Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Kamis 28 Juni 2024, "KKN Sebagai Musuh Gereja dan Bangsa"

Ungkapan ini muncul sebagai tanggapan atas berbagai praktek ketidak-adilan yang terjadi dan merajalela di Indonesia dengan pelaku oknum para hakim

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Pdt. Mathelda M. Djami-Bunga, S.Th 

KKN SEBAGAI MUSUH GEREJA DAN BANGSA (Ulangan 16:18-20)
Oleh: Pdt. Mathelda M. Djami-Bunga, S.Th

KKN adalah singkatan dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kamus Besar Bahasa Indonesia Masa Kini (KBBIM) mengartikan Korupsi sebagai tindakan buruk berupa penyelewengan atau penggelapan uang, penerimaan sogok dari pihak lain untuk mempekaya diri sendiri atau orang lain yang menyebabkan kerugian dari negara atau pihak lain; Kolusi adalah pemufakatan atau kerja sama dengan pihak lain untuk urusan yang tidak baik; Jadi ada persengkokolan atau kongkalikong yang tidak terpuji dalam melakukan kejahatan.

Sementara Nepotisme adalah kecenderungan untuk menguntungkan atau mengutamakan sanak saudara sendiri (nak atau saudara), kroninya atau memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya dengan seseorang bukan berdasarkan kemampuannya (kapasitas diri).

Terkait maraknya KKN di Indonesia, Prof Dr J Sahetapi, seorang pakar hukum dan pemeluk Kristen yang taat pernah berujar: “Pada zaman Orde Lama dari seribu (1000) orang hakim di Indonesia sulit kita menemukan seorang hakim yang tidak jujur, namun di zaman orde Baru hingga kini dari seribu (1000) orang hakim di Indonesia sulit kita menemukan seorang hakim yang jujur”.

Ungkapan ini muncul sebagai tanggapan atas berbagai praktek ketidak-adilan yang terjadi dan merajalela di Indonesia dengan pelaku oknum para hakim sebagai penegak hukum.

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi praktek yang dianggap lumrah  oleh para pejabat atau pemimpin termasuk di dalamnya  para hakim dan panitera.

Orientasi hidup yang terarah pada upaya mengumpulkan harta kekayaan, mencari kenikmatan hidup, upaya pementingan diri, dan kelompok buat KKN tidak terhindarkan. Cinta akan uang, mencari kenikmatan hidup, upaya pementingan diri, dan kelompok membuat para pemimpin tidak lagi mengindahkan suara hati dalam hal melakukan KKN.

Seleksi untuk mendapatkan pekerjaan atau jabatan, orang harus mengeluarkan biaya untuk menyuap oknum petugas atau panitia penyeleksi. Terkadang seleksi yang dilakukan hanyalah formalitas belaka sebagai upaya pemenuhan terhadap aturan yang berlaku. Dalam situasi ini, orang yang tidak punya duit, tidak ada kenalan atau orang dalam yang berjabatan dan berpengaruh jangan harap lolos seleksi untuk mendapatkan pekerjaan atau menduduki sebuah jabatan.

Dalam hal penegakkan keadilan dan kebenaran, dunia peradilan yang mesti jadi benteng yang kokoh dimana banyak orang menemukan kebenaran dan keadilan dari para hakim dan petugas peradilan telah tercoreng oleh praktek suap atau sogok  dalam berbagai bentuk. Terjadi dagang perkara dan korupsi dalam dunia peradilan yang membuat integritas para penegak hukum jatuh pada titik nadir.

KKN Sebenarnya ada dimana-mana (Dunia peradilan, pemerintah, masyarakat, gereja dll) dan menjadi praktek tidak saja oleh manusia yang hidup di zaman modern. Sejak zaman  dahulu di mana Musa hidup dan memimpin bangsa Israel menuju tanah Kanaan, praktek ketidakadilan telah terjadi.

Teks Ulangan 16:18-20, merupakan bagian dari pidato atau khotbah Musa yang disampaikan kepada umat Israel dalam pengembaraan di padang gurun agar kelak di tanah perjanjian yang akan mereka diami, mereka benar-benar menjalani  hidup secara bertanggungjawab sebagai umat pilihan Allah.

Pada masa  pengembaraan di padang gurun, Musa  selain sebagai pemimpin pengembaraan perjalanan umat menuju Kanaan juga merupakan hakim kepala terhadap para hakim lain yang terdiri dari orang-orang pilihan tiap suku dengan tugas menyelesaikan berbagai masalah yang mengemuka di antara umat (Band. (Kel 18: 13-27; Ul 1:9-18;). Beban pelayanan sangat berat. Pengalaman pelayanan itu jadi perhatian Musa dalam pidatonya agar di tanah perjanjian umat harus memilih para hakim dan petugas peradilan demi menjaga ketertiban sosial dan stabilitas politik dalam hidup bersama selaku umat Allah.

Sebenarnya ilmu berbagi beban kerja demi kebaikan bersama umat Tuhan diperoleh Musa dari Jetro, mertuanya. Pada waktu itu Jetro melihat bagaimana Musa sangat letih mengadili perkara umat yang demikian banyak. Dari pagi hingga sore pekerjaan Musa hanya mengadili dan mengadili. Dan ini sangat tidak efektif. Disamping perkara umat tidak dapat ditangani secara maksimal, Musa juga sangat letih karenanya dan menghabiskan waktunya hanya untuk tugas tersebut. Padahal sebagai pemimpin umat, masih banyak tugas lain yang harus ditunaikan Musa dalam hal memimpin umat menuju tanah perjanjian.

Di mata Musa, bangsa Israel adalah umat pilihan Allah yang harus mencerminkan hidup berbeda dengan bangsa lain di sekitarnya. Sebagai umat pilihan Allah, bangsa Israel dituntut selian menjaga kekudusan hidup di hadapan Allah dalam ibadah dan perayaan agama tapi  juga terkait erat dengan pentingnya menjaga kekudusanAllah itu dalam berbagai provesi kehidupan. Pengakuan bahwa Allah itu Kudus, Maha adil dan benar mesti dinyatakan dalam perilaku hidup dan segala tugas yang dilakukan.

Bila teks bacaan ini diperhatikan, terdapat tiga (3) aspek penting dalam pidato/khotbah Musa:

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved