Ramadhan 2024

Kultum Edisi Senin 8 April 2024, "Sebelum Ramadhan Berajak Pergi"

Bukan kita yang meninggalkannya. Namun Ramadhan yang suci yang beranjak pergi, dari lingkaran perjalanan hidup yang kita lalui.

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Muhammad Ramli, S.Pd.I, MH (Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia NTT) 

Oleh: Muhammad Ramli, S.Pd.I, MH
(Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia NTT)

Sebulan yang lalu, dengan suka cita kita sambut bulan yang suci nan mulia dengan berkata, “Selamat datang Ramadhan.”

Hari ini….dalam beberapa jam ke depan, sepertinya bukan kita yang pantas untuk berkata, “Selamat tinggal Ramadhan.” Bukan kita yang meninggalkannya. Namun Ramadhan yang suci yang beranjak pergi, dari lingkaran perjalanan hidup yang kita lalui.

Ayya Mamma’dudaat "(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu." Jujur kami penasaran dengan makna yang terkandung dalam penggalan ayat Qur'an surah Al Baqarah 184 ini, hingga kami menemukan penjelasan tafsirnya dari Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia.
Diantara penjelasannya sebagai berikut :

Diantara pelajaran yang dapat diambil dari penetapan Ramadlon dengan sifatnya “Ayyam” (yang merupakan jamak qillah ) dan Ma’dudaat´ (yang juga merupakan jamak qillah) adalah untuk menjelaskan betapa Allah Tabaraka Wa Ta'ala Dzat Yang Maha Rahman memberikan keringanan- keringanan kepada hamba-hambanya atas perintah puasa itu. Dimana kewajibannya tidak berada di 11 bulan lainnya di tambah dengan keringanan-keringanan lain sebagaimana dijelaskan dalam ayat Al Baqarah 184 itu, keringanan ketika sakit, ketika dalam perjalanan, atau bagi orang yang berat menjalankannya seperti wanita hamil dan menyusui, para lansia, atau para pekerja-pekerja berat.

Allah menyebut Ramadhan dengan firman-Nya: “Ayyaa Ma’dudaat”, sebagai kinayah akan waktunya yang sebentar, maka sebuah kesalahan yang besar bagi siapa yang berkesempatan bertemu dengan Ramadlan tetapi ia menyia-nyiakannya tanpa memanfaatkannya untuk mengapai kebaikan sebanyak mungkin, dan dia akan merasakan kebodohannya ketika ia berkata : "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah" [ az-Zumar : 56 ], dan “dzalika yaumuttaghobuun” "itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan" [ At-Taghabun : 9 ]

“Ayyama’dudaat” Siapa yang membaca penggalan ayat ini dengan hatinya, maka dia akan sadar bahwa momen keberkahan ini hanya sebentar, dia bakal selesai dalam kedipan mata.

Akankah malam yang telah kita isi dengan ibadah, siang yang juga telah dilengkapi dengan ibadah-ibadah sunnah, akan tetap dijalani di perjalanan berikutnya?

Semoga bukan lelah karena ibadah yang menjadi pengisi relung hati. Sehingga merasa perlu beristirahat usai Ramadhan.

Bukan pula penat lantaran banyak yang tak bisa dilakukan pada siang hari. Hingga usai Ramadhan, kesia-siaan kan kembali menjadi teman pengisi hari.

Namun Ya Allah… jika Rasulullah yang sudah pasti berakhir di surga saja, telapak kakinya bengkak lantaran lamanya berdiri dalam sholat, maka berharap, kemuliaan Ramadhan kan menghadirkan begitu banyak kecintaan pada sunnah Rasulullah.

Semoga usai Ramadhan, kan membuat kami beranjak untuk mendaki puncak kemuliaan hidup. Menjadikan diri lebih bermanfaat untuk sesama. Menggerakkan diri untuk menaikkan kadar iman dan taqwa di dalam qalbu.

Selamat jalan, wahai Ramadhan. Semoga ada masa untuk berjumpa kembali di masa depan. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved