Opini

Opini: Pertanian Konservasi Oleh-Oleh Bagi Pemimpin di NTT

Hal ini berarti semua negara berkewajiban untuk menjaga dan mengelola sumber daya air secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Mengapa?

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
Ilustrasi. 

Selanjutnya hasil studi best practice system ini oleh petani di Sumba dan Timor (Levis, L.R, dkk, 2018) mencatat pengakuan petani di kedua daerah tersebut dengan menanam pada lahan seluas 3 are jika secara konvensional hanya menghasilkan 150 kg jagung tetapi dengan sistem pertanian konservasi dengan luas yang sama menghasilkan 800 kg jagung. Jika petani menanam labu, tanpa sistem ini hanya menghasilkan 56 buah tetapi dengan sistem ini menghasilkan 200 buah.

Banyak penyuluh di NTT juga mengakui dan membuktikan keandalan sistem ini.

Ada hal menarik lainnya bahwa terjadi perubahan etos kerja petani khususnya dalam pemanfaatan waktu karena setelah menerapkan sistem ini para petani mulia bekerja jam enam pagi yang sebelumnya tidak pernah dilakukan.

Lalu pertanyaan, mengapa pemerintah NTT belum menerapkan sistem pertanian konservasi dalam membangun pertanian lahan kering di NTT.

Kita mengharapkan gubernur terpilih nanti harus memiliki konsep membangun pertanian yang jelas sesuai dengan kondisi ril sumber daya alam NTT dan sumber daya petani sehingga upaya meningkatkan ketahanan pangan di dalam situasi pemanasan global yang terus meninggi pertanian di NTT dapat beradaptasi secara baik untuk menghasilkan produksi pertanian secara maksimal dan berkesinambungan sehingga ketersediaan, keterjangkauan dan keamanan pangan tetap terjaga. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved