Berita Belu

Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Pantau Warisan Budaya Tak Benda 'Matekio' Suku Kemak di Belu

rasa syukurnya atas perhatian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap warisan budaya mereka yaitu Ritual Matekio. 

Penulis: Agustinus Tanggur | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/AGUS TANGGUR
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), melakukan pemantauan dan pendataan terkait warisan budaya tak benda Matekio dari Suku Kemak Dirubati di Kabupaten Belu.  

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur

POS-KUPANG.COM, ATAMBUA - Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), melakukan pemantauan dan pendataan terkait warisan budaya tak benda Matekio dari Suku Kemak Dirubati di Kabupaten Belu

Direktur Pelindungan Kebudayaan, Judi Wahjudin, menjelaskan bahwa jumlah warisan budaya tak benda mencapai 1.940 di seluruh Indonesia, dan salah satunya adalah karya budaya Matekio dari Suku Kemak Dirubati di Kabupaten Belu.

Warisan budaya tak benda yang jumlahnya mencapai 1.940 di seluruh Indonesia. Salah satu lokasi yang menjadi perhatian adalah Kabupaten Belu, terkait karya budaya Matekio dari Suku Kemak Dirubati, tarian likurai dan seruling bambu yang sudah terdaftar secara nasional. 

Judi Wahjudin, juga menjelaskan bahwa kunjungannya melibatkan observasi terhadap beberapa unsur budaya, seperti tarian likurai, suling bambu, dan elemen-elemen lainnya. 

Baca juga: Hingga Maret 2024, Kabupaten Belu Bebas Kasus Rabies

Ia menyampaikan bahwa tujuan pemantauan ini adalah untuk memastikan kelangsungan, eksistensi, dan penerapan terhadap budaya tersebut, apakah masih aktif atau tidak. 

"Kami kaget karena di sini semua masih berjalan dengan baik. Karena itu, kami sangat mengharapkan adanya peningkatan terkait kebijakan dari pemerintah daerah kedepannya," ungkapnya. Rabu, 6 Maret 2024.

Pihaknya juga berharap adanya dukungan dan kerjasama dari pemerintah daerah, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat, terutama terkait program penetapan budaya dan implementasinya sesuai tupoksinya masing-masing. 

Ia menyoroti bahwa penetapan ini baru menjadi fokus setelah aplikasinya diajukan, dan pembahasan lebih lanjut akan melibatkan kolaborasi dan gotong royong.

"Kami juga mendapatkan informasi bahwa tradisi lisan Matekio ini sedang dirumuskan dalam sebuah buku. Ini sangat bagus sekali. Sosialisasi nantinya tidak hanya bersifat internal tetapi juga eksternal, karena terdapat nilai-nilai luhur, gotong royong, spiritual dan kebersamaan yang perlu disebarluaskan," tambahnya.

Ia juga menyebutkan bahwa sejak tahun 2019, Presiden Jokowi telah mengamanatkan Kementerian PUPR untuk menjadi eksekutor fisik dari program ini. 

Dalam hal ini, kata dia, pihak Kementerian PUPR akan menyiapkan dan mengusulkan perencanaan, seperti yang telah dilakukan dalam pembangunan rumah adat di Sumba, situs bersejarah, dan lainnya.

Dalam rangka pemantauan, dia menekankan bahwa persepsi sebelumnya seringkali menempatkan tanggung jawab fisik pada bidang kebudayaan, padahal hal tersebut dapat dijalankan oleh berbagai kementerian yang terkait.

Karena itu, Ia berharap agar sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk menjaga dan mengembangkan warisan budaya Indonesia.

Beliau juga memberikan apresiasi terhadap upaya menjaga dan melestarikan budaya yang dilakukan oleh Suku Kemak. 

Ia menyampaikan bahwa program-program dari pemerintah pusat dapat memberikan dukungan lebih lanjut, termasuk melalui sektor pariwisata, untuk menjaga dan melestarikan budaya seperti ini.

Martins Nai Buti, Penjaga Rumah Adat Suku Kemak Dirubati, menyampaikan rasa syukurnya atas perhatian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap warisan budaya mereka yaitu Ritual Matekio. 

Menurutnya, ritual Matekio merupakan upacara penyerahan arwah saat pesta kenduri yang dilaksanakan 30 hingga 40 tahun sekali. Ritual ini telah mendapatkan sertifikat sebagai warisan budaya tak benda dari Kemendikbud sejak tahun 2016.

"Kami bersyukur tidak hanya atas sertifikatnya tapi juga kunjungan dari Kementerian. Ini menunjukkan bahwa budaya kami tidak hanya berada di atas kertas, tetapi masih terus hidup dan berjalan," kata Martins.

Ia berharap agar pemantauan ini diharapkan tidak hanya menjadi kunjungan pertama, tetapi juga menjadi langkah awal untuk membangun sinergi antara pihak Kemendikbud dengan pihak terkait di Kabupaten Belu

Hadir juga dalam kesempatan tersebut, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Belu, Januaria Nona Alo, bersama kabid, tokoh adat suku Kemak dan tamu undangan lainnya. (Cr23) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved