Opini

Opini: Politik Uang Membayangi Pilkada 2024

Politik uang selalu menjadi salah satu variabel kunci memobilisasi warga dalam setiap kontestasi elektoral.

Editor: Dion DB Putra
KOMPAS.COM
Ilustrasi. Salah satu meme tolak politik uang yang disebar Bawaslu Sulsel. 

Hemat saya, untuk meminimalisasi bahaya laten, politik uang, perlu kerja keras penyelenggara pemilu, terutama membangun peradaban pendidikan politik yang memihak kepentingan publik. Selain itu, penting kehadiran partai politik membawa dampak terhadap peradaban politik di tingkat lokal.

Saya membayangkan, jelang Pilkada 2024 partai-partai politik sebagai organ yang mampu membangun konsolidasi pencerahan dengan warga pemilih untuk menolak praktik politik yang menyabotase kedaulatan rakyat.

Sehingga pendidikan itu berdampak pada terbentuknya kesadaran kolektif warga tentang kedaulatannya dalam negara demokrasi.

Tanpa adanya otonomi kedaulatan, warga hanyalah ruang kosong, tanpa suara. Yang pada gilirannya, terlempar dari kebijakan-kebijakan politik itu sendiri.

Kedua, penguatan kapasitas penyelenggara pemilu. Keteledoran atau ketidakmampuan penyelenggara dalam mengawasi proses-proses politik jelang pemilu pada 14 Februari 2024 menjadi catatan serius yang perlu diperhatikan jelang Pilkada 2024.

Kasus di Desa Rura, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai menjadi contoh kurang kerja pengawasan penyelenggara di tingkat paling bawah, yakni kecamatan.

Beragam pelanggaran pemilu pada waktu lalu, mesti dievaluasi, sehingga penyelenggara di tingkat kecamatan dan desa lebih proaktif dan responsif dalam mengawasi proses politik. Untuk membantu kerja penyelenggara, mendorong lembaga-lembaga pemantau pemilu yang independen mesti perlu dilakukan.

Ketiga, hal yang saya pikirkan untuk mengurangi atau mengamputasi politik uang ialah membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendanaan publik untuk biaya operasional politisi.

Hemat saya, selain mencegah keterlibatan pemodal dalam proses politik, dana publik meniscayakan keterlibatan warga untuk mendukung calon pemimpin, sehingga pemantauan proses demokratisasi berjalan lancar.

Ada kesamaan ide, gagasan, emosional ketika dana publik yang dikumpulkan secara sukarela itu untuk politisi.

Pengawasan terhadap politik menjadi semakin adil karena dana-dana itu berasal dari warga.

Hal yang paling baik, politisi yang mendapat tampuk kekuasaan, secara moral- kebijakan terarah pada pertanggungjawaban kepada kebaikan bersama. (*)

Sumber: Pos Kupang
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved