena nasihatnya tidak didengarkan. Dalam kondisi-kondisi seperti ini dibutuhkan hikmat untuk saling memahami bahasa-bahasa batin. Dan untuk sampai pada pemahaman yang mendalam, dibutuhkan hikmat, bukan emosi, bukan curiga.
 
Tidak saja dalam keluarga, tetapi dalam relasi-relasi kita, kadang kita tidak memahami apa yang menjadi pergumulan orang-orang di sekitar kita karena kita hanya mendengarkan apa yang dikatakan dan bukan apa yang tidak dikatakannya. Dan untuk sampai pada kemampuan itu, kita mesti meminta sungguh-sungguh kepada Tuhan, sumber hikmat itu, agar kita diberi hikmat agar dapat bertindak bijaksana.

Seperti Salomo, mintalah hikmat dari Allah dalam doa. Berdoalah untuk memperoleh pengertian yang mendalam tentang kebenaran-Nya, untuk dapat mengambil keputusan yang bijaksana, dan untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
 
Selain doa, kita juga mesti mempelajari Firman Allah. Hikmat yang sejati berasal dari pengetahuan dan pemahaman akan firman Allah. Pelajari Alkitab secara teratur, renungkan ajaran-ajarannya, dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain membaca Firman Tuhan, kita juga dapat belajar dari pengalaman hidup kita dan orang lain. Refleksikan apa yang bisa dipelajari dari setiap situasi yang dihadapi, baik suka maupun duka. Pengalaman membantu kita untuk tumbuh dalam kebijaksanaan.
 
Kita juga mesti bersikap rendah hati dan takut akan Tuhan. Kunci dari kebijaksanaan adalah rendah hati dan takut akan Tuhan. Pengakuan bahwa Allah adalah sumber segala hikmat dan kebijaksanaan haruslah menjadi landasan hidup kita. Ingatlah bahwa menjadi berhikmat adalah perjalanan panjang dan terus-menerus, yang membutuhkan kerendahan hati, ketekunan, dan keterlibatan dengan Allah dalam setiap aspek kehidupan, sebab usia bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan apakah seseorang berhikmat, sebab berhikmat lebih dari sekadar usia atau jumlah tahun yang telah dihabiskan.
 
Kedua: Dengan memiliki hikmat, Salomo menghargai orang-orang yang dalam pandangan masyarakat tidak berarti. Dalam kasus dua ibu ini, Salomo bisa saja mengusir mereka karena status mereka bukan perempuan baik-baik. Ayat 16 jelas menyebut siapa mereka. Sebagai Raja yang tersohor, raja yang kaya raya, raja yang dikenal di seluruh dunia pada waktu sebagai raja yang hebat, Salomo bisa usir ini perempuan dua dengan mengatakan: “Basong dua yang pi cari kerja, baru datang kasi kepala pusing saya. Mana ini anak punya bapa?” Dan sejumlah pertanyaan yang memberi dukungan bagi Salomo untuk mengusir mereka. Atau Salomo bilang, “Memangnya beta kurang kerja?”
 
Tetapi dalam narasi ini tidak ada ungkapan lain, selain dengan sungguh-sungguh dan dengan hati yang bersih mau mencari jalan keluar bagi mereka. Salomo yang berhikmat itu menerima mereka, mendengarkan persoalan mereka dan tetap menghargai mereka dan rela memberikan jalan keluar. Di sini kita melihat bahwa hikmat Salomo tidak membuatnya sewenang-wenang terhadap orang lain, sekalipun mereka bukan orang baik-baik.
 
Ketiga: Dengan memiliki hikmat, Salomo menghargai orang-orang yang dalam pandangan masyarakat tidak berarti. Dalam kasus dua ibu ini, Salomo bisa saja mengusir mereka karena status mereka bukan perempuan baik-baik. Ayat 16 jelas menyebut siapa mereka.

Sebagai Raja yang tersohor, raja yang kaya raya, raja yang dikenal di seluruh dunia pada waktu sebagai raja yang hebat, Salomo bisa usir ini perempuan dua dengan mengatakan: “Basong dua yang pi cari kerja, baru datang kasi kepala pusing saya. Mana ini anak punya bapa?” Dan sejumlah pertanyaan yang memberi dukungan bagi Salomo untuk mengusir mereka. Atau Salomo bilang, “Memangnya beta kurang kerja?”
 
Tetapi dalam narasi ini tidak ada ungkapan lain, selain dengan sungguh-sungguh dan dengan hati yang bersih mau mencari jalan keluar bagi mereka. Salomo yang berhikmat itu menerima mereka, mendengarkan persoalan mereka dan tetap menghargai mereka dan rela memberikan jalan keluar.

Di sini kita melihat bahwa hikmat Salomo tidak membuatnya sewenang-wenang terhadap orang lain, sekalipun mereka bukan orang baik-baik. Dengan demikian orang dikatakan bijak bukan karena ia mengetahui segala sesuatu, namun karena ia dapat mengaplikasikan apa yang diketahuinya secara benar dan tepat, sehingga bagaimana pun kompleksnya suatu masalah tetap dapat dipecahkan dengan baik.

Banyak masalah terjadi dalam keluarga karena sebagai orangtua, kita kadang tidak menghargai setiap anggota keluarga dan cenderung menggunakan kekuasaan untuk mengambil keputusan. Hal ini juga sering terjadi dalam lingkungan pekerjaan dan relasi sehari-hari. Kita hanya mau repot dan sibuk dengan orang-orang yang terpandang, yang memiliki kuasa, yang cantik, yang ganteng, sementara orang-orang yang dianggap kurang menarik atau tidak penting sering kita abaikan.
 
Salomo memberikan kita pelajaran penting untuk menghargai setiap individu sebagai ciptaan Tuhan. Jika Tuhan yang Maha Segalanya saja menghargai dan mengasihi semua manusia tanpa pandang bulu, maka tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi sombong terhadap orang lain, terutama mereka yang tidak punya apa-apa.
 
Kita diajarkan untuk tidak memandang rendah siapapun, melainkan untuk melihat setiap orang dengan kasih dan penghargaan yang sama, sebagaimana Tuhan melihat kita. Mari kita belajar untuk menghargai semua orang, mengakui nilai dan martabat mereka sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Dengan demikian, kita akan menciptakan hubungan yang lebih baik dan harmonis, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
 
Keempat: Di ayat 28 kita membaca bahwa ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, mereka takut kepada raja, sebab mereka melihat bahwa hikmat dari Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan. Hikmat Allah selalu menolong kita untuk melihat apa yang tidak dilihat oleh mata jasmani kita. Hikmat Allah menjadikan kita mampu menghadirkan kebenaran dalam hidup kita.
 
Melalui keputusan-keputusan kita, banyak orang dapat memuliakan Allah. Melalui keluarga kita, melalui pekerjaan kita, dan melalui pelayanan kita, nama Tuhan dimuliakan dan bukan kita yang dimuliakan. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk hidup dalam hikmat Allah, sehingga melalui kehidupan kita, orang lain dapat melihat dan memuliakan Allah.
 
Ingatlah bahwa kita bisa kehilangan hikmat karena tidak mengutamakan atau mengabaikan ajaran dan prinsip yang terkandung dalam firman Tuhan. Firman Tuhan adalah sumber hikmat yang utama, dan ketika itu diabaikan atau dilupakan, orang dapat tersesat dalam pengambilan keputusan yang tidak bijaksana. Kita juga bisa kehilangan hikmat karena kesombongan.

Kesombongan dapat menghalangi seseorang untuk mengakui kebutuhan akan hikmat atau nasihat dari orang lain. Orang yang sombong cenderung mengandalkan pengetahuan atau pandangan pribadi mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan nasihat bijaksana dari orang lain atau pengalaman hidup orang lain.
 
Lingkungan yang tidak mendukung nilai-nilai kebijaksanaan, seperti pergaulan dengan orang-orang yang tidak bertujuan baik atau mempromosikan gaya hidup yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan spiritual, dapat mempengaruhi seseorang untuk kehilangan hikmat.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved