Pilpres 2024
Opini: Propaganda Menang Satu Putaran Pilpres 2024 dalam Teori Big Lie Goebbels
Perbedaan pilihan politik tentu saja bisa menghancurkan fondasi humanisme dan kebersamaan sebagai anak bangsa. Dampaknya sangat terasa
Oleh Apolonius Anas
Direktur U-Genius Institut Kefamenanu TTU
POS-KUPANG.COM - Pemilihan Presiden (Pilpres) Indonesia 14/02/2024 sudah di depan mata. Sejak awal Januari 2024 , hampir semua warga negara disuguhkan dengan berbagai dinamika politik yang menarik. Panggung pilpres 2024 boleh jadi sebagai ajang pertengkaran ide dan gagasan secara massal dan masif. Hampir semua pihak mengambil posisi politiknya dan secara terbuka menyampaikan pilihan politik itu.
Perbedaan pilihan politik tentu saja bisa menghancurkan fondasi humanisme dan kebersamaan sebagai anak bangsa. Dampaknya sangat terasa ketika kawan jadi lawan dan sebaliknya lawan jadi kawan serta aksi kelicikan dipertontonkan secara terbuka sambil berambisi menang telak pada kontestasi itu.
Suasana kebatinan seperti ini menghiasi rangkaian cerita jelang Pemilu 14/02/2024. Di lapangan kampanye baik tertutup maupun terbuka banyak kejadian yang menyayat hati antar kandidat dan pendukung masing-masing paslon.
Pernyataan dukungan di ruang publik disampaikan secara langsung di media oleh berbagai kalangan. Bahkan presiden Jokowi sebagai kepala negara Republik Indonesia tidak tinggal diam. Ia telah terang-terangan menyatakan dukungan kepada salah satu paslon.
Para pengamat pemilu meragukan sikap konsisten dan netralitas Presiden Jokowi seperti yang dikatakannya di permulaan kontestasi bahwa presiden tidak cawe cawe. Dan keraguan itu akhirnya terbukti melalui pernyataan presiden Jokowi sendiri.
Mestinya Presiden, Aparatur Sipil Negara, TNI dan Polri satu posisi dengan KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu yang menjaga netralitas demi menjaga marwah pemilu (langsung,umum bebas dan rahasia jujur dan adil).
Suguhan politik yang sangat dinamis belakangan ini berupa pernyataan sikap dukungan pada paslon tertentu masih dianggap lumrah dan wajar sebagai riak-riak dalam sebuah kontestasi sekaliber pemilu presiden.
Namun akan menjadi berbahaya jika aroma haus kekuasaan dan upaya melanggengkan kekuasaan mulai dipertontonkan secara terbuka dengan menghalalkan segala cara misalnya tidak netral dan upaya memanipulasi pikiran publik secara berlebihan. Hal ini bisa berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup berdemokrasi di negara ini.
Sampai saat ini pengajaran buruk melalui propaganda licik mulai tak terkendalikan dan memberangus alam pikir masyarakat Indonesia. Gerakan terbuka melalui teknik propaganda masif bisa mematikan nalar dan sikap kritis masyarakat pemilih.
Baca juga: Mantan KSAD Dukung Prabowo di Pilpres 2024, Hadir dalam Kampanye di Serang Banten
Mendekati hari pencoblosan muncul taktik propaganda yang menggelitik dan mencuri perhatian publik, yaitu "Menang Satu Putaran" yang diklaim oleh salah satu pasangan calon. Melalui berbagai media para konsultan politik salah satu paslon menggaungkan propaganda menang satu putaran. Propaganda itu dipertajam dengan angka survey salah satu Paslon yang mendekati 50 persen.
Konsep yang disampaikan berulang ulang ini sebagai upaya klaim sepihak yang mendahului kenyataan. Sebuah cara propaganda yang mengarah pada pemahaman bahwa kandidat tertentu sudah pasti akan menang pada putaran pertama, dan oleh karena itu, pemilih tidak perlu memikirkan putaran kedua.
Propaganda "Menang Satu Putaran" cenderung menciptakan persepsi kepada publik bahwa kandidat tersebut memiliki popularitas dan dukungan massa yang cukup kuat untuk mengklaim kemenangan sejak awal. Masyarakat bisa saja terbius dengan manipulasi dan klaim sepihak melalui propaganda ini.
Ada beberapa elemen utama munculnya fenomena ini. Pertama optimisme berlebihan. Para konsultan politik yang sudah disusupi ajaran dan pengajaran bagaimana memanipulasi pikiran publik sengaja mendesign supaya masyarakat menganggap pernyataan mereka sebagai kebenaran.
Pihak pendukung kandidat tertentu cenderung menampilkan keyakinan berlebihan terhadap kemenangan tanpa perlu memasuki putaran kedua. Propaganda seperti ini dapat menciptakan efek domino di kalangan pemilih yang mungkin ikut terbawa arus optimisme menang tanpa mengevaluasi secara kritis.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.