Opini
Pertarungan yang Sebenarnya
Bahkan ketika hanya ada 2 paslon, Jokowi hanya menang 53,15 persen (2014) dan naik sedikit menjadi 55,50 persen di 2019.
Mengambil Jarak
Melihat fakta di atas maka sesungguhnya pertarungan sebenarnya baru akan terjadi setelah hasil kemenangan ini dipatenkan. Pertama, kemenangan Prabowo-Gibran meski di tengah kontroversi tetapi cepat akan lambat akan diterima.
Tetapi penerimaan itu disertai tanggungjawab yang tidak sedikit. Aneka pelanggaran etik seperti ditetapkan MKMK menunjukkan bahwa hal itu menjadi beban yang tidak kecil.
Suara-suara dari kampus hari-hari terakhir sebelum 'pencoblosan' membuktikan bahwa kali ini pihak kampus tidak akan 'sayang-sayang pada presiden terpilih.
Bila pada periodenya Jokowi menjadi media darling di mana ia selalu menjadi newsmaker atau name makes news, maka kali ini tidak akan semudah itu.
Bahkan di tahun ke-10 dengan putusan etik MKMK, apapun yang dilakukan Jokowi yang meski benar pun disalahkan (apalagi salah). Hal itu berbeda sebelumnya. Walau Jokowi melakukan kesalahan pun dianggap benar.
Hal ini menjadi alarm serius bagi Prabowo – Gibran. Janji yang terlalu bombastis yang menjadi kekahasan Prabowo hanya demi meraih kekuasaan akan menjadi boomerang: makan siang gratis untuk anak, bangun 3 juta rumah, honor guru dinaikkan Rp 2 juta dan tentu apalagi akan menjadi tagihan yang tidak aka sedikit disuarakan.
Di situ akan terbukti apakah Prabowo bisa dipercaya atau akan menjadi awal dari sebuah proses panjang keraguran tak berujung.
Kedua, meski kemenangan Prabowo-Gibran tidak lepas dari pengaruh Jokowi tetapi perlu diwaspadai bahwa faktor Jokowi tidak akan terus dipertahankan begitu saja.
Fakta bahwa PSI yang nyaris lolos ke Senayan meski sudah ‘mengumbar habis-habisan wajah Jokowi menandakan bahwa Jokowi bukan segalanya.
Dengan demikian maka diperlukan untuk mengambil jarak dengan menghadirkan kepemimpinan yang khas Prabowo meski di dalamnya Gibran sebagai putera Presiden ikut serta.
Mengapa? Gebyar pembangunan insfrastruktur yang 'gila-gilaan' yang dibiayai dari hutang luar negeri perlu didukung oleh pembantu presiden yang cakap dan kreatif.
Selain itu penegakkan hukum tentu harus sangat serius. Di masanya, Jokowi tidak terlalu sukses memberantas korupsi.
Para menteri 'dibiarkan' beraksi dan Jokowi hanya menunggu siapa yang bisa dibukakan keburukannya kapan saja. Dari segi pedagogi politik, sesungguhnya Jokowi telah gagal membina aparatnya menjadi teruji dan terpuji meski sukses menggiring yang nakal dan tidak penurut.
Prabowo karena itu tidak akan mudah menjadikan Gerindra sebagai partai ideologis yang membina kadernya. Bahkan sampai saat ini, Gerindra baru berpengalaman mengkritik habis-habisan Jokowi ketika berada di luar dan ketika masuk mereka membela habis-habisan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.