Liputan Khusus

News Analysis Harga Komoditi di NTT Naik, Pengamat: Kabijakan Pro Rakyat Kecil

Permintaan Koordinator Program Studi Administrasi Bisnis FISIP undana Kupang ini mengingat terjadinya kenaikan komoditi termasuk harga beras di pasar

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
Pengamat ekonomi Undana Kupang Riky Ekaputra Foeh., MM, 

Menurut data yang diberikan Kepala Bulog NTT, Himawan Nugraha, total stok beras secara keseluruhan di NTT mencapai 14.000 ton. Yang tersedia di gudang bulok alak sejumlah 2.700 ton. Stok yang masih dalam perjalanan sejumlah 51.000 ton ditambah sisa kuota impor 15.000 ton.

Untuk diketahui usai meninjau Gudang Bulog Alak, Pj. Gubernur melanjutkan kunjungan ke Peternakan Ayam KUB di Desa Baumata Timur, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang serta melihat langsung contoh kolam budidaya ikan Nila di Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.

 

Jumlah produksi kurang

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Flores Timur, Siprianus Sina Ritan mengatakan, faktor utama kenaikan harga pangan dipengaruhi kurangnya jumlah produksi, sementara permintaan terlampau tinggi.

"Ada peningkatan, beberapa jenis sembako naik terutama beras jenis premium sudah Rp 16 ribu per kilogram," ujar Siprianus, Kamis (22/2).

Dia memberikan data pelbagai jenis pangan di Pasar Inpres Larantuka dari harga saat ini dan sebelumnya. Harga cabai keriting Rp 80 ribu per kilogram, cabai merah besar Rp 86 ribu, cabai rawit merah Rp 53 ribu, dan cabai rawit hijau Rp 40 ribu.

Kemudian bawang merah di angka Rp 33 ribu per kilogram, bawang bombai Rp 43 ribu, dan bawang putih Rp 40 ribu. Sementara tomat masih mahal yaitu Rp 25 ribu per kilogram.

"Kalau tomat, penyebab kenaikan karena belum musim panen. Faktornya memang produksi menurun, belum musim panen," katanya.

Harga Beras di Kabupaten Belu tembus Rp 17 ribu per kilogram. Pemerintah ajak warga bisa memanfaatkan pangan lokal sebagian alternatif.

Kepala Bidang Sarana Distribusi dan Stabilisasi Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Belu, Rainard M. Koli, saat ditemui mengakui bahwa harga beras, terutama merek Lonceng, telah mencapai 17 ribu rupiah per kilogram. Situasi ini menjadi perhatian serius, terutama dengan adanya keterbatasan daya beli masyarakat.

Rainard menjelaskan bahwa Kabupaten Belu bukanlah daerah penghasil beras, melainkan daerah konsumen beras. Kata dia, distribusi beras ke Belu melibatkan proses distribusi panjang dari tiga daerah utama, yaitu Pulau Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat.

"Sebelum masa pasca panen, stok beras dari tiga daerah ini menurun, dan ini berdampak pada kenaikan harga beras. Selain itu, saat ini kita juga menghadapi situasi pasca libur panen, sehingga kondisi harga‑harga barang, termasuk beras, sedang melonjak," ungkap Rainard.

Menyikapi kondisi ini, Rainard menjelaskan bahwa daya beli masyarakat juga menurun, seiring dengan belum adanya produksi panen yang memadai. Menurutnya, meskipun harga beras mencapai titik tinggi, masyarakat saat ini masih kesulitan untuk mengaksesnya karena kondisi ekonomi yang lemah.

"Harga beras premium tertinggi sementara mencapai 17.000 rupiah dan beras dari Sulawesi mencapai 16.000 rupiah. Beras bersih dari Bulog di agen yang sudah bermitra standar harga 11.500 rupiah," jelas Rainard.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved