Berita Manggarai Barat

Dispar NTT Sebut Tarif Pemandu Wisata di TNK Sudah Lewati Diskusi Publik

Kesepakatan tentang kenaikan itu dibagi dalam tiga grup. Rata-rata kenaikan itu Rp 10 ribu untuk 1-5 wisatawan orang tiap grup

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Provinsi NTT, Kreatif Johny Rohi  

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi 

POS-KUPANG.COM, KUPANG- Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Disparekraf NTT menyebut tarif pemandu wisata di Taman Nasional Komodo (TNK) Labuan Bajo, Manggarai Barat sudah melewati diskusi publik. 

Plt Kepala Disparekraf NTT Johny Rohi mengatakan, sebetulnya sudah melewati tahapan konsultasi publik. Saat ini pihaknya sedang berupaya untuk melalukan konsolidasi dengan PT Flobamor terkait dengan hal ini. 

"Sebenarnya sudah melewati, secara prosedural itu sudah melewati konsultasi publik 8 Desember (2023)," kata dia, Sabtu 23 Maret 2023. 

Dia mengatakan, konsultasi publik itu memang diikuti semua pihak termasuk dari BPOLF, TNK, dan beberapa pihak lainnya termasuk pelaku wisata dan tokoh masyarakat. Diskusi itu itu juga ada kesimpulan. 

Johny mengatakan, diskusi itu semata ingin meningkatkan layanan kepemanduan dari para guide. Hal itu juga berdampak ke wisatawan. Menurut dia, awalnya kenaikan itu, ditawarkan PT Flobamor Rp 400 ribu. 

"Tapi diskusi cukup dinamis akhirnya disepakati saat itu, bahwa kenaikan itu per grup," sebutnya. 

Kesepakatan tentang kenaikan itu dibagi dalam tiga grup. Rata-rata kenaikan itu Rp 10 ribu untuk 1-5 wisatawan orang tiap grup. Johny Rohi mengaku, pekan depan akan dilakukan rapat bersama Disparekraf NTT dengan PT Flobamor. 

Baca juga: BPOLBF dan Disparekraf NTT Kolaborasi Perkuat Kompetensi SDM Pariwisata

"Saat itu diminta diberlakukan tiga bulan kemudian. Karena Desember 2023 itu mereka pertemuan mulai efektif berlaku 1 Maret 2024," ujarnya. 

Dia mengklaim, proses itu melibatkan para pelaku usaha dan asosiasi terkait. Proses itu juga, kata dia, sebetulnya termasuk sosialisasi. Ia menegaskan PT Flobamor akan dimintai penjelasan oleh pihaknya. 

Rentang waktu penerapan itu diberlakukan tiga bulan setelah konsultasi publik, karena untuk menyesuaikan pemesanan paket wisata yang sebelumnya sudah dilakukan. 

Dia menerangkan, paket yang dibeli oleh para wisatawan itu, didalamnya sudah termasuk dengan jasa pemandu. Polemik yang kini sedang berlangsung baginya merupakan hal biasa dalam pro kontra tiap kebijakan. 

"Kewenangan disana itu ada lintas, ada Kementrian, daerah. Itu domain pelaku usaha kita tidak bisa diintervensi. Karena berkaitan dengan service," kata dia. 

ASITA Bingung 

Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NTT mengaku bingung dengan persoalan yang ada. Penolakan juga terjadi di tingkat pengurus DPC.  

"Memang agak membingungkan jadinya, karena kemarin-kemarin sudah reda mengenai masalah ini, skrg muncul lagi. Secara ASITA khususnya di DPC sebenarnya sudah menolak hal tersebut. Kalau di DPD malah kita tidak menerima sosialisasinya," kata ketua ASITA NTT Abed Frans, Sabtu sore. 

Abed Frans menegaskan penolakan sudah dilakukan oleh DPC ASITA Manggarai Barat. Pihaknya tetap menggunakan harga lama. Dia menyebut waktu perubahan harga butuh setahun. 

Baca juga: Dukung Penataan Kawasan Wisata Religi di Belu, Disparekraf NTT: Perlu Ada Kerja Kolaboratif

"Karena untuk perubahan harga itu perlu waktu satu tahun untuk pelaksanaannya. Karena tentunya teman-teman Biro Perjalanan sudah menjual untuk waktu yang akan datang sejak tahun lalu," ujarnya. 

Ia menegaskan, kalaupun semua setuju mengenai kenaikan itu maka perlu waktu satu tahun untuk pelaksanaannya. Sebab, 
kerjasama antar Biro Perjalanan  biasanya berlaku selama satu tahun, dan akan direview kembali dengan kondisi yang berbeda baik harga maupun itinerary. 

"Pertanyaan yang perlu mereka jawab adalah, Bagaimana dengan paket yang sudah terjual  untuk bulan-bulan ke depan sebelum harga baru itu diberlakukan? Apakah dinas atau PT Flobamor bersedia menalangi nya?" kata dia. 

ASITA tentu bisa menerima jika sosialisasi dan kesepakatan diambil tanpa merugikan satu pihak. Namun, harus kesepahaman dengan industri pariwisata. 

"Perlu ada kesepahaman dengan industri pariwisata dulu baru dilaksanakan lah. Kan Pemerintah perlu juga mendapat tanggapan dari industri pariwisata yang ada seperti Asita - PHRI - HPI - Astindo," katanya. (fan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved