Opini
Opini: Mgr Max Regus dan Republik Sialan
Padahal candaan segar dan menggigit terutama dengan ‘kelakuan’ sahabat-sahabatnya selalu menjadi sebuah bacaan ringan yang menarik.
Oleh: Robert Bala
Rekan dan Sesama Penulis
POS-KUPANG.COM - Saya tidak tahu apakah pernah bersua secara langsung dengan Uskup Labuan Bajo yang diumumkan pada Jumat, 21 Jun 2024.
Tetapi secara online, pertemuan itu menjadi sangat kerap. Bukan saja karena sesama alumnus dari STFK (kini IFTK) Ledalero, tetapi lebih terutama karena sesama penulis.
Di koran derah maupun nasional, nama Max Regus selalu hadir. Di situlah pertemuan yang begitu kerap.
Memang saya sadari bahwa sebelum menjabat Rektor Unika St. Paulus Ruteng, masih bisa mendapatkan tulisan di opini.
Bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan karya ‘paper’ yang ilmiah dan panjang, ringkasan pendapat melalui opini media massa tentu sangat diharapkan.
Tidak saja opini. Candaan Max Regus (MR) di medsos khususnya FB menjadi jarang. Padahal candaan segar dan menggigit terutama dengan ‘kelakuan’ sahabat-sahabatnya selalu menjadi sebuah bacaan ringan yang menarik.
Sebagai penulis di era digital, memang sajian ringan seperti ini sangat dibutuhkan. Tetapi beban yang berat dan keseriusan, kadang membuat hal-hal kecil ini minggat. Itu yang terasa dengan MR.
Mencuri Perhatian
Apa yang sebenarnya mencuri perhatian dari MR sebagai pribadi? Tentu orang yang paling dekat lebih mengenalnya. Yang lain hanya bisa meraba dengan kemungkinan salah lebih banyak dari benarnya. Itulah yang bakal terjadi dengan tulisan ini.
Pertama, sebagai seorang penulis yang bisa ‘tembus’ ke Kompas, maka MR menjadi orang segelintir. Malahan dia sudah ‘tembus’ saat masih menjadi mahasiswa di STFK Ledalero waktu itu.
Mengutip penulis sangat produktif, Masri Putra Sareb yang juga penulis hampir 100 lebih buku, sesorang hanya bisa disebut penulis kalau ia telah menulis di Kompas (https://pepnews.com/index.php).
MR telah menderetkan diri sebagai penulis justru ketika masih mahasiswa di Ledalero. Itu menunjukkan bahwa MR memang bisa disebut ‘yunior’ karena masih ada senior yang leibh hebat, tetapi dari segi kualitas, ia sudah mantap dan dewasa mendahului umur.
Kedua, MR juga mencuri perhatian saat pemilihan Rektor Unika St. Paulus Ruteng. Saat itu ia harus berhadapan langsung dengan rektor incumbent yang jauh lebih senior di atasnya.
Banyak orang mengira, MR hanya sebagai ‘calon penggembira’. Ia tidak akan bakal lolos karena di hadapannya adalah Prof Dr Yohanes Servatios Lon. Ia sudah memiliki segalanya termasuk sebagai incumbent.
Tetapi MR membuat kejutan dan terpilh jadi Rektor. Tepatnya setahun (atau lebih tepat belum setahun) lalu karena proses itu terjadi pada Juli 2023.
Inilah ujian perdana yang membuktikan bahwa MR meski dari segi usia dan pengalaman masih di bawah banyak seniornya, tetapi ia bukan ‘sembarangan’.
Candanya yang polos menandakan MR yang apa adanya hal mana membuatnya bisa melangkah begitu jauh menjadi Rektor Perguruan Tinggi Katolik terbesar di Flores saat ini.
Ketiga, MR tidak henti-hentinya membuat surprise bukan didisain dari dirinya tetapi atas keterpilihiannya menjadi Uskup Labuan Bajo.
Hal ini bukan pertama-tama karena baru setahun menjabat rektor Unika St Paulus dan barangkali belum berbuat apa-apa dalam 11 bulan menjabat.
Orang tentu saja berharap bahwa MR bisa menyelesaikan minimal satu periode dan mengurus jenjang akademis tertinggi sebagai profesor mengikuti banyak dosen di St. Paulus yang sudah mencapainya.
Tetapi jabatan ‘duniawi’ ini tentu bisa dikalahkan oleh pertimbangan rohani yang jauh lebih penting menjadi Uskup. Sampai di sini surprise itu bisa menjadi lebih kuat karena ada nilai yang jauh lebih penting.
Republik Sialan
Pertanyaan yang jauh lebih penting sebenarnya tentang surprise apa yang dinantikan dari Mgr Max Regus di Keuskupan Labuan Bajo?
Pertama, secara internal, Uskup kelahiran 23 September 1973 berhadapan dengan kondisi Gereja yang sedang tidak baik-baik saja.
Perlu diakui bahwa Manggarai Raya terutama Manggarai Barat memiliki tradisi intelektual yang sangat tinggi dengan hadirnya imam (dan awam) yang sangat cerdas.
Hal ini menjadi sebuah kekuatan tetapi bila tidak dikelola bisa menjadi persoalan. Ini pula yang jadi catatan bahwa uskup sebelumnya: Van Bekum, Vitalis Jebarus, Edu Sangsun, dan Uskup Leteng, tidak meninggalkan takhtanya dalam keadaan baik-baik saja.
Beruntung, pada masanya Uskup Sipri mengurai permasalahan itu dan menawarkan solusi yang terwujud kini dengan pemekaran keuskupan Ruteng.
Dalam arti ini dan dengan tradisi baru sebagai keuskupan baru, maka rancang bangun Gereja secara internal (terutama dengan para imam Keuskupan Labuan Bajo) sebagai landasan pijak untuk bisa bermisi keluar lebih meyakinkan.
Kedua, dengan latar belakang pendidikan ‘duniawi’ (yakni: . Pendidikan pascasarjana di UI bidang sosiologi dan kemudian studi doctoral di The International Institute of Social Studies di Universitas Erasmus dan Graduate School di Universitas Tilburg Belanda) dari Uskup MR, maka hal itu terasa sangat cocok dan klop dengan kebutuhan Manggrai Barat khussnya Labon Bajo yang bukan lagi berada di level nasional tetapi malah internasional.
Dari segi sosial, terdapat beberapa persoalan mendasar di Manggarai Barat.
Dua persoalan dasar seperti rendahnya tingkat pendidikan (60 persen berpendidikan SD) bisa menjadi sasaran empuk bagi pendatang yang begitu mudah mengibuli rakyat selain orang yang pintar pun menggunakan kepintaran (atau lebih tepat kelicikan) untuk mengibuli rakyat. Tanah yang mudah terjual adalah fakta yang di depan mata.
Fakta lain tentang masalah sosial ekonomi dengan tingkat kemiskinan hampir 22 persen (Kompasiana 8/8/2023) menunjukkan bahwa ternyata kemajuan yang dibanggakan Jokowi dan jajarannya ternyata dalam kenyataanya lebih membawa kesialan daripada kemaslahatan.
Di Keuskupan baru ini, Mgr Max Regus akan angguk-angguk ironis bahwa Republik ini memang Republik Sialan.
Tapi ini tidak perlu diratapi. Tuhan telah mengirim utusannya yang tepat, seorang uskup sosiolog yang pasti bersama imam-imam yang rendah hati dan bijak, bisa mengurai persoalan dan dapat menghadirkan reksa pastoral yang baru.
Mereka yang banyak mengganggu dan menjerumuskan masyarakat tentu akan berkata: Sialan Uskup Max Regus karena membuat mereka tidak nyaman. Tetapi juga Republik yang sialan akan berhadapan dengan umat yang uskupnya seorang sosiolog. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.