Energi Alternatif

Peternak Kupang NTT Daniel Aluman Maksimalkan Kotoran Ternak untuk Biogas, Bisa Hemat Jutaan Rupiah

NTT merupakan provinsi penghasil ternak. Sayangnya, kotoran ternak, khususnya babi, belum dimanfaatkan secara maksimal.

Editor: Agustinus Sape
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Daniel Aluman memperlihatkan IPAL bantuan dari anggota DPR, Ansy Lema, di samping rumahnya di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (2/5/2024). 

Satu dari tiga kompor itu untuk memasak pakan ternak dan dua lainnya untukkebutuhan rumah tangga. Namun, kompor gas untuk pakan ternak tidak bisa difungsikan karena kompor itu terlalu kecil, tidak mampu menahan beban dari wadah memasak yang terbuat dari potongan drum. Padahal, api dari kompor biogas itu menyala dengan baik.

”Saya sudah mencari jenis kompor yang lebih kuat dan bisa menahan beban lebih 50 kg di semua toko elektronik di Kota Kupang, tetapi tidak ditemukan. Hanya ada kompor biasa. Kompor khusus untuk biogas ini saya tidak paham. Saya lagi pesan teman di Surabaya, tetapi belum ada informasi,” katanya.

Kini, Daniel sedang memesan tiang penyangga wadah drum dari bengkel las. Tiang penyangga itu 1-2 sentimeter lebih tinggi dari kompor gas sehingga bagian bawah drum tidak menyentuh kompor gas.

”Saya berharap kompor yang satu ini bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan ternak. Kalau masak pakan ternak babi pakai kayu bakar, kayu makin sulit dicari karena banyak rumah tangga sekitar juga menggunakan kayu bakar,” katanya.

Dengan kehadiran dua kompor biogas yang ada untuk memasak, ia sudah menghemat jutaan rupiah per bulan. Jika bisa memanfaatkan kompor biogas bahkan listrik untuk permukiman, warga bisa menghemat jutaan rupiah per bulan.

Harga komponen satu kompor gas lengkap mendekati Rp 3 juta jika menggunakan tabung gas berukuran 12 kg. Belum lagi pengisian ulang gas setiap habis pemakaian.

Saat ini, harga listrik juga mulai naik. Jika biogas di rumah tangga warga termanfaatkan untuk listrik, sudah pasti dapat digunakan untuk penerangan.

Di Waingapu, Sumba Timur, misalnya, satu rumah tangga sudah menghemat jutaan rupiah per tahun. Di Waingapu, satu rumah tangga yang memelihara lima babi saja sudah bisa memanfaatkan limbahnya untuk kompor gas satu tungku dan lampu listrik di tiga titik dengan kapasitas bohlam masing-masing 3-7 watt.

Ayah empat anak dan tiga cucu ini mengakui, saat pembangunan IPAL di rumahnya, Oktober 2023, tim teknis dari Kementerian Pertanian tidak memberi petunjuk praktis apa pun terkait pemanfaatan limbah kotoran ternak itu. Mereka hanya berpesan agar jangan membuang air sabun jenis apa pun ke dalam septic tank. Ketika air sabun masuk, maka kompor biogas akan mati.

”Mereka kerja saat itu sangat cepat. Bahan-bahan sudah disiapkan semua dari sana. Tinggal dipasang. Saya hanya siap pakai. Padahal, saya ingin belajar bagaimana proses pemasangan IPAL sampai sukses. Bila perlu untuk kebutuhan listrik rumah tangga seperti di Sumba juga. Tetapi, mereka terburu-buru dan langsung pulang ke Surabaya,” tutur Daniel.

ternak babi daniel aluman_4315
Ternak babi milik Daniel Aluman di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (2/5/2024).

Ny Lia Bulan (45), warga Liliba, Kota Kupang, memiliki enam babi. Kotoran babi ini dibuang begitu saja ke dalam septic tank. Ia belum tahu bahwa kotoran babi juga bisa dimanfaatkan untuk memasak dan penerangan listrik di rumah.

Hampir semua rumah tangga di desa-desa, bahkan kota kabupaten dan kecamatan, di NTT beternak babi. Jumlahnya lebih dari satu ekor per rumah tangga. Kebanyakan babi dipelihara di dalam kandang.

Kotoran babi selama ini terbuang begitu saja ke dalam septic tank. Sebagian langsung mengalirkan air limbah kotoran itu ke lahan pertanian. Namun,tidak semua berkreasi seperti itu, kecuali diberi motivasi atau pelatihan.

Potensi besar

Ketua Yayasan Tukelakang NTT Marianus Minggo mengatakan, NTT memiliki potensi biogas sangat besar yang bersumber dari kotoran ternak, terutama babi.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved