Berita Interansional
Semakin Sedikit Anak Muda Jepang yang Mau Jadi Petani
Keputusannya itu membuat Takashi Ishii menjadi generasi kelima di keluarganya yang mencari nafkah dari pertanian.
Pada tahun 2000, jumlah orang yang bekerja di bidang tersebut mencapai 2,4 juta orang. Namun, di tahun 2023, jumlah orang Jepang yang bekerja di bidang pertanian hanya mencapai 1,16 juta orang.
Lebih buruknya lagi, hanya 20 persen di antara mereka yang berusia di bawah 60 tahun.
Saat ini, Jepang harus mengimpor sebagian besar makanan yang dikonsumsi penduduknya. Rasio swasembada pangan negara itu hanya 38 persen.
Hal tersebut kian mengkhawatirkan akibat konflik di Laut China Selatan atau di sekitar Taiwan yang masih terus berlangsung.
Pada dasarnya, jalur laut berperan penting bagi impor dan ekspor dari Jepang.
Konflik tentu dapat secara serius mengganggu pasokan pangan dan dengan cepat memicu kekurangan. Pemerintah Jepang saat ini masih terus berupaya mengatasi masalah itu.
Undang-Undang tentang Pangan, Pertanian, dan Daerah Pedesaan yang disahkan tahun 1999 menyerukan agar tingkat swasembada pangan ditingkatkan menjadi 45 persen pada tahun 2030.
Namun, hal tersebut tampaknya tak akan tercapai, terlebih jika kaum muda terus meninggalkan pedesaan. Ladang pertanian Ishii sendiri terletak di kota Otawara, sekitar 90 menit ke utara Tokyo jika ditempuh dengan kereta api.
Wilayah tersebut terkenal dengan tanaman padinya, sementara keluarga Ishii juga menanam barley dan sayuran yang dijual melalui cabang lokal dari Koperasi Pertanian Jepang.
Dengan luas hanya 6.250 meter persegi, ladang pertanian tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan standar Eropa dan Amerika Utara.
Walau hal tersebut sudah biasa di Jepang, tetapi tentu juga membuat pertanian menjadi kurang efisien. Terlebih lagi, pekerjaan tersebut juga berat, kata Ishii.
“Para petani harus bangun pagi-pagi sekali dan pagi hari adalah waktu tersibuk, terutama jika Anda juga harus mempersiapkan anak-anak ke sekolah pada waktu yang sama,” kata Ishii.
“Musim panas juga semakin panas, jadi sebaiknya selesaikan pekerjaan sebanyak mungkin sebelum cuaca menjadi terlalu panas. Jam kerja panjang dan selalu ada sesuatu yang perlu dilakukan.”
Selain jam kerja yang panjang, bertani juga membutuhkan fisik yang kuat. Permasalahannya, perjuangan sebesar itu tak menjamin pemasukan yang sepadan.
Rata-rata penghasilan dari pertanian seringkali berada di bawah pendapatan rata-rata di Jepang yang sebesar 6,2 juta yen atau setara Rp 636 juta.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/SAWAH-BENA_005.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.