Opini

Opini: Menyoroti Kebijakan Pemda NTT Soal Jembatan Palmerah

Hasil Pra FS ini dilanjutkan pembuatan feasibility study ( FS ) pada tahun 2017 menggunakan dana APBN sebesar Rp 10 M (terpakai lebih kurang Rp 7,5 M)

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
Desain konstruksi Jembatan Palmerah penghubung pulau Adonara dan Flores oleh Tidal Bridge, perusahaan asal Belanda. 

Listrik yang dihasilkan akan dibeli oleh PLN sebagai energi baru terbarukan ( EBT )dengan potensi 300 MW( tahap awal akan terpasang 40 MW ) sehingga perlu dikaji apakah listrik yang dihasilkan bisa terkoneksi sesuai standar keamanan dan kebutuhan sistem jaringan listrik eksisiting milik PLN.

Dilanjutkan dengan pengujian teknis oleh lembaga Pendidikan Tinggi ITS ( Institut Teknologi Surabaya ) untuk membandingkan secara akademik sebagai “second opinion “ atas berbagai studi terdahulu.

Semua studi dan kajian yang dilakukan, dalam berbagai tahapan analisa, kajian dan penilaian, hasil studi mengindikasikan bahwa pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah layak dikerjakan, karena sudah layak secara teknis, layak lingkungan, layak pula secara ekonomis.

Artinya dari sisi pembiayaan dan sumber dana serta benefit yang didapat dan risiko yang ditimbulkan, proyek ini sangat menguntungkan warga Flotim dan NTT secara khusus dan Pemerintah Indonesia pada umumnya.

Disamping itu hasil dari dua studi awal yang dibiayai APBD NTT dan APBN Kementerian PUPR, berbentuk dokumen studi perencanaan menjadi Aset Pemda NTT dan Kementerian PUPR RI.

Dari fakta ini, Pemda NTT sejak awal memang berniat dan mendukung sepenuhnya bahkan mendorong jembatan ini terealisasi.

Namun setelah sekian jauh perjalanan rencana jembatan ini sejak 2014, sikap Pemda NTT mulai “berubah “ pada tahun 2019 , dengan alasan yang tidak jelas, terkesan “dingin”, menghindar dan cenderung tidak bersikap walau berbagai upaya pendekatan sudah dilakukan.

Terindikasi dari respons Pemda terhadap dua surat PT. Tidal Bridge Indonesia masing masing surat No. 034- OL / I / 2019, tanggal 10 Januari 2019 tentang “Realisasi Pembangunan PLTAL Pancasila Palmerah Tidal Bridge”, diterima oleh Gubernur NTT saat itu dengan respon disposisi “untuk diketahui", padahal isinya Permohonan Respon Pemda NTT soal Amdal Internasional ( ESIA ).

Menyusul surat kedua No.048-OL/ XI/ 2023 Tgl. 23 November 2023 , tentang “Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut ( PLTAL) Larantuka - NTT” yang ditujukan kapada Pj. Gubernur NTT , isinya meminta agar Pemda NTT mendukung proses perijinan pembangunan Jembatan Palmerah. Surat kedua ini belum direspons Pj. Gubernur NTT hingga artikel opini ini dibuat.

Sikap “ dingin “ Pemda NTT ini adalah bentuk inkonsisten terhadap kelanjutan proyek yang bermula dari PFS ( Pra Feasibilty Study ) yang justru dibiayai APBD NTT sendiri 10 tahun lalu.

Di sisi lain, hasil studi yang berbentuk dokumen PFS , adalah aset tidak bergerak yang mestinya juga dioptimalkan pemanfaatannya oleh Pemda NTT.

Menjadi aneh ketika di penghujung rangkaian studi ini, sikap Pemda NTT justeru “ tidak bersikap”.

Kalaupun ada sikap hati-hati , keraguan dll, justru perlu ada respons balik, untuk mengetahui di titik mana kehati-hatian itu sehingga ada ruang untuk menjelaskan berbagai keraguan.

Padahal ada keuangan negara yang sudah dikeluarkan sejak 2014/2015. Justeru jika tidak bersikap , kebijakan ini bisa dikategorikan sebagai kebijakan yang merugikan keuangan negara dengan potensi total lost.

Karena dana Rp 1,5 M APBD NTT 2014 dan Rp. 7,5 M APBN 2015, kelanjutannya tidak memberi manfaat apapun bagi rakyat NTT sebagaimana tujuan awal saat diusulkan pemerintah pada waktu itu saat pembahasan anggaran dengan DPRD NTT dan DPR RI kala itu, hingga akhirnya masuk dalam Perda APBD NTT tahun, 2014 dan UU APBN 2015.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved