Berita Timor Tengah Utara

Lakmas Cendana Wangi NTT Soroti Pelaksanaan PSU di Timor Tengah Utara

berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara di tingkat desa juga sah dan ditandatangani oleh saksi parpol dan Panitia. 

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
VIKTOR MANBAIT- Direktur Lakmas CW NTT, Viktor Manbait, Kamis, 22 Februari 2024 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Direktur Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (LAKMAS) Cendana Wangi NTT, Viktor Manbait, S. H angkat bicara menyoroti pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada 3 TPS di Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dalam pernyataannya yang dikirim kepada POS-KUPANG.COM, Kamis, 22 Februari 2024 Viktor mempertanyakan penyebab mendasar dilakukan PSU pada tiga TPS di tiga desa/kelurahan yang berbeda, di Timor Tengah Utara.

Dari informasi yang diperoleh bahwa, ada yang bukan pemilih menggunakan hak pilih pada tiga TPS berbeda itu. Dan itu berdasarkan ketentuan pasal. 372 ayat (2)  UU No 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum.

Memang harus dilakukan PSU, karena perolehan suara partai dan calon pada ketiga TPS berbeda itu menjadi tidak pasti dengan adanya bukan pemilih yang ikut mencoblos. 

Baca juga: BREAKING NEWS: Sopir Timor Tengah Utara Tewas Saat Kecelakaan di Maubeli

Namun, kata Viktor, muncul pertanyaan dari fakta tersebut yakni; kapan diketahui persoalan tersebut dan siapa yang melaporkan ke Bawaslu. Apakah berdasarkan laporan dari parpol peserta pemilu atau caleg?

Pasalnya, berdasarkan data yang ada, berita acara hasil perolehan suara di TPS itu ditandatangani oleh semua saksi, calon dan panitia.

Begitu juga, berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara di tingkat desa juga sah dan ditandatangani oleh saksi parpol dan Panitia. 

"Sampai bisa ada bukan pemilih mencoblos ini memang aneh dan menurut saya bukan kecerobohan. Karena sistem dan prosedur menggunakan hak pilih di TPS cukup ketat,"ungkapnya.

Orang menggunakan hak pilih terlebih dahulu adalah pemilih yang terdaftar dalam DPT  dan saat mendaftar untuk memilih tidak saja menunjukan surat undangan bahkan juga menunjukan KTP untuk dicocokkan dengan DPT yang ada.

Sementara mereka yang tidak terdaftar dalam DPT dan penduduk setempat serta mereka yang menggunakan hak pilih di luar tempatnya terdaftar dalam DPT mesti menunjukan surat rekomendasi dari TPS asal dan menunjukan KTPnya.

Mereka menggunakan hak pilih setelah pemilih DPT menggunakan hak pilihnya. Sehingga kemungkinan bukan pemilih yang menggunakan hak pilih sangat tidak mungkin terjadi kecuali dibolehkan atau didiamkan oleh KPPSnya. 

Oleh karena itu, bawaslu harus menginformasikan  penyebab PSU ini secara terbuka ke Publik. Karena, ketika ada bukan pemilih menggunakan hak pilih maka hal itu adalah tindak pidana pemilu, kejahatan pemilu.

Baca juga: Tiga TPS di Timor Tengah Utara Dipastikan Gelar PSU Pekan Ini

Selain rekomendasi PSU apakah Bawaslu juga memproses dugaan tindak pidana pemilunya? Yang otomatis didalamnya pelanggaran yang kode etik penyelenggara pemilu?

Ia menambahkan, hal ini disampaikan secara terbuka oleh KPU. Pasalnya, dengan adanya peristiwa ini maka para KPPS pada tiga TPS berbeda itu tidak boleh lagi sebagai penyelenggara. Karena, kuat dugaan mereka adalah pelanggar tindak pidana pemilu.

Menurutnya, sagat tidak etis yang diduga melakukan tindak pidana pemilu masih diperbolehkan menyelenggarakan PSU. KPU yang harus mengambil alih pelaksanaan PSU pada tiga TPS tps berbeda itu. 

Meski satu atau dua orang bukan pemilih yang menggunakan hak pilih tetapi, dampak PSU ini sangat besar. Karena besar kemungkinan perolehan suara partai juga calon akan berubah tidak lagi sama seperti pungut hitung di tanggal 14 Februari 2024 lalu. 

Mencermati hal tersebut, Viktor menilai akan ada pihak yang diuntungkan dan di rugikan akibat kesalahan yang dilakukan oleh KPPS bahkan juga oleh PPS. Karena sampai dengan tahapan rekapitulasi tingkat desa, tetap dilaksanakan sekali pun dalam daftar hadir berita acara pemilih tambahan terbaca dan ada pemilih bukan pemilih dengan KTP luar Timor Tengah Utara menggunakan hak pilih tapi didiamkan.

Maka sama saja PPS turut serta membiarkan bukan pemilih DPT mencoblos dan itu adalah tindak pidana pemilu. Bawaslu harus transparan merespon hal ini. Jika hal ini adalah temuan Bawaslu atau Pengawas TPS, Pengawas Desa maka, kapan ditemukan pelanggaran pidana itu. 

Karena bila temuanya pada saat berlangsung proses pungut-hitung suara maka, bisa diantisipasi dan di koordinasikan sehingga saat itu juga dilakukan coblos ulang sebelum penghitungan dan pengesahan perolehan suara di tingkat TPS dan tahapan rekapitulasi tingkat desa. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved