Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 10 Maret 2024, Kita adalah Milik Allah

Banyak orang berjuang sekuat tenaga untuk diterima dan dicintai secara tetap dalam hidupnya. Tetapi seluruh kisah selalu berakhir pedih.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/ROSALINA LANGA WOSO
Romo Leo Mali menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 10 Maret 2024 dengan judul Kita adalah Milik Allah 

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 10 Maret 2024 dengan Judul Kita adalah Milik Allah

Renungan Harian Katolik Minggu 10 Maret 2024 dengan judul Kita adalah Milik Allah ditulis oleh Romo Leo Mali dan mengacu dalam bacaan 2Taw. 36:14-16.19-23;Ef. 2:4-10 dan Injil: Yohanes 3: 14-21

Salah satu ciri yang menandai jaman post-modern yang sedang kita hidupi saat ini adalah kecenderungan manusia untuk menekankan kebebasan pribadi setiap orang.

Kecenderungan ini telah menyuburkan individualime atau sikap mengutamakan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan bersama.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 7 Maret 2023, 3 Cara Atasi Iri Hati Karena Lihat Keberhasilan Sesama

Akibatnya kerap orang menjadi kurang peduli pada kebutuhan orang lain.

Dalam sikap mendahului kepentingan diri sendiri, hidup seseorang menjadi sebuah perjuangan untuk mendapatkan semua hal dalam hidup dan menjadikan sedapat mungkin semuanya sebagai milik diri sendiri.

Keserakahan ini membentuk dalam diri manusia semacam keyakinan palsu bahwa hidupnya akan semakin berarti dengan semakin banyak memiliki.

Namun dalam kenyataan dengan semakin banyak memiliki, semakin besar keserakahan, kerap kali manusia lupa bahwa hidupnya terbatas. Itulah sejarah Israel, seperti dikisahkan dalam bacaan pertama hari ini tentang runtuhnya kerajaan Yehuda dan pembuangan di Babel. (2Taw. 36:14-16.19-23).

Dengan memusatkan perhatian pada dirinya sendiri, Israel melupakan Tuhan dan berbalik dariNya. Dan dengan melupakan Tuhan, mereka kehilangan tujuan hidupnya. Mereka tidak sanggup menata diri sendiri. Mereka pernah menjadi budak di Mesir, dan berungkali jatuh. Kali ini menjadi budak di Babilonia.

Peristiwa pembuangan Israel yang pertama terjadi sekitar tahun 598. Pembuangan kedua terjadi sekitar 588 SM. Israel berulangkali jatuh menjadi budak. Lalu sebagaimana kisah awal pembebasan dari perbudakan di Mesir, sekitar tahun 1313 SM, kali ini sekali lagi Tuhan turun tangan.

Kebutuhan untuk dikasihi  oleh Allah

Sejarah israel adalah sebuah drama tentang sebuah bangsa yang ringkih, yang selalu terjebak dalam keyakinan palsu bahwa manusia dapat menjadi merdeka jika sanggup melepaskan diri dari Tuhan.

Keyakinan palsu ini (seperti pada kisah Israel) membisikkan pada manusia bahwa Tuhan yang hadir dalam hidup manusia dengan ketentuan dan hukum-hukumNya, adalah penghalang kebebasan manusia.

Upaya merebut kebebasan dengan melepaskan diri dari Tuhan itu, sebagaimana ditunjukkan berkali-kali oleh bangsa Israel, selalu membawa Israel pada kejatuhan. Tetapi Tuhan tidak pernah kalah di hadapan pemberontakan dan ketidaksetiaan Israel.

Ia selalu kembali dan mengulurkan tangan. Karena Tuhan itu setia. Allah yang terus menerus mengulurkan tangan pada Israel dan pada segenap bangsa manusia mengajarkan satu hal yang tetap:  bahwa hal paling penting dalam perjuangan kebebasan adalah berjuang menjadi seperti anak anak kecil yang bersedia menerima uluran tangan Tuhan atau membiarkan diri dicintai oleh Tuhan.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved