Opini
Opini: Uskup Diosesan
Kedua, Uskup Tituler, yakni uskup-uskup lainnya, termasuk di dalamnya Uskup Emeritus, Uskup Koajutor, Uskup Auksilier, Prelatur dan Uskup Militer.
Oleh: Dr. Doddy Sasi, CMF
Ketua Tribunal KAK, Dosen Hukum Gereja pada STIPAS Keuskupan Agung Kupang
POS-KUPANG.COM - Pada umumnya ada dua tipe Uskup yakni pertama, Uskup diosesan, yang padanya dipercayakan reksa dari sebuah keuskupan.
Kedua, Uskup Tituler, yakni uskup-uskup lainnya, termasuk di dalamnya Uskup Emeritus, Uskup Koajutor, Uskup Auksilier, Uskup Prelatur dan Uskup Militer.
Dalam tulisan sederhana ini, saya hanya akan mengulas secara singkat tema tentang Uskup diosesan.
Kembali salah satu rujukan yang akan dipakai adalah Kitab Hukum Kanonik kita (bdk. kan. 381-402).
Tapi izinkan saya untuk membuka dengan mengutip nomor Kanon 375§1-2, yang menampilkan sebuah prinsip teologis tentang para Uskup: “Para uskup berdasarkan penetapan ilahi adalah pengganti-pengganti para rasul (Apostolorum locum succedunt)…, dengan dan karena tahbisan episkopalnya mereka menerima dan mengemban tugas untuk mengajar, menguduskan dan memimpin...”.
Tentang Uskup Diosesan Kanon 381 menampilkan tiga jenis kuasa dari seorang Uskup diosesan, yakni kuasa berdasar jabatan (Ordinaria), kuasa atas nama sendiri (propria), yang mana tidak bisa didelegasikan dan kuasa yang bersifat langsung (immediata).
Seorang Uskup diosesan juga mempunyai kuasa legislatif yang mana dijalankannya sendiri, kuasa eksekutif bisa dijalankannya sendiri juga atau melalui seorang Vikaris jenderal atau Vikaris episkopal) dan kuasa yudikatif, bisa dijalankannya sendiri atau seorang Vikaris yudisial dan para hakim).
Kanon 383 berbicara soal reksa pelayanan dari seorang Uskup diosesan.
Ditegaskan bahwa dalam menjalankan tugas sebagai seorang gembala, ia harus memperhatikan: Semua orang beriman (umat Allah dan semua kaum terbaptis), umat beriman dari ritus yang berlainan, saudara-saudara yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan gereja katolik dan juga mereka yang tidak terbaptis.
Syarat-syarat umum yang harus terpenuhi adalah selain berumur paling sekurangkurangnya 35 tahun dan sekurang-kurangnya telah lima tahun ditahbiskan menjadi imam, ia harus "unggul dalam iman, bermoral baik, saleh, perhatian pada jiwa-jiwa (zelus animarum), bijaksana, arif serta memiliki keutamaan-keutamaan manusiawi, sifat-sifat lain yang cocok untuk melaksanakan jabatan tersebut".
Selain itu ia telah “memperoleh gelar doktor atau setidak-tidaknya lisensiat dalam Kitab Suci, teologi atau hukum kanonik dari lembaga pendidikan tinggi yang disahkan oleh Takhta Apostolik, atau sekurang-kurangnya ahli sungguh-sungguh dalam disiplin-disiplin itu”.
Tapi sekali lagi bahwa penilaian definitif soal kecakapan calon ada pada Tahkta Apostolik (kan.378§2).
Lalu kan. 384-402 menampilkan beberapa wewajiban lain dari seorang Uskup diosesan, antara lain: dalam pelayanan dan pengajarannya hendaknya ia menyampaikan kebenarankebenaran iman dan moral, memperhatikan dan mendengarkan serta mendampingi para imamnya.
Dia harus tinggal di keuskupannya dan sangat diharapkan tidak meninggalkan keuskupannya lebih dari sebulan, mengunjungi keuskupan seluruhnya atau sebagian setiap tahun, kunjungan ad limina ke Bapa Suci, dan para Uskup yang genap berusia 75, atau karena alasan kesehatan atau alasan berat lainnya diminta untuk mengajukan pengunduran diri kepada Paus.
Sedangkan untuk proses penunjukkan, pengangkatan dan pemilihan seorang Uskup, kan. 377§ 1-2 bisa menjadi rujukkan kita.
Yang paling mendasar bahwa seorang Uskup itu diangkat dan dipilih dengan bebas oleh Paus (kan.377§1). Adapun beberapa yang dilewati: Langkah pertama yang sangat penting dalam pemilihan seorang uskup adalah melihat daftar imam, baik dari keuskupan maupun dari anggota tarekat hidup bakti.
Daftar nama para imam harus disusun tiap tiga tahun dengan tujuan agar selalu ada kebaruan. Langkah yang kedua adalah jika setiap hendak ditunjuk Uskup diosesan maka Nunsius atau delegasi Apostolik perlu berkonsultasi dengan pihak-pihak tertentu.
Nunsius Apostolik kemudian menyusun daftar pendek dari tiga calon untuk penyelidikan lebih lanjut dan mencari informasi yang tepat tentang masing-masing dari mereka.
Dia akan mengirimkan ke Tahta Suci sebuah daftar, yang dikenal sebagai "terna", dengan nama dari tiga calon yang dinilai paling tepat untuk menjadi seorang Uskup.
Langkah yang ketiga adalah Dikasteri di Kuria Roma yang bertanggung jawab atas penunjukan atau pemilihan seorang Uskup (Indonesia sebagai negara misi maka yang bertanggung jawab adalah Kongregasi Untuk Evangelisasi bangsaBangsa/Propaganda Fide) mempelajari semua dokumen yang diberikan oleh Nunsius atau Delegasi Apostolik.
Dikasteri (Propaganda Fide) bisa saja menerima atau bisa juga dapat
menolak semua calon yang telah diusulkan dan meminta untuk menyiapkan daftar lain, atau meminta untuk memberikan lebih banyak informasi dan jelas tentang satu atau lebih calon imam yang telah diajukan.
Ketika Dikasteri memutuskan imam mana yang harus ditunjuk, Dikasteri menyajikan kesimpulan akhirnya kepada Paus dan diusulkan kepada Paus untuk mengangkatnya.
Jika Paus setuju, pemilihan oleh Paus dikomunikasikan kepada Nunsius atau Delegasi Apostolik untuk mendapatkan persetujuan dari imam yang bersangkutan atas pengangkatannya dan untuk memilih tanggal diumumkannya.
Prinsip “kerahasiaan” dalam setiap proses seleksi sampai pada pengangkatan seorang Uskup itu sangatlah penting (bdk. kan. 377§3).
Term “rahasia” disini menjadi penting sebab memiliki implikasi baik pastoral maupun yuridis. Karena bisa saja untuk menghindari
intervensi dari pihak luar seperti “lobi-lobi” khusus dari para “tifosi” atau pendukung calon tertentu.
Atau bisa saja untuk menghindari “kampanye-kampanye” terselubung dari adanya imam yang berambisi untuk menjadi Uskup.
Prinsip kerahasiaan ini sebenarnya sudah ditegaskan dalam
dokumen Secreta Continere (1974), sebuah dokumen yang berbicara secara spesifik tentang kerahasiaan kepausan.
Dan segala hal yang berkaitan dengan pengangkatan seorang Uskup masuk dalam rana kerahasiaan kepausan ini. Kerahasiaan ini hilang dengan sendirinya apabila sudah ada pengumuman resmi dari Paus.
Pertanyaan logis lain yang bisa muncul adalah: bagaimana langkah selanjutnya setelah adanya pengumuman resmi dari Vatikan. Jawabannya sudah tentu adalah kapan tahbisannya.
Soal waktu tahbisan untuk para Uskup ditegaskan bahwa mereka yang diangkat dan dipilih menjadi Uskup harus menerima tahbisan, 3 bulan sejak penerimaan surat apostolik dari Tahkta Suci (kan.379).
Sebelum mengambil alih secara kanonik jabatannya, para Uskup yang
dipilih harus mengucapkan pengakuan iman dan sumpah kesetiaan kepada Tahkta Suci.
Lebih lanjut kan. 382 berbicara soal pengambil-alihan jabatan secara kanonik (possesionem canonicam capere).
Ada beberapa pesan penting dalam kan.382 ini: pertama, jika belum ditahbiskan sebagai Uskup maka ia dapat mengambil-alih secara kanonik keuskupannya 4 bulan setelah menerima surat apostolik.
Kedua, jika sudah ditahbiskan sebagai maka pengambil-alihan dapat dilakukan 2 bulan setelah menerima surat apostolik.
Ketiga, pengambilalihan secara kanonik keuskupannya, bisa ia sendiri atau melalui seorang wakil, dengan menunjukkan surat apostolik kepada kolegium konsultor dengan dihadiri kanselir kuria yang membuat berita acara.
Sebelum mengambil-alih jabatan secara kanonik jabatannya, Imam yang diangkat menjadi Uskup harus mengucapkan pengakuan iman dan sumpah kesetiaan pada Tahkta Apostolik berdasarkan rumusan yang disahkan oleh Tahkta Apostolik.
Menutup ulasan singkat ini dengan sebuah kutipan dari kan.377§1: “Para Uskup diangkat dengan bebas oleh Paus, atau mereka yang terpilih secara legitim dikukuhkan olehnya”. (*)
Opini: Membaca Martha dari Rote |
![]() |
---|
Opini: Elektoralisme, Jalan Menuju Alienasi Mental Pascapemilu |
![]() |
---|
Opini: Melihat Proses Rekrutmen Politik dalam Pemilu AS |
![]() |
---|
Opini: Keraguan dan Kebanggaan Lazim Terjadi di Timor Leste pada Tahun 2024 |
![]() |
---|
Opini: Propaganda Menang Satu Putaran Pilpres 2024 dalam Teori Big Lie Goebbels |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.